Tuesday, May 26, 2020

MENUDUH AGAMA DICIPTAKAN OLEH MANUSIA.

KARL MARX MENUDUH AGAMA DICIPTAKAN OLEH MANUSIA.
Catatan Kecil Dr.HM.Rakib Jamari Riau.
Marx menuduh agama, sebagai buatan,
Antara manusia dan lingkungan
Masalah ruhani, tak dipedulikan
Hanya yang tampak, jadi acuan.
Marx itu, rohaninya kosong,
Akal dan hatinya, tak saling menyokong,
Masuklah Iblis, saling mendorong,
Tanpa iman, fitrah yang agung.
Marx jelas-jelas adalah seorang pemikir dan teoretis yang memegang filosofi materialisme serba benda, dibandingkan idealisme. Menurutnya, dalam buku yang sama, bahwa masyarakatlah yang membentuk agama: ‘Man is the world of man – state, society. This state and this society produce religion, which is an inverted consciousness of the world, because they are an inverted world’, mencerminkan konsep materialisme yang dianutnya. Gagasan bahwa agama dan tuhan merupakan proyeksi dari manusia merupakan sebuah terobosan yang luar biasa karena berhasil mendobrak kepercayaan umum masyarakat tentang sosok ketuhanan. Poin utama dari analisis Marx tentang asal muasal agama adalah seperti adanya suprastruktur ideologis masyarakat yang lain, agama merupakan sebuah produk dari realitas material.
Pemikiran tersebut merupakan perpanjangan dari konsep “inversi Feuerbachian” yang ditunjukkan pada salah satu karya analisis teologi paling berpengaruh pada saat itu, The Essence of Christianity. Gagasan awal Feuerbach adalah bahwa analisis yang dilakukan selama ini terhadap agama berawal dari titik yang salah, yakni di tengah. Tuhan bukanlah makhluk yang eksis sebelum kita dan menentukan eksistensi manusia (pre-existing being) namun keberadaan manusialah yang menentukan eksistensi tuhan. Marx berpihak pada gagasan tersebut, dan menyatakan dengan tegas bahwa pada titik itulah kritik agama sudah berakhir, dengan berpendapat bahwa kritik agama yang merupakan premis dari semua kritik diawali oleh Luther dan diakhiri oleh Feuerbach.
Yang menarik, namun seringkali dilewatkan, adalah bagaimana sebenarnya Marx menghargai eksistensi agama dalam kehidupan manusia sebagai sesuatu yang besar: It (religion) is the fantastic realization of the human essence since the human essence has not acquired any true reality. Di saat yang sama, kekuatan agama yang besar tersebut, menurut Marx, bisa membentuk ilusi akan kebahagiaan di dalam pikiran manusia dan menjadi semacam ‘opium’ bagi orang-orang yang sakit sebab bisa meredakan penyakit dan kesengsaraan. Inilah yang dikritik Marx, yakni ilusi kebahagiaan yang bisa melemahkan semangat perlawanan kaum tertindas.
Marx menyatakan, rakyat kecil, sebagai orang tertindas harus memberontak, terhadap kelas di atasnya yang bersifat opresif dan menjadikan masyarakat sebagai orang yang tidak berjiwa dan tidak berperasaan. Bagi sebagian orang yang menganut agama, gagasan bahwa mereka akan bertemu lagi dengan orang-orang tercinta yang sudah meninggal terlebih dahulu di sebuah tempat yang jauh lebih baik dari dunia (surga), membantu mereka untuk berhadapan dengan ketidakadilan dan kekecewaan yang mereka alami di kehidupan sehari-hari.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, tidak seperti para filsuf dan kritikus agama lain yang memilih jalur teologis, Marx melakukan analisis terhadap agama dengan mengaitkannya pada aspek sosial dan ekonomi. Jalur analisis yang dipilihnya tersebut melahirkan suatu penekanan pada hubungan antara alienasi dan agama. Dalam tulisannya di awal tahun 1840an, ia menjelaskan panjang lebar alienasi manusia karena kekuasaan kapitalisme; kita teralienasi saat perkembangan kapasitas manusia digagalkan karena opresi dari pemilik modal dan permesinan. Alienasi merupakan suatu fitur permanen yang akan selalu ada dalam masyarakat yang terbagi atas kelas-kelas.
Dalam hal ini, menurut Marx, agama merupakan refleksi dari alienasi manusia dalam masyarakat yang setiap harinya merasa tertekan dengan kekuatan kapitalisme. Dalam kata lain, agama akan menjadi sebuah penenang atau pereda rasa sakit yang digunakan oleh orang-orang yang tertindas secara sosial dan ekonomi dalam masyarakat yang terbagi atas kelas-kelas.
Sebagai kesimpulannya, Marx memiliki alasan kuat yang untuk menyatakan bahwa tuhan dan agama terbentuk karena adanya suatu masyarakat kelas dan mereka membantu individu bertahan hidup di bawah tekanan. Sebagai seorang materialis yang peka terhadap lingkungan masyarakat sekitar, ia menyadari bahwa agama terkadang digunakan sebagai alat penggerak dan pendompleng kekuasaan oleh kaum kapitalis dan pada saat yang sama dijadikan sebagai sebuah ilusi untuk membuat mereka yang tertindas terus patuh.
Rakyat miskin dan tidak berdaya terinjak oleh kekuasaan. Jika kita mampu menelisik lebih dalam pada diskursus yang disampaikan Marx, kita akan menyadari bahwa ia sebenarnya berupaya menyadarkan umat beragama agar tetap menjadi bijaksana atas apa yang dipercayainya, bukan menyebarkan paham atheisme seperti yang digembar-gemborkan melalui propaganda pada suatu rezim. Semoga Allah memberikan hidayahnya agar orang kaya, mau berbagi dan orang miskin, punya pula jiwa bekerjasama dan jiwa mandiri.
Ingin tahu, makanan ikan,
Ada di bawah, daun berduri.
Ingin tahu, dosa pendidikan,
Ijazah punya, tapi tak bisa mandiri.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook