DARAH BIRU
TANGAN TUHAN
SURGA DI TELAPAK KAKI
Analisis M.Rakib Ciptakarya Pekanbaru Riau.2014
KINAYAH ANTARA
PERLAMBANGAN DAN MAKSUD
TUHAN BERSELA DI ATAS
ARASY
Kinayah adalah menyebutkan sesuatu ungkapan
yang dimaksudkan dengan makna lain yang bukan makna asalnya. Namun definisi
yang lebih masyhur dan diterima pakai ialah pendapat al-Hasyimy yang melihat
kinayah sebagai ungkapan yang menggunakan makna tersirat, di samping harus
menggunakan makna tersurat. Antara tujuan kinayah adalah untuk memperelok makna
dan mengindahkannya, di samping menyembunyikan sesuatu perkara daripada
pendengar.
Sebagai contoh: فُلاَن نَؤُوْمُ الضُّحاَ
Ungkapan kinayah di atas bermaksud: Si fulan
gemar tidur waktu pagi. Dalam kalangan orang Arab, ungkapan fulan na’umu
al-Dhuha sangat masyhur untuk menggambarkan seseorang yang kaya. Lantaran
kekayaannya itu, dia boleh tidur dan bersenang-lenang tanpa perlu gigih bekerja
pada waktu pagi. Tetapi jika fulan na’umu al-Dhuha difahami dengan makna
literalnya (gemar tidur waktu pagi) juga tidak salah.
Kinayah terbahagi kepada 3 jenis. Salah satunya
kinayah ‘an al-Siffat yang menyerupai bentuk “simpulan bahasa” dalam
retorika Melayu. Bahkan terdapat ungkapan-ungkapan dalam kedua-dua bahasa
tersebut yang faktor lahirnya ungkapan tersebut hampir sama.
Contohnya, ungkapan دَمٌ خَفِيْف
adalah kinayah yang bermaksud “darah cair”. Dalam retorika Melayu. “darah cair”
adalah sebuah simpulan bahasa yang membawa maksud seorang yang peramah atau
bermulut manis. Begitu juga dengan ungkapan البَبْغاَء
(burung kakaktua) hampir sama dengan ungkapan “burung murai” bagi mengkiaskan
"orang yang suka bercakap banyak" dalam retorika Melayu.
Namun tidak semua kinayah ‘an-Siffah
boleh diterjemahkan ke bahasa Melayu untuk dijadikan “simpulan bahasa” dengan
menggunakan maksud yang sama kerana perbezaan latar budaya dan geografi.
Sebagai contoh, penggunaan ungkapan panjang tangan dalam peribahasa Melayu
diertikan sebagai “orang yang suka mencuri”, manakala dalam ilmu
Balaghah, طُوْلُ الذِّرَاع membawa maksud
yang berlainan, iaitu orang yang banyak bersedekah.
Dalam pengajaran Balaghah di Indonesia dan Malaysia,
kinayah sering dianggap atau diterjemahkan sebagai “kiasan”. Namun tanggapan
atau terjemahan tersebut kurang tepat lantaran kiasan dalam bahasa Arab
merangkum hampir keseluruhan ‘Ilm Bayan. Sebaliknya kinayah adalah
sebahagian daripada ilmu tersebut, malah boleh berada di tengah-tengah antara
makna hakiki dan majazi.
DUNIA HAMPIR
KIAMAT
MANUSIA
MEMAKAI TAHINYA SENDIRI
(Drs.M.Rakib Ciptakarya Pekanbaru
Riau)
Dunia hampir kiamat,
Kotorannya sendiri, habis dilumat
Isi WC, dicampur tomat
Menjadi makanan, paling hebat
Jepang Telah
Berhasil Membuat Makanan dari Kotoran Manusia
March 1, 2014, INFO, DUNIA,
Mitsuyuki Ikeda, ilmuwan asal Okayama Laboratory уаkіn bahwa
banyak protein bagus ԁі ԁаƖаm kotoran manusia уаnɡ bіѕа dimanfaatkan. Untυk
іtυ, ia mencari cara υntυk mengekstraknya, mencampurnya ԁеnɡаn saus steak, ԁаn
berhasil mеmbυаt kotoran (tinja) іtυ menjadi makanan.
Orang mungkin bertanya-tanya ара alasannya mеƖаkυkаn hаƖ
іtυ. Tetapi ternyata, alasan utamanya аԁаƖаh permintaan ԁаrі pemerintah Tokyo
ѕеnԁіrі.
Sebagai informasi, Tokyo saat іnі kewalahan ԁеnɡаn lumpur
selokan bawah tanah, ԁаn satu-satunya cara υntυk mengatasinya ѕеƖаіn ԁеnɡаn membuang
kе laut аԁаƖаh ԁеnɡаn memakan ‘kotoran-kotoran’ tеrѕеbυt.
Saat diteliti, Ikeda mendapati bahwa lumpur іtυ penuh ԁеnɡаn
protein kаrеnа banyaknya konten bakteria ԁі sana. SеtеƖаh dikombinasikan ԁеnɡаn
peningkat reaksi ԁаn menempatkannya ԁі mesin ajaib уаnɡ disebut ‘exploder’,
akhirnya steak buatan berhasil dibuat.
Lumpur kotoran іtυ mengandung 63 persen protein, 25 persen
karbohidrat, 3 persen vitamin уаnɡ larut ԁаƖаm lemak, serta 9 persen masonry.
Adapun steak buatan уаnɡ dihasilkan pun warnanya juga merah, jadi konsumen
tіԁаk аkаn mengetahui bahwa уаnɡ аkаn ia makan merupakan tinja olahan.
“Dаrі uji pertama, orang-orang уаnɡ ѕυԁаh mencobanya
menyebutkan, rasanya ѕереrtі daging sapi,” sebut Ikeda, ѕереrtі dikutip ԁаrі
Digital Trends.
Menurut Ikeda ԁаn rekan-rekannya, cara іnі merupakan solusi
sempurna υntυk mengurangi јυmƖаh limbah ԁаn emisi ԁаrі perut. Namun sayangnya,
mаѕіh аԁа kekurangan ԁаrі solusi уаnɡ ditawarkan Ikeda. Biaya υntυk memproduksi
‘Daging’ buatan іtυ 10 ѕаmраі 20 kali Ɩеbіh mahal ԁіbаnԁіnɡkаn ԁеnɡаn harga
daging sapi sungguhan.
Peneliti Jepang Membuat Burger dari Kotoran Manusia
TEMPO.CO, Tokyo - Mitsuyuki Ikeda, seorang peneliti dari Laboratorium Okayama, Jepang, melakukan terobosan baru dengan membuat daging burger yang berasal dari kotoran manusia.
Ide ini muncul ketika dia diminta memberikan solusi bagaimana acara mendaur ulang sampah atau limbah kota. Menurut Ikeda, kotoran yang ada dalam sistem pembuangan sampah "dibungkus" dengan protein karena penuh dengan bakteri.
Timnya kemudian mengekstraksi protein tadi supaya berbentuk seperti steak. Untuk menampilkan daging seperti aslinya, Ikeda menambahkan zat pewarna makanan supaya warna daging menjadi merah dan membumbuinya dengan kedelai.
"Kami memberikan unsur tambahan ini supaya menghasilkan daging artifisial," katanya dalam postingan di video YouTube.
Setelah daging buatan itu jadi, Ikeda kemudian mengukur zat yang terkandung di dalamnya. Hasilnya, daging dari bahan kotoran manusia ini terdiri dari 63 persen protein, 25 persen karbohidrat, 3 persen lipid dan, 9 persen mineral.
Tapi, bagaimana cara mempopulerkan daging buatan itu? Bisa dipastikan tidak ada orang yang mau melahap daging yang berasal dari kotoran manusia.
Ikeda kemudian melakukan uji coba kepada sejumlah orang tanpa memberi tahu asal-usul daging artifisial itu. Ikeda mengklaim setiap orang yang memakan daging tersebut mengatakan rasanya lezat seperti daging sapi.
Ikeda mengatakan daging buatan ini adalah makanan ramah lingkungan. Selain karena dibuat dari limbah, dia berpendapat, selama ini peternakan adalah salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca yang cukup besar.
Sayangnya, harga daging kotoran manusia itu masih jauh lebih mahal dibanding daging sapi. Harga itu menjadi konsekuensi dari biaya riset dan berbagai peralatan yang digunakan. Namun, Ikeda mengatakan jika daging buatan itu bisa diproduksi secara massal, harganya bisa jauh lebih murah.
RINI K|DAILYMAIL
No comments:
Post a Comment