PANTUN DAN SYAIR JANGAN MENJADI ISTRI DURHAKA
PANTUN DAN SYAIR
JANGAN MENJADI ISTRI DURHAKA
Syair
Ciptakarya
Emansipasi, menggelegar,
Duniapun, jadi bergetar
Banyak istri, bekerja di
luar,
Suami di rumah, selalu lapar.
Wahai suami, di seluruh dunia,
Bisa menjadi, racun dunia.
Jika kurang, pengawasan imannya.
Suami yang dayus, tak pernah cemburu,
Imannya lemah, hidupnya ragu,
Isteri menyeleweng, pura-pura tak tahu,
Disiksa ketakutan, setiap
waktu.
Janganlah durhaka, kepada
suami,
Nada suara, janganlah tinggi,
Setan senantiasa, bertebaran
di bumi,
Terjadi perceraian, mereka
senang sekali.
Janganlah isteri, bermuka
masam,
Karena suami, pulangnya
malam,
Bermusyawarah, tanpa dendam,
Persoalan selesai, jiwapun
tenteram.
Adapun 20 perilaku durhaka istri terhadap suami adalah sebagai berikut :
1. Mengabaikan Wewenang Suami. Di dalam rumah tangga, istri adalah orang yang berada di bawah perintah suami. Istri bertugas melaksanakan perintah-perintah suami yang berlaku dalam rumah tangganya. Rasulullah menggambarkan seandainya seorang suami memerintahkan suatu pekerjaan berupa memindahkan bukit merah ke bukit putih atau sebaliknya, maka tiada pilihan bagi istrinya selain melaksanakan perintah suaminya.
2. Menentang Perintah Suami. Di dalam rumah tangga, perintah yang harus dilaksanakan istri adalah perintah suami. Begitu juga larangan yang harus dilaksanakan istri adalah larangan suaminya. Sabda Rasulullah : " Tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) Hadits tersebut tidak serta merta menempatkan kedudukan suami sederaja dengan Tuhan, tetapi hanya menerangkan bahwa jika hak suami untuk ditaati isstrinya yang sesuai dengan ketentuan Allah itu dilanggar oleh istrinya, ini berarti sama dengan istri melanggar perintah Allah SWT.
3. Enggan Memenuhi Kebutuhan Seksual Suami. Perkawinan diatur oleh syari'at Islam untuk memberikan jalan yang halal bagi suami dan istri untuk melakukan hubungan seksual atau penyaluran dorongan biologis. Dengan demikian manusia dapat melakukan regenerasi keturunan dengan cara yang diridlai Allah SWT. Karena itu, Islam menegaskan bahwasanya istri yang menolak ajakan suaminya berarti membuka pintu laknat terhadap dirinya.
4. Tidak Mau menemani Suami Tidur. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : " ... Bila seorang istri semalaman tidur terpisah dari ranjang suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai Shubuh." Bila istri ingin tidur sendiri, sedang suaminya berada di rumah pada malam harinya, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu pada suaminya.
5. Memberatkan Beban Belanja Suami. Allah SWT telah menegaskan bahwa setiap suami bertanggung jawab memberi nafkah istrinya sesuai dengan kemampuan. Istri yang menyadari bahwa suaminya miskin tidak dibenarkan menuntut belanja dari suaminya hanya mempertimbangkan kebutuhannya sendiri sehingga memberatkan suaminya.
6. Tidak Mau Bersolek Untuk Suaminya. Para istri diperintahkan untuk berkhidmat pada suaminya, termasuk mengurus dirinya sendiri dengan berhias dan berdandan sehingga dapat menyenangkan hati suaminya dan menimbulkan gairah dalam hidup bersama dirinya.
7. Merusak kehidupan Agama Suami. Istri diperintahkan untuk membantu suaminya dalam menegakkan kehidupan beragama, sedangkan suami diperintahkan untuk membimbing istri menjalankan agamanya dengan baik. Karena itu, kalau istri tidak mau membatu suami menegakkan agama, apalagi merusak iman dan akhlak agama suami, sudah tentu ia menjerumuskan suaminya ke dalam neraka.
8. Mengenyampingkan Kepentingan Suami Dari Aisyah ra, ujarnya : saya bertanya kepada Rasulullah SAW . : " Siapakah orang yang mempunyai hak paling besar terhadap seorang wanita?" Sabdanya : " Suaminya". Saya bertanya : " Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap seorang lelaki. " Jawabnya : "Ibunya". (HR.Bazaar dan Hakim; Hadits hasan) Jelaslah Hadits di atas bahwa kepentingan suami harus lebih didahulukan oleh seorang istri daripada kepentingan ibu kandungnya sesndiri.
9. Keluar Rumah Tanpa Izin Suami. Istri ditetapkan oleh Islam menjadi wakil suami dalam mengurus rumah tangga. Karena itu bilamana ia keluar meninggalkan rumah, maka dengan sendirinya ia harus lebih dulu mendapatkan izin suaminya. Bila ia tidak minta izin dan keluar rumah dengan kemauannya sendiri, maka ia telah melanggar kewajibannya terhadap suami, sedangkan melanggar kewajiban berarti durhaka terhadap suaminya.
10. Melarikan Diri Dari Rumah Suami Rasulullah saw bersabda : "Dua golongan yang sholatnya tidak bermanfaat bagi dirinya yaitu hamba yang melarikan diri dari rumah tuannya sampai ia pulang; dan istri yang melarikan diri dari rumah suaminya sampai ia kembali." (HR. Hakim, dari Ibnu 'Umar).
11. Menerima Tamu Laki-laki Yang Tidak Disukai Suami. Dalam sebuah Hadits, Rasulullah telah menegaskan bahwa seorang istri diwajibkan memenuhi hak-hak suaminya. Diantaranya yaitu : a. Tidak mempersilakan siapapun yang tidak disenangi suaminya untuk menjamah tempat tidurnya. b. Tidak mengizinkan tamu masuk bila yang bersangkutan tidak disukai oleh suaminya. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, Hadits hasan shahih).
12. Tidak Menolak Jamahan Tangan Lelaki Lain. ".... maka wanita-wanita yang shalih itu ialah yang taat lagi memelihara (dirinya dan harta suaminya) dikala suaminya tidak ada sebagaimana Allah telah memeliharanya..." (QS. An-Nisaa' (4) ayat 34) Rasulullah menjelaskan bahwa seorang istri yang membiarkan dirinya dijamah lelaki lain boleh diceraikan. Hal itu menunjukan bahwa perbuatan istri tersebut adalah durhaka terhadap suaminya.
13. Tidak Mau merawat Ketika Suami Sakit. Bila seorang istri menolak merawat suami yang sakit dengan alasan sibuk kerja atau tidak ada waktu karena merawat anak, maka ia telah melakukan tindakan yang tidak benar.
14. Puasa Sunnah Tanpa Izin Saat Suami Di Rumah. Dari Abu Harairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: " Seorang istri tidak halal berpuasa ketika suami ada di rumah tanpa izinnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
15. Menceritakan Seluk Beluk Fisik Wanita Lain Kepada Suami. Dari Ibnu Mas'ud, ujarnya : Rasulullah saw. bersabda: "Seorang wanita tidak boleh bergaul dengan wanita lain, kemudian menceritakan kepada suaminya keadaan wanita itu, sehingga suaminya seolah-olah melihat keadaan wanita tersebut." (HR. Bukhari dan Muslim).
16. Menolak Kedatangan Suami Bergilir Kepadanya. Seorang istri yang dimadu, tetap mempunyai kewajiban untuk mentaati perintahnya, menyenangkan hatinya, berbhakti dan selalu berperilaku baik kepada suaminya ketika ia datang bergilir.
17. Mentaati Perintah Orang Lain Di Rumah Suaminya.
18. Menyuruh Suami Menceraikan Madunya.
19. Minta Cerai Tanpa Alasan Yang Sah.
20. Mengambil Harta Suami Tanpa Izinnya.
Semoga ini menjadikan pelajaran dan dijadikan penambahan ilmu untuk perbaikan menjalani hidup.
Bagikan Artikel ini kepada temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share', semoga Dicatat Sebagai amal jariah / Ilmu yang bermanfaat yang disampaikannya kepada orang lain.
Semoga Allah membalas sekecil apapun amal baik kalian...
Bismillahirrohmanirrohim " INILAH MANUSIA YANG LEBIH HINA DARI BINATANG "
Pantun yang sudah
mengakar dalam kehidupan masyarakat Melayu ini, terutama Melayu masa silam, secara arif dijadikan media dakwah dan tunjuk
ajar oleh para ulama, pemangku adat, dan cerdik pandai sebagai media
penyampaian pesan-pesan moral yang sarat nilai-nilai luhur agama Islam, budaya, dan norma-norma sosial
masyarakat. Biasanya penyampaiannya dilakukan dengan berbagai variasi, seperti pantun nyanyian, pantun adat, pantun kelakar, pantun
nasehat, pantun berkasih sayang, bahkan pantun monto (mantera) sesuai
waktu, tempat, kemampuan dan kedudukan sang penyampai pantun, serta kepada
siapa pantun itu ditujukan.
Dalam kehidupan
masyarakat Melayu, pantun berperan penting dalam mewujudkan pergaulan seresam karena kemahiran
dalam berpantun seakan menjadi tolok ukur tingkat pergaulan dan status sosial seseorang.
Artinya, semakin mahir seseorang dalam pantun-memantun, maka semakin tinggi
pula tingkat pergaulan dan status sosialnya.
Di samping itu,
pantun berperan pula sebagai hiburan, penyalur aspirasi, penyebaran dan
penanaman nilai-nilai keagamaan, bahkan mencari jodoh. Singkat kata, pantun
menembus segala aspek kehidupan masyarakat Melayu. Sebagaimana tersebut dalam
ungkapan, "dengan pantun
banyak yang dituntun", "pantun dipakai membaiki perangai", "melalui pantun
syarak menuntun", "di dalam kelakar terdapat tunjuk ajar", "di dalam seloroh
ada petaruh", "di dalam menyindir terdapat tamsil", dan juga terungkap dalam pantun-pantun berikut:
Apa guna orang
bertenun
Untuk membuat pakaian adat
Apa guna orang berpantun
Untuk memberi petuah amanat
Apa guna daun kayu
Untuk tempat orang berteduh
Apa guna pantun Melayu
Untuk tempat mencari suluh
Untuk membuat pakaian adat
Apa guna orang berpantun
Untuk memberi petuah amanat
Apa guna daun kayu
Untuk tempat orang berteduh
Apa guna pantun Melayu
Untuk tempat mencari suluh
Dalam berpantun
biasanya para pemantun (penutur) sangat memperhatikan keserasian sampiran,
keserasian antara isi dan sampiran, pemilihan kata, dan penyusunan kalimat. Artinya, tidak
hanya sekadar kesamaan bunyi belaka. Dengan kata lain, pantun yang baik adalah
pantun yang sampiran dan isinya mengandung arti. Sehingga, pantun semacam ini
sedap didengar, mudah dipahami, tidak berbelit-belit apalagi mengada-ada, dan
yang terpenting bahwa pantun itu penuh dengan kandungan isinya yang mendalam
namun tetap mudah dicerna, seperti dalam pantun berikut ini:
Hari Jum‘at orang
sembahyang
Menyembah Tuhan beramai-ramai
Membayar zakat janganlah bimbang
Supaya bersih harta dipakai
Bila hidup tidak beriman
Banyaklah orang fitnah memfitnah
Bila mengikuti bisikan syetan
Kebaikan hilang marwahpun punah
Menyembah Tuhan beramai-ramai
Membayar zakat janganlah bimbang
Supaya bersih harta dipakai
Bila hidup tidak beriman
Banyaklah orang fitnah memfitnah
Bila mengikuti bisikan syetan
Kebaikan hilang marwahpun punah
Meskipun pada masa
silam pantun mendapat kedudukan istimewa, yaitu begitu diutamakan dan dijadikan
pedoman, pegangan, dan bekal dalam kehidupan masyarakat Melayu, namun pada masa
kini keadaannya justru terbalik. Sejalan dengan perubahan zaman, jumlah penutur
dan pemantun semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai
perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat, langkanya momentum untuk menampilkan
dan menyampaikan pantun, serta semakin minimnya perhatian seluruh kalangan
masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai paling bawah. Kondisi-kondisi
tersebut membuat seni Melayu ini menjadi
asing di tengah masyarakatnya sendiri. Pemahaman masyarakat yang belum mendalam
terhadap seni pantun dan apa manfaatnya dalam
kehidupan bermasyarakat ternyata juga berpengaruh terhadap kondisi-kondisi
semacam itu.
Meski demikian,
belakangan ini ada secercah titik terang yang kita temukan pada usaha sebagian
pejabat di Riau untuk memasukkan pantun ke dalam pidato-pidato resmi dan juga
usaha sebagian masyarakat untuk memasukkan pantun dalam rangkaian upacara
perkawinan adat, seperti pada saat upacara "membuka pintu" dan "membuka kipas" pengantin
di pelaminan. Walaupun tahap awal ini nampaknya hanya sebatas seremonial
belaka, namun setidaknya tahap ini bisa dijadikan pijakan awal untuk
mengembangkan dan membumikan kembali seni budaya pantun dalam hidup dan
kehidupan masyarakat Melayu. Tentu saja, perhatian dan kerjasama berbagai
lapisan masyarakatlah yang akan menentukan keberadaan pantun pada masa
mendatang.
Buku tulisan Tenas
Effendy yang diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM)
bekerjasama dengan Penerbit Adicita Karya Nusa ini menjelaskan hal ihwal pantun
memantun, mulai dari pantun secara umum sampai pada pembagian jenis pantun.
Atau dengan kata lain, tema-tema yang dibahas adalah mulai dari kandungan isi
pantun, kedudukan, peran, kapan dan seperti apa penggunaannya, serta
keberadaannya dalam kehidupan masyarakat Melayu masa kini dan masa silam.
Di bagian akhir
buku ini, Tenas Effendy menyuguhkan 999 buah pantun pilihan yang mengandung
nilai-nilai luhur agama Islam, budaya, dan norma-norma sosial masyarakat
Melayu, yang disebutnya sebagai “pantun nasehat”. Bila dicermati secara seksama,
contoh-contoh pantun yang termuat dalam buku ini sebenarnya lebih mendekati
kepada nasehat dan petuah. Sehingga, selain memetik nasehat yang termuat di
dalamnya, kita juga bisa menjadikannya sebagai rujukan dalam menyampaikan
nasehat-nasehat yang dimaksud.
Apa yang disuguhkan
dalam buku ini memang belumlah mencakup seluruh pantun Melayu karena apa yang
disajikan barulah sebagian kecil dari ribuan bahkan jutaan pantun Melayu. Buku
ini justru hanya memuat sebagian dari seluruh pantun yang ada. Hal ini dapat
dimaklumi karena untuk menghimpun pantun yang dimaksud memerlukan waktu yang
relatif lama serta memerlukan kajian yang lebih mendalam. Apalagi, sebagian besar
pantun-pantun tersebut tersebar di berbagai pelosok bumi Melayu.
Oleh karena itu,
kehadiran buku ini patut diapresiasi. Buku ini merupakan salah satu upaya
konkret yang positif dalam rangka mengekalkan seni Melayu. Buku ini diharapkan
mampu memicu perhatian, kesadaran, dan partisipasi aktif seluruh masyarakat
Melayu pada umumnya dan masyarakat Melayu Riau pada khususnya untuk
melestarikan dan membumikan kembali seni Melayu ini dalam bingkai kehidupan
bermasyarakat sehari-hari.
No comments:
Post a Comment