LAMPIRAN 9
ANAK KECIL
DIANGKAT JADI
PANGLIMA
PERANG
M.Rakib Muballigh IKMI Pekanbaru Riau Indonesia. 2015
Orang tua Usamah
Para sahabat tidak merasa aneh bila Rasulullah bersuka-cita dengan
kelahiran bayi yang baru itu. Kerana, mereka mengetahui kedudukan kedua orang
tuanya di sisi Rasulullah.
ANAK BELAJAR DARI KEHIUPAN
Children
Learn What They Live
If children live with criticism, they learn to condemn.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.
Terjemahan
Indonesia
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar renda diri.
jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri.
jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar ia belajar menahan diri.
jika anak dibesarkan dengan dorongan,
ia belajar percaya diri.
jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
ia belajar keadilan.
jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar renda diri.
jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyesali diri.
jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar ia belajar menahan diri.
jika anak dibesarkan dengan dorongan,
ia belajar percaya diri.
jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
ia belajar keadilan.
jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Anak Belajar
dari Kehidupannya (puisi Dorothy Law Nolthe )
Pendidikan anak usia dini yang paling
fenomenal sepanjang sejarah barangkali adalah “Children Learn What They Live” yang ditulis Dorothy Law
Nolte. Salah satu bukti dari fenomenalnya puisi ini adalah bahwa setidaknya sampai
tahun 1998, puisi ini telah diterjemahkan dalam 35 bahasa dan jumlahnya
barangkali terus bertambah. Puisi pendidikan anak ini mampu merangkum segi-segi
yang perlu diperhatikan dalam pendidikan anak (usia dini) dengan ungkapan
sehari-hari yang sangat familiar, sederhana, padat, namun sangat menuntut kerja
keras bila akan dipraktikkan.
Puisi pendidikan yang sudah menjadi karya klasik ini
sebenarnya ditulis pada tahun 1954 untuk koran Torrance Herald di
Southern California, di mana Dorothy sendiri adalah salah satu kolumnisnya.
Setelah dimuat di surat kabar itu, puisi ini menjadi sangat terkenal dan dapat
ditemukan di mana-mana.Ironisnya, seperti halnya puisi sastrawan Indonesia yang dibahas
terdahulu, pada waktu itu banyak juga yang
tidak tahu siapa penulis puisi pendidikan yang sangat dalam ini, sehingga
banyak yang mencantumkan “Author Unknown” maupun “Anonymous”. Ada
juga yang mengubah dan memodifikasi baris-baris di dalamnya tanpa meminta izin
penulisnya terlebih dahulu. Bahkan dalam menulis 100 Ways to Enhance
Self-concept in the Classroom: A handbook for teachers and parents (Boston:
Allyn & Bacon, 1976), Jack Canfield (yang kelak juga menulis best-seller Chicken
Soup for the Soul) sepertinya tertipu karena memasukkan puisi yang ternyata sudah
dimodifikasi orang.
Dorothy Law Nolte, Ph.D, penulis puisi pendidikan ini, adalah seorang pendidik dan
ahli konseling keluarga. Nama aslinya adalah Dorothy Louise. Dalam kebudayaan
Barat pada umumnya, bila seorang perempuan menikah maka ia akan menggunakan
nama belakang dari nama keluarga sang suami.Nah, dalam kasus Dorothy, Law adalah
nama keluarga dari suami pertamanya, Durwood Law. Sementara itu, Nolte adalah
nama keluarga dari suami kedua, Claude Nolte. Untuk ukuran Amerika, memakai
nama keluarga milik suami pertama dan kedua sekaligus seperti ini sebenarnya
kurang lazim. Tapi begitulah mungkin cara Dorothy mempertahankan kejelasan
sejarah hidupnya.
Puisi tulisan Dorothy itu, setelah kemunculan pertamanya di
koran pada tahun 1954, menjadi sangat terkenal dan direproduksi di mana-mana.
Yang paling spektakuler adalah ketika salah satu divisi Abbott Laboratories, Inc.,
sebuah perusahaan multinasional, mencantumkan puisi itu (serta 10 macam
terjemahannya untuk 10 negara tujuan pemasaran yang berbeda) di kemasan produk
nutrisi bayi yang terdistribusikan di seluruh dunia tanpa memberi royalti
apa-apa kepada penulisnya. Dorothy sendiri baru mengurus hak intelektual atas
puisi itu tahun 1972 namun tetap mengizinkan Abbott untuk terus menggunakan
puisi itu secara cuma-cuma.
Dalam
sejarahnya, puisi ini sempat direvisi dua kali oleh penulisnya. Pertama,
pada awal tahun 1980-an, Dorothy mengubah pronomina tunggal menjadi jamak agar
netral, karena bahasa Inggris termasuk bahasa yang berjender (membedakan
nomina-pronomina feminin dan maskulin). Pada awalnya, nomina “anak” dan
pronominanya dalam puisi ini berbentuk tunggal: “If a child lives
with ..., he learns ....” Untuk menetralisir isu gender dalam puisi
itu, kemudian digantilah pronomina untuk proposisi dasar puisi itu secara
keseluruhan menjadi plural (jamak): “If children live with ..., they
learn ... .” (Catatan: Dalam hal sensitivitas gender ini, bahasa Indonesia
telah jauh lebih maju)
Perubahan
kedua adalah dengan memecah baris tertentu yang terlalu panjang dan
kompleks menjadi dua baris, serta menambahkan baris baru seiring perkembangan
yang membawa situasi-situasi baru yang perlu direspons. Demikianlah, puisi yang
awalnya terdiri dari 14 baris itu kini menjadi 19 baris.
Pada
tahun 1998 Dorothy menjabarkan puisi itu menjadi sebuah buku yang terdiri dari
19 bab (sesuai jumlah baris dalam puisi). Buku ini ditulis bersama Rachel
Harris, dan diberi judul Children Learn What They Live: parenting to inspire
values, diterbitkan oleh Workman Publishing Company, New York. Buku ini
diberi kata pengantar oleh penulis buku Chicken Soup for the Soul, Jack
Canfield, yang –menurut pengakuannya sendiri– ternyata sangat dipengaruhi oleh
puisi Dorothy ini.
Sebelum kepergiannya tahun 2005 pada usia 81 tahun,
Dorothy Law Nolte telah sempat merampungkan buku yang kedua tentang pendidikan
dan pengasuhan remaja, yang juga disusun berdasarkan pola buku pertama. Buku
ini diberi judul Teenagers Learn What They Live: parenting to inspire
integrity and independence, terbit tahun 2002.
Children
Learn What They Live
Berikut ini adalah terjemahan yang
diberikan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Islam Aktual;
refleksi-sosial seorang cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, Cet. X, 1998,
hal. 187).
Anak-anak
Belajar dari Kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Catatan
Bila kita perhatikan, ada beberapa
baris yang hilang pada terjemahan puisi pendidikan anak tersebut. Sementara
puisi aslinya terdiri dari 19 baris, puisi terjemahan Kang Jalal baru mencakup
11 baris, sehingga secara keseluruhan ada selisih 8 baris. Nampaknya, puisi
yang sampai ke tangan Kang Jalal pada waktu itu adalah puisi yang sudah
“dimodifikasi oleh orang lain” sebagaimana sudah disinggung di atas.
Pernyataan Dorothy Law Nolte sendiri dalam pengantar bukunya
(1998: xiii-ix) itu dapat mengafirmasi kemungkinan ini, yaitu bahwa sebelum ia
tambahkan baris terakhir itu, memang sudah ada orang yang menambahkan satu
baris terakhir pada puisi itu: “If children live with acceptance and
friendship, they learn to find love in the world”. Kalau kita perhatikan
puisi terjemahannya, tepat seperti itulah maksud yang ingin disampaikan baris
“selundupan” dalam puisi ini: “Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan
persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.” (Tentang
ketidaksetujuan Dorothy terhadap isi baris "selundupan" ini, Anda
dapat membacanya di bagian pengantar buku Children Learn What They Live:
parenting to inspire values.)
Apalagi, kalau kita ingat bahwa tulisan Kang Jalal dalam buku
itu (termasuk tulisan tentang puisi Dorothy Law Nolte) awalnya merupakan
tulisan-tulisan di kolom berbagai harian dan majalah sebelum tahun 1990 yang
dikumpulkan dan diterbitkan penyuntingnya tahun 1991 (cetakan pertama).
Sementara itu, versi final dari puisi “Children Learn What They Live”
baru muncul pada tahun 1998. Jadi, wajar bila memang ada yang hilang dari puisi
yang diterjemahkan Kang Jalal waktu itu. Atau mungkin saya saja yang sok tahu.
Entahlah...
Hal
berikutnya yang juga harus diperhatikan adalah penerjemahan dari jamak ke
tunggal. Untuk yang satu ini kita hanya bisa berspekulasi. Bisa jadi memang
yang diterjemahkan Kang Jalal itu versi sebelum dirubah sendiri oleh penulisnya
(“If a child lives with ..., he learns ....”) Bisa juga,
Kang Jalal melakukan singularisasi, dengan menerjemahkan “If children live with
..., they learn ... ”
menjadi “Jika anak dibesarkan
dengan ..., ia belajar
... .”
Sebagaimana disinggung di atas, singularisasi ini justru
menghindarkan puisi terjemahan itu dari bias jender, yang kehadirannya dalam
bahasa Inggris dihindari oleh Dorothy melalui bentuk plural. Puisi terjemahan
itu diuntungkan karena bahasa Indonesia tidak mengenal nomina-pronomina
berjender. Dari segi bentuk, singularisasi ini akan mempersingkat baris puisi
dengan menghindari penggunaan kata ulang (anak-anak) dan pronomina yang
lebih panjang (mereka). Dari segi makna pun, penerjemahan demikian itu
masih dapat diterima, bahkan justru lebih efektif.
Apa pun, yang jelas dari segi penerjemahan, puisi terjemahan
Kang Jalal itu sangat mengena. Kita pun masih bisa meraba-raba, baris mana saja
yang hilang dari puisi terjemahan itu. Sebagai penulis kawakan dan komunikator
ulung, nampaknya Kang Jalal memang berhasil mengolah pesan puisi itu dalam
bahasa aslinya untuk kemudian secara sangat lugas tapi cermat disampaikan dalam
bahasa audiens-nya. Coba bandingkan baris yang berikut:If children live with
fairness, they learn justice.Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
ia belajar keadilan.Luar biasa!!
No comments:
Post a Comment