Saturday, June 13, 2015

TIDAK PERCAYA DENGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN




AKU TIDAK PERCAYA DENGAN  KEBIJAKAN PENDIDIKAN HARI INI
 
Oleh M.Rakib WI. LPMP.  Riau Indonesia

Kalau aku boleh berbeda pendapat, aku tidak percaya dengan kebijakan  pendidikan Indonesia saat ini dengan alasan:
1.Tidak menjawab tantangan MEA (Perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi Asean), pendidikan
2.Tamat SMP  SMA tidak mandiri, padahal yang saya inginkan tamat SD saja harus sudah mandiri, sesuai dengan umurnya dan lingkungannya.
3. Bangsa kita, tidak mengenal Tuhan, karena murid SD sampai SMA hanya menhafal, mereka tidak paham, bahkan kalau mereka jadi pejabat pemerintahan kelak, juga sebagai pejabat yang tidak bertuhan, buktinya yang sudah hajipun masih mengahafal dalam ucapan, sehingga mereka bisa menjadi koruptor. Itulah dosa-dosa pendidikan kita.
MAU TAHU, MENANGKAP IKAN
UMPANNYA JANGAN, DIBERI ANGGUR
MAU TAHU, DOSA PENDIDIKAN,
TANYAKAN SARJANA, YANG MENGANGGUR


Pejaabat pepmbuat kebijakan di bidang pendidikan bisa berdosa besar, jika kebongan UN, yang berkaitan dengan bocornya kunci jawaban beredar terus. Ingatlah Tuan, pendidikan adalah investasi masa depan dan masalah yang kita hadapi saat ini adalah pendidikan.
Coba anda baca harian Malang (ANTARA News) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Prof Dr Abdul Malik Fadjar mengemukakan akar permasalahan kebangsaan di Tanah Air adalah pendidikan.


Awas pengangguran orang terdidik kepalanya bukan tangannya."Pendidikan adalah investasi masa depan dan masalah yang kita hadapi saat ini adalah pendidikan. Oleh karenanya, dalam pertemuan ini kita berupaya mencari satu titik kunci, yakni pentingnya membangun nilai-nilai kebangsaan melalui pendidikan," kata Malik Fadjar dalam pertemuan terbatas dengan praktisi pendidikan Indonesia di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin.


Dalam pertemuan terbatas tersebut, dihadiri oleh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Prof Dr Edy Suandi Hamid, Rektor Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Prof Dr Muchlas Samani, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof Dr Suyanto, guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Dr Baedhowi, dan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMM Dr Poncojari Wahyono.

Lebih lanjut, Malik Fadjar mengatakan karena begitu pentingnya masalah pendidikan dan kebangsaan ini, para narasumber yang diminta pendapatnya adalah mereka yang sudah berpengalaman di bidang pendidikan, baik sebagai akademisi maupun praktisi.

Selain di UMM, forum serupa juga diadakan di kampus-kampus lainnya untuk menjaring gagasan-gagasan inovatif bagi pendidikan Indonesia.

Ketua APTISI Prof Dr Edy Suandi dalam paparannya menyebutkan pendidikan Indonesia selama ini hanya terfokus pada aspek pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi kurang berpijak pada aspek sikap. Hal itu membuat kejujuran dan integritas merupakan hal langka yang dimiliki anak bangsa ini.

"Kalaupun ada pelajaran terkait pentingnya sikap, itu sebatas pelengkap saja. Tak heran kita pernah menjadi bangsa terkorup di dunia," kata Edy yang juga guru besar Ilmu Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) ini.

Sementara guru besar Fakultas Ekonomi UNY Prof Suyanto menilai pendidikan di Indonesia miskin inspirasi. Pendidikan itu yang terpenting menginspirasi, sebab semua teknologi lahir dari inspirasi dan imajinasi.

Agar bisa menginspirasi, katanya, harus dibangun masyarakat pembelajar yang menguasai delapan keterampilan dan relevan dengan abad ini (21st century skills), yaitu kepemimpinan, literasi digital, komunikasi, kecerdasan emosional, kewirausahaan, kewargaan global, serta kemampuan problem-solving dan team-working.

Sedangkan Rektor Unesa Prof Muchlas Samani menyarankan rancangan pendidikan harus didasarkan atas prediksi situasi 20 tahun mendatang agar hasilnya sesuai dengan situasi ketika lulusan terjun ke masyarakat.

"Agar pendidikan Indonesia mampu menghadapi persaingan global, tak hanya siswa yang dituntut memiliki skill abad 21, tapi guru dan dosen harus menyesuaikan cara pembelajarannya agar selaras dengan tujuan tersebut," ujarnya.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook