KISAH PATUNG CANTIK
ALISIS KECIL Dr.M.Rakib Riau
Saya memperkirakan,
orang melampiaskan keinginanannya kepada patung cantik buatan Jepang , hanya
dibenarkan jika keadaan darurat, atau oleh anak kepal, orang cacat, tapi kalau
dibenarkan masih ada masalah juga, bahkan yang sudah punya isteripun ada yang
memakai karet cantik itu.Saya lacak di internet, katanya dosanya sama dengan
dosa onani, tapi walaupun demikian, simaklah gambaran sedikit di bawah ini:
Ada gambarannya
sedikit dari Al-Ustadz Abu Abdillah As
Sarbini Al- Makassari
Permasalahan
onani/masturbasi (istimna’) adalah permasalahan yang telah dibahas oleh para
ulama. Onani adalah upaya mengeluarkan mani dengan menggunakan tangan atau yang
lainnya. Hukum permasalahan ini ada rinciannya sebagai berikut:
1. Onani yang dilakukan
dengan bantuan tangan/anggota tubuh lainnya dari istri atau budak wanita yang
dimiliki. Jenis ini hukumnya halal, karena termasuk dalam keumuman
bersenang-senang dengan istri atau budak wanita yang dihalalkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala.1 Demikian pula hukumnya bagi wanita dengan tangan suami
atau tuannya (jika ia berstatus sebagai budak, red.). Karena tidak ada
perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan hingga tegak dalil yang
membedakannya. Wallahu a’lam.
2. Onani yang
dilakukan dengan tangan sendiri atau semacamnya. Jenis ini hukumnya haram bagi
pria maupun wanita, serta merupakan perbuatan hina yang bertentangan dengan
kemuliaan dan keutamaan. Pendapat ini adalah madzhab jumhur (mayoritas ulama),
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu, dan pendapat terkuat dalam madzhab Al-Imam
Ahmad rahimahullahu. Pendapat ini yang difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da’imah
(yang diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz), Al-Albani, Al-’Utsaimin, serta Muqbil
Al-Wadi’i rahimahumullah. Dalilnya adalah keumuman firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
وَالَّذِينَ هُمْ
لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang
yang menjaga kemaluan-kemaluan mereka (dari hal-hal yang haram), kecuali
terhadap istri-istri mereka atau budak-budak wanita yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka tidak tercela. Barangsiapa mencari kenikmatan selain itu,
maka merekalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun: 5-7, juga
dalam surat Al-Ma’arij: 29-31)
Perbuatan onani
termasuk dalam keumuman mencari kenikmatan syahwat yang sifatnya melanggar
batasan syariat yang dihalalkan, yaitu di luar kenikmatan suami-istri atau tuan
dan budak wanitanya.
Sebagian ulama termasuk
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berdalilkan dengan hadits ‘Abdillah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian
pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah,
karena pernikahan membuat pandangan dan kemaluan lebih terjaga. Barangsiapa
belum mampu menikah, hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa
merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Al-’Utsaimin
rahimahullahu berkata: “Sisi pendalilan dari hadits ini adalah perintah Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi yang tidak mampu menikah untuk berpuasa.
Sebab, seandainya onani merupakan adat (perilaku) yang diperbolehkan tentulah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan membimbing yang tidak mampu
menikah untuk melakukan onani, karena onani lebih ringan dan mudah untuk
dilakukan ketimbang puasa.”
Apalagi onani sendiri
akan menimbulkan mudharat yang merusak kesehatan pelakunya serta melemahkan
kemampuan berhubungan suami-istri jika sudah berkeluarga, wallahul musta’an.2
Adapun hadits-hadits
yang diriwayatkan dalam hal ini adalah hadits-hadits yang dha’if (lemah).
Kelemahan hadits-hadits itu telah diterangkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullahu dalam At-Talkhish Al-Habir (no. 1666) dan Al-Albani dalam Irwa’
Al-Ghalil (no. 2401) serta As-Silsilah Adh-Dha’ifah (no. 319). Di antaranya hadits
‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma:
سَبْعَةٌ لاَ يَنْظُرُ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ
وَيَقُوْلُ: ادْخُلُوْا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ: … وَالنَّاكِحُ يَدَهُ ….
الْحَدِيْثَ
“Ada tujuh golongan
yang Allah tidak akan memandang kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan
membersihkan mereka (dari dosa-dosa) dan berkata kepada mereka: ‘Masuklah
kalian ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya!’ (di
antaranya): … dan orang yang menikahi tangannya (melakukan onani/masturbasi)
….dst.” (HR. Ibnu Bisyran dalam Al-Amali, dalam sanadnya ada Abdullah bin
Lahi’ah dan Abdurrahman bin Ziyad bin An’um Al-Ifriqi, keduanya dha’if [lemah]
hafalannya)
Namun apakah
diperbolehkan pada kondisi darurat, yaitu pada suatu kondisi di mana ia
khawatir terhadap dirinya untuk terjerumus dalam perzinaan atau khawatir jatuh
sakit jika air maninya tidak dikeluarkan? Ada khilaf pendapat dalam memandang
masalah ini.
Jumhur ulama
mengharamkan onani secara mutlak dan tidak memberi toleransi untuk melakukannya
dengan alasan apapun. Karena seseorang wajib bersabar dari sesuatu yang haram.
Apalagi ada solusi yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk meredakan/meredam syahwat seseorang yang belum mampu menikah, yaitu
berpuasa sebagaimana hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di atas.
Sedangkan sekelompok
sahabat, tabi’in, dan ulama termasuk Al-Imam Ahmad rahimahullahu memberi
toleransi untuk melakukannya pada kondisi tersebut yang dianggap sebagai
kondisi darurat.3 Namun nampaknya pendapat ini harus diberi persyaratan seperti
kata Al-Albani rahimahullahu dalam Tamamul Minnah (hal. 420-421): “Kami tidak
mengatakan bolehnya onani bagi orang yang khawatir terjerumus dalam perzinaan,
kecuali jika dia telah menempuh pengobatan Nabawi (yang diperintahkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada kaum pemuda dalam hadits yang sudah dikenal yang memerintahkan mereka
untuk menikah dan beliau bersabda:
فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Maka barangsiapa
belum mampu menikah hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan
obat yang akan meredakan syahwatnya.”
Oleh karena itu, kami
mengingkari dengan keras orang-orang yang memfatwakan kepada pemuda yang
khawatir terjerumus dalam perzinaan untuk melakukan onani, tanpa memerintahkan
kepada mereka untuk berpuasa.”
Dengan demikian,
jelaslah kekeliruan pendapat Ibnu Hazm rahimahullahu dalam Al-Muhalla (no.
2303) dan sebagian fuqaha Hanabilah yang sekadar memakruhkan onani dengan
alasan tidak ada dalil yang mengharamkannya, padahal bertentangan dengan
kemuliaan akhlak dan keutamaan.
Yang lebih
memprihatinkan adalah yang sampai pada tahap menekuninya sebagai
adat/kebiasaan, untuk bernikmat-nikmat atau berfantasi/mengkhayalkan nikmatnya
menggauli wanita. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata dalam
Majmu’ Al-Fatawa (10/574): “Adapun melakukan onani untuk bernikmat-nikmat
dengannya, menekuninya sebagai adat, atau untuk mengingat-ngingat (nikmatnya
menggauli seorang wanita) dengan cara mengkhayalkan seorang wanita yang sedang
digaulinya saat melakukan onani, maka yang seperti ini seluruhnya haram.
Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengharamkannya, demikian pula yang selain beliau.”
Wallahu a’lam.
Semoga Allah Subhanahu
wa Ta’ala membimbing para pemuda dan pemudi umat ini untuk menjaga diri mereka
dari hal-hal yang haram dan hina serta merusak akhlak dan kemuliaan mereka.
Amin.
Washallallahu ‘ala
nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wasallam, walhamdulillahi Rabbil
‘alamin.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Sri Rahayu asal Surakarta, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil di daerah surakarta, dan disini daerah tempat mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Jakarta Timur karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-1144-2258 atas nama Drs Muh Tauhid SH.MSI beliaulah yang selama ini membantu perjalanan karir saya menjadi PEGAWAI NEGERI SIPIL, alhamdulillah berkat bantuan bapak Drs Muh Tauhid SH.MSI SK saya dan 2 teman saya tahun ini sudah keluar, bagi anda yang ingin seperti saya silahkan hubungi bapak Drs Muh Tauhid SH.MSI, siapa tau beliau bisa membantu anda
ReplyDelete