“NEGARA PEGAWAI”. JULUKAN ITU
MERUJUK PADA KEINGINAN SEBAGIAN BESAR ORANG INDONESIA
Singa lambang, beratnya tantangan.
Dra. Syarifah Guru SMA 15 Ciptakarya Pekanbaru
Pada
awal tahun 1980an, MAW Brouwer, seorang filosof Belanda yang pernah tinggal
lama di Indonesia, pernah menjuluki Indonesia sebagai “Negara Pegawai”. Julukan itu merujuk pada keinginan sebagian besar
orang Indonesia ketika ditanya “ingin bekerja di mana” atau “ingin menjadi
apa”. Dalam pengamatan Brouwer, nyaris semua orang Indonesia ingin
menjadi pegawai (negeri) alias PNS.
Singa: Akan datang suatu masa, pemimpin anda
adalah singa.
Pembantunya adalah serigala. Hakimnya adalah anjing.
(Hadits Daif al-Dailami).
KURIKULUM BANGSA PENAKUT DAN PEMALAS
Dra.
Syarifah Guru SMA 15 Ciptakarya Pekanbaru Riau Indonesia
Buah duku, makan seulas,
Kalau dikulum, terasa manisnya.
Ingin tahu, bangsa pemalas,
Simaklah kurikulum, pendidikannya.
Pucuk palas, si daun palas,
Letakkan saja, di atas lemari.
Bukan malas, sembarang malas.
Orang malas, tak akan mandiri.
Pulau Daik, banyak penyengat.
Pulau Karimun, banyak pegaga;
Kelingking berkait, tetap diingat,
Beribu tahun, dikenang juga.
Pulau Pandan, jauh ke tengah,
Nampak dari, pantai Andalas.
Penipuan terbesar, tentang tanah,
Suratnya berlapis, tiga belas.
Pada awal tahun 1980an, MAW Brouwer,
seorang filosof Belanda yang pernah tinggal lama di Indonesia, pernah menjuluki
Indonesia sebagai “Negara
Pegawai”. Julukan itu merujuk pada
keinginan sebagian besar orang Indonesia ketika ditanya “ingin bekerja di mana”
atau “ingin menjadi apa”. Dalam pengamatan Brouwer, nyaris semua orang
Indonesia ingin menjadi pegawai (negeri) alias PNS.
Itu
yang, katanya, membedakan Indonesia dengan negara lain, khususnya Uni Soviet
(dulu, sekarang negara itu sudah bubar, terpecah menjadi beberapa negara) dan
China. Uni Soviet dijulukinya “Negara Tentara”, karena semua orang ingin
menjadi tentara. Mungkin karena di sana (paling tidak: waktu itu) profesi
sebagai tentara lebih menjanjikan kesejahteraan dibandingkan profesi
lain. Sementara itu, China dia juluki “Negara Buruh”, karena itulah yang
menjadi cita-cita kebanyakan orang di sana.
Oleh
karena itu, jangan heran kalau generasi orang tua kita selalu berkeinginan
supaya anaknya (artinya: kita) kalau bisa menjadi PNS saja ketimbang profesi
lain. Bukan hanya menjadi karyawan, tapi spesifik: PNS! Menjadi PNS
dianggap sebagai jaminan masa depan yang cerah, bahkan saat sudah tidak bekerja
sekalipun (karena adanya uang pensiun). Menjadi pegawai swasta, gajinya
mungkin lebih besar, tapi bagaimana nanti kalau pensiun?
Kalau
kita, tentu banyak yang sudah tahu, bahwa semakin banyak perusahaan swasta yang
mengembangkan program dana pensiun bagi karyawannya. Artinya, bekerja
sebagai karyawan swasta bukan berarti tidak memungkinkan kita menikmati uang
pensiun, meskipun bentuknya tidak sama persis dengan uang pensiun untuk
PNS. Tapi ini kan bukan tentang persepsi kita, tetapi orang tua
kita.
Menjadi
PNS juga dianggap memberikan gengsi tersendiri. Masalah gaji, bisa
‘diatur’. Kalau merasa tidak cukup, biasanya selalu terbuka peluang untuk
mencari sabetan. Tidak baik sih, tapi kenyataannya, itu yang ada
di fikiran banyak orang, mungkin sekali termasuk orang tua kita, ketika
membayangkan tentang PNS.
Jangan
heran, profesi sebagai pengusaha mandiri mungkin tidak pernah ada dalam
bayangan orang tua kita. Jangan heran juga, kalau dahi mereka mungkin
segera berkerut ketika diberi tahu bahwa anaknya (sekali lagi, artinya: kita)
akan membuka usaha sendiri di rumah. Yang terbayang di kepala mereka
adalah suramnya masa depan anak-cucunya.
Mertua
juga befikir kurang lebih sama, karena mereka berasal dari generasi yang sama
dengan orang tua kita. Salah-salah, kita bisa dianggap sebagai kepala
rumah tangga yang tidak bertanggung jawab kalau menghidupi keluarga ‘hanya’
dari kegiatan bisnis di rumah.
Tentu
saja kesalahan persepsi itu perlu ‘diluruskan’. Sudah dijelaskan di
depan, bahwa bisnis di rumah juga punya potensi yang sangat besar untuk menjadi
sumber penghasilan yang layak. Kuncinya ada di kita sendiri. Bisnis
di rumah juga menawarkan berbagai macam hal yang berdampak positif terhadap
kehidupan keluarga dalam wujud perbaikan kualitas kehidupan (quality of life).
Itulah
mengapa berbicara dengan orang tua, dan mertua, merupakan salah satu langkah
penting yang perlu diambil sebelum membuka bisnis di rumah. Pada intinya,
mereka perlu diyakinkan bahwa perekonomian keluarga anda akan baik-baik saja,
meskipun dapur anda diasapi dengan hasil usaha sendiri di rumah. Plus
bahwa dengan menjalankan bisnis di rumah, waktu untuk keluarga akan semakin
besar, sehingga kehidupan keluarga akan lebih baik.
Hal itu perlu dilakukan, meskipun orang
tua/mertua tidak tinggal serumah dengan kita. Kalau mereka tinggal
serumah dengan kita, materi pembicaraan harus ditambah dengan bagaimana bisnis
akan dilakukan, termasuk mekanisme kerja kita, sehingga nanti orang tua/mertua
tidak merasa ‘terganggu’ dengannya.
PENIPUAN MELALUI UNTERNET
Pulau pisang, pulau pauh,
Pasirnya seperti, bintang di langit.
Penipuan yang datang, dari jauh,
Masuk ke kamar, lewat internet.
Rumah jelek, serambi tak baik,
Ikan tenggiri, di dalam dulang;
Wajah jelek, prestasi baik,
Intelektual tinggi, dipuja orang.
Sapu tangan, berbunga hijau,
Paduka membeli, pada Yahudi;
Luka di tangan, karena pisau,
Luka bangsa, karena korupsi.
Sapu tangan, jatuh ke laut,
Dimakan oleh, ikan buntal.
Amboi berat, dosa disebut,
Menyembah Setan, demi jabatan.
Pinggiran muara, tidak berbukit,
Banyak bukit, di Tanjung Karang;
Korupsimu tuan, bukan sedikit,
Bisa dimakan, milyaran orang.
Si hidung bengkok, licin dan licik.
Si gigi jarang, suka berkorban.
Kalau ada , penemuan yang baik,
Harus segera, anda patenkan.
Pesawat terbang,mesinnya besi,
Melayang-layang, di atas laut.
Semua sekolah,punya prestasi,
Masyarakat harus, ikut menyambut.
Seluruh
bahan tambang ada di Indonesia, seharusnya membuat kita bangga atas kekayaan bangsa ini.
Namun seringkali kita tidak menyadarinya dan justru melihat "seribu kekurangan" negara
ini. Yah, mari bersyukur karna kita adalah
warga Indonesia.*
No comments:
Post a Comment