Oleh M.Rakib SH.,M.Ag…Muballigh IKMI Riau
Indonesia 2015
Dari Bangkinang, ke
Pangkalan,
Singgah di Kuok, Pasar
selasa
Waspadai aliran sempalan,
Merugikan Islam,
sepaanjang masa
Istilah "gerakan sempalan"
beberapa tahun terakhir ini menjadi populer di Indonesia sebagai sebutan untuk
berbagai gerakan atau aliran agama yang dianggap "aneh", alias
menyimpang dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian mayoritas umat. Istilah
ini, agaknya, terjemahan dari kata "sekte" atau "sektarian",[1]
kata yang mempunyai berbagai konotasi negatif, seperti protes terhadap dan
pemisahan diri dari mayoritas, sikap eksklusif, pendirian tegas tetapi kaku,
klaim monopoli atas kebenaran, dan fanatisme.
Di Indonesia ada kecenderungan untuk
melihat gerakan sempalan terutama sebagai ancaman terhadap stabilitas dan
keamanan dan untuk segera melarangnya. Karena itu, sulit membedakan gerakan sempalan dengan
gerakan terlarang atau gerakan oposisi politik. Hampir semua aliran, faham dan
gerakan yang pernah dicap "sempalan", ternyata memang telah
dilarang atau sekurang-kurangnya diharamkan oleh Majelis Ulama. Beberapa contoh
yang terkenal adalah: Islam Jamaah, Ahmadiyah Qadian, DI/TII,
Mujahidin'nya Warsidi (Lampung), Syi'ah, Baha'i, "Inkarus
Sunnah", Darul Arqam (Malaysia), Jamaah Imran, gerakan Usroh,
aliran-aliran tasawwuf berfaham wahdatul wujud, Tarekat Mufarridiyah,
dan gerakan Bantaqiyah (Aceh).
Serangkaian
aliran dan kelompok ini, kelihatannya, sangat beranekaragam. Apakah ada
kesamaan antara semua gerakan ini? Dan apa faktor-faktor yang menyebabkan
munculnya gerakan-gerakan tersebut? Tanpa pretensi memberikan jawaban tuntas
atas pertanyaan ini, makalah ini berusaha menyoroti gerakan sempalan dari sudut
pandang sosiologi agama.[2]
Gerakan
sempalan: ada definisinya?
Berbicara
tentang "gerakan sempalan" berarti bertolak dari suatu pengertian
tentang "ortodoksi" atau "mainstream" (aliran induk);
karena gerakan sempalan adalah gerakan yang menyimpang atau memisahkan diri
dari ortodoksi yang berlaku. Tanpa
tolok ukur ortodoksi, istilah "sempalan" tidak ada artinya. Untuk
menentukan mana yang "sempalan", kita pertama-tama harus
mendefinisikan "mainstream" yang ortodoks. Dalam kasus ummat Islam
Indonesia masa kini, ortodoksi barangkali boleh dianggap diwakili oleh
badan-badan ulama yang berwibawa seperti terutama MUI, kemudian Majelis
Tarjih Muhammadiyah, Syuriah NU, dan sebagainya.
1.
Menzinai ibu kandungnya sendiri
Waspadai kata-kata yang menyeramkan, menjijikkan ini, kata
MENZINAI IBU KANDUNG”. Kelompok sempalan tidak malu-malu menyampaikan kata
jijik ini di hadapan orang banyak.
2.
Bid’ah dholalah, tidak ada bid;ah
hasanah. Ucapan ini untuk membunuh lawan dalam waktu cepat, skak mat. Tapi
niatnya jahat.
3.
Anda hanya tamatan Indonesia, saya
tamatan Arab, dia lupa bahwa Prof. Abu Lahab juga tamatan Arab Saudi.
Menurut
tulisan Muhsin
Hariyanto 5 Mei 2011 tentang
Mewaspadai Penyimpangan Atas Nama Islam, bahwa dakwah Islam
selalu mendapatkan tantangan, baik dari dalam maupun (dari) luar (umat) Islam.
Banyak orang yang selalu berupaya memperkeruh suasana, dengan seolah-olah
menawarkan kebenaran yang hakiki, padahal merekalah orang-orang yang selalu
berupaya untuk mengotori kemurnian Islam. Apa pun sebutannya, di mana pun dan
kapan pun.
Euforia (mabuk kebebasan) di masa reformasi ini, yang berawal dari
ruwatan kemusyrikan sampai kelompok-kelompok yang mengatasnamakan “Kebebasan”
dalam menafsirkan Islam, muncul secara resmi. Hingga ada tokoh aliran sempalan
(yang ditengarai menyimpang) yang ‘keceplosan’ berkomentar: “Mumpung Bebas.”
Orang pun mulai resah dan bertanya-tanya: “ada apa dengan peristiwa ini?”. Ada
yang menyikapi dengan tenang tetapi penuh keprihatinan, tetapi ada pula yang
marah dan berang.
Dari
pihak yang dituduh menyimpang pun berkelit bahwa yang berhak menentukan sesat
itu hanyalah “Tuhan”. Dan bahkan ada pula yang berkomentar: “yang menuduh
sesat, justeru merekalah yang sesat”. Mereka pun dengan berani berkomentar
lantang: “MUI sekali pun tidak berhak mewakili Tuhan, dengan mengaku yang
paling benar dan menyatakan bahwa yang tidak searah dengan mereka adalah salah,
menyimpang, dan bahkan sesat dan menyesatkan”.
Dalam
kaitannya dengan peristiwa ini, kita perlu memperhatikan firman Allah SWT:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى
عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ(7) يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ
بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ(8)
Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap
Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.(7) Mereka ingin hendak memadamkan
cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.(8) {QS ash-Shaff, 61: 7-8)
Pengertian
Sesat
Sesat
atau kesesatan (dhalâl, Ar.); ialah setiap yang menyimpang dari jalan
yang dituju (yang benar) dan setiap yang berjalan bukan pada jalan yang benar.
Dalam pengertian kemasyarakatan dimaknai sebagai sesuatu yang menyimpang dari mainstream
(arus-utama), yang sering disebut juga dengan istilah “kelompok sempalan”.
Dalam
praktik – secara sosiologis – kesesatan-kesesatan (yang dilakukan oleh sebagian
orang) itu kadang-kadang tidak dianggap sesat walaupun dilaksanakan banyak
orang. Di antara contohnya adalah kelompok yang tidak langsung dikenali sebagai
kelompok sesat, misalnya: “Komunitas Penimbrung Islam”, dengan seolah-olah
merujuk pada al-Quran (dan bahkan dalam banyak hal mengaku mengikuti as-Sunnah),
padahal jelas-jelas melakukan pelanggaran atas prinsip-prinsip yang ditawarkan
oleh al-Quran (dan juga as-Sunnah).
Kelompok
ini muncul di mana-mana dengan mencoba menawarkan pendapat-pendapat yang baru,
yang seolah-olah bersumber dari al-Quran (dan as-Sunnah), tetapi
menjelaskannnya dengan dalih: “ta’wil”, pemaknaan al-Quran yang lebih
kontekstual dan melepaskan diri dari kungkungan teks (al-Quran maupun
as-Sunnah).
Di
antara kelompok “penimbrung Islam” ini: NII KW-IX (yang kemudian
memperkenalkan dirinya menjadi NKA KW-IX)
NII
(Negara Islam Indonesia) asalnya DI (Darul Islam, diproklamasikan Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo, 7 Agustus 1949 di Cisayong Tasikmalaya Jawa Barat).
Kemudian nama NII itu berupa penjelasan singkat tentang proklamasi. Pada tahun
1980-an ketika diadakan musyawarah tiga wilayah besar (Jawa Barat, Sulawesi,
dan Aceh) di Tangerang Jawa Barat, diputuskan bahwa Adah Djaelani Tirtapradja
diangkat menjadi Imam NII. Lalu ada pemekaran wilayah NII yang tadinya 7
menjadi 9, penambahannya itu KW VIII (Komandemen Wilayah VIII) Priangan Barat
(mencakup Bogor, Sukabumi, Cianjur), dan KW IX Jakarta Raya (Jakarta,
Tangerang, Bekasi).
Pada
dekade 1990-an KW IX dijadikan sebagai Ummul Quro (ibukota negara) bagi NII,
menggantikan Tasikmalaya, atas keputusan Adah Djaelani. Karena pentingnya
menguasai ibukota sebagai pusat pemerintahan, maka dibukalah program negara
secara lebih luas, dan puncaknya ketika pemerintahan dipegang Abu Toto Syekh
Panjigumilang (yang juga Syekh Ma’had Al-Zaitun, Desa Gantar, Indramayu, Jawa
Barat) menggantikan Adah Djaelani sejak tahun 1992.
Penyelewengannya
terjadi ketika pucuk pimpinan NII dipegang Abu Toto. Ia mengubah beberapa
ketetapan-ketetapan Komandemen yang termuat dalam kitab PDB (Pedoman Dharma
Bakti) seperti menggantikan makna fai’ dan ghanimah yang tadinya bermakna harta
rampasan dari musuh ketika terjadi peperangan (fisik), tetapi oleh Abu Toto
diartikan sama saja, baik perang fisik maupun tidak. Artinya, harta orang
selain NII boleh dirampas dan dianggap halal. Pemahaman ini tidak dicetuskan
dalam bentuk ketetapan syura (musyawarah KW IX) dan juga tidak secara tertulis,
namun didoktrinkan kepada jamaahnya. Sehingga jamaahnya banyak yang mencuri,
merampok, dan menipu, namun menganggapnya sebagai ibadah, karena sudah
diinstruksikan oleh ‘negara’.
Dalam
hal shalat, dalam Kitab Undang-undang Dasar NII diwajibkan shalat fardhu 5
waktu, namun perkembangannya, dengan pemahaman teori kondisi perang, maka
shalat bisa dirapel. Artinya, dari mulai shalat zhuhur sampai dengan shalat
subuh dilakukan dalam satu waktu, masing-masing hanya satu rakaat. Ini doktrin
Abu Toto dari tahun 2000-an.
Mengenai
puasa, mereka mengamalkan hadits tentang mengakhirkan sahur dan menyegerakan
berbuka dengan cara, sudah terbit matahari pun masih boleh sahur, sedang jam 5
sore sudah boleh berbuka. Alasannya dalil hadits tersebut.
Gerakan
ini mencari mangsa dengan jalan setiap jamaah diwajibkan mencari satu orang
tiap harinya untuk dibawa tilawah. Lalu diarahkan agar hijrah dan berbaiat
sebagai anggota NII. Karena dengan baiat maka seseorang terhapus dari dosa masa
lalu, tersucikan diri, dan menjadi ahli surga. Untuk itu peserta ini harus
mengeluarkan shadaqah hijrah yang besarnya tergantung dosa yang dilakukan.
Anggota NII di Jakarta saja, saat ini diperkirakan 120.000 orang yang aktif.
Sesungguhnya,
munculnya berbagai aliran tersebut mungkin menjadi salah satu bukti dan makna
dari pernyataan Rasulullah SAW, kelak umatku akan terpecah belah menjadi 73
golongan. Semuanya akan masuk ke dalam neraka, kecuali satu kelompok, yaitu
mereka yang mengikuti sunahku dan sunah-sunah sahabatku. Kelompok yang akan
selamat itu adalah mereka yang antara lain meyakini keenam rukun iman dan
kelima rukun Islam yang bersifat pasti dan tetap, yang syahadatnya terdiri dari
dua kalimah syahadat, yaitu asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna
muhammadan rasuulullah (aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah).
Kita
berharap ada upaya bersama dari semua kalangan dan komponen umat untuk
membendung dan menghentikan aliran-aliran tersebut, jangan sampai tumbuh dan
berkembang, baik sekarang maupun di masa-masa yang akan datang.
Jangan
sampai umat terpukau oleh retorika kosong, penuh dengan penipuan yang bersumber
dari bisikan-bisikan Iblis la’natullah `alaihi, yang dalam bahasa Alquran
disebut dengan zukhrufal qauli ghurûran (perkataan yang seolah-olah
indah tapi penuh dengan penipuan), sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-An’âm
[6]: 112-113.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ
عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا
يَفْتَرُونَ(112) وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ(113)
Dan
demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan
(dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu
(manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya,
maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.(112) Dan
(juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat
cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka
mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan.(113)
Menurut
ayat ini, kelompok ini disebut sebagai musuh para Nabi, yang tentu saja menjadi
musuh orang-orang yang beriman.
Umat
harus didorong untuk bersikap kritis, tidak mudah terkecoh dan percaya kepada
pemimpin aliran tersebut, bahkan jangan sampai mereka dianggap sebagai
“orang-orang pintar”. Justeru mereka adalah orang yang jâhil murakkab
(jelas-jelas bodoh tapi tidak merasa bahwa dia bodoh).
Insya
Allah umat Islam yang “benar-benar beriman“ dan “beramal saleh” akan
selalu siap menangkalnya.
"Siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang melarang menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya dan berusaha untuk merobohkan nya? Tidaklah sepantasnya mereka masuk mesjid-mesjid itu kecuali dengan perasaan takut kepada Allah. Mereka akan mendapat kehinaan didunia dan azab yang berat sekali di akhirat." (QS. Al-Baqarah 114)
ReplyDeleteSilahkan anda belajar lagi tn. Tulisan tn bisa mencelakakan tn sendiri. Sabaqal Mufarridun