JANGAN
MENIKAH SEBELUM 19 DAN 16 TAHUN
M.RAKIB CIPTAKARYA RIAU
INDONESIA
ANAK ITU, PERANGI
RASA MALASNYA,
AGAR KUAT
DAYA JUANGNYA.
PERANGI,
SIKAP BOROSNYA,
PUNYA
PERHITUNGAN YANG BERMAKNA
PERANGI
KECANDUANNYA, PADA NARKOBA,
AGAR
HIDUPNYA TIDAK MENDERITA
PERANGI,
PERGAULAN BEBASNYA
AGAR
TERPELIHARA, KESUCIAN FITRAHNYA.
Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi “PERKAWINAN
HANYA DIIJINKAN JIKA PIHAK PRIA SUDAH MENCAPAI UMUR 19 TAHUN (SEMBILAN BELAS)
TAHUN DAN PIHAK WANITA SUDAH MENCAPAI UMUR 16 (ENAMBELAS) TAHUN. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama No.11
tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8 “Apabila seorang calon
sumi belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan seorang calon isteri
belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus mendapat dispensasi dari
pengadilan”.
ANAK ITU, PERANGI
RASA MALASNYA,
AGAR KUAT
DAYA JUANGNYA.
PERANGI,
SIKAP BOROSNYA,
PUNYA
PERHITUNGAN YANG BERMAKNA
PERANGI
KECANDUANNYA, PADA NARKOBA,
AGAR
HIDUPNYA TIDAK MENDERITA
PERANGI,
PERGAULAN BEBASNYA
AGAR
TERPELIHARA, KESUCIAN FITRAHNYA.
(QS Al-Taghobun : 14)
Anak durhaka menjadi saksi bisu pembunuhan Linda Warau oleh anak kandungnya sendiri, Erick Karsoho, tadi pagi. Dengan luka bacok sekujur tubuhnya, korban meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Pantauan merdeka.com, di rumah berlantai dua itu masih terlihat bercak darah, seperti di bagian tembok, pintu hingga lantai di bagian teras depan. Mobil Avanza silver berpelat nomor B 1014 PFF milik korban masih terparkir di garasi. Saat ini pagar rumah masih terbentang garis polisi.
Ayah korban, Rusma Warsoto masih berada di kantor RW setempat. Menderita sakit stroke, Rusma dijemput keluarga ke rumah sanak saudaranya tanpa mau menjawab pertanyaan wartawan.
Asisten rumah tangga korban, Ningkem (33) mengatakan sejak awal pelaku
memang terlihat keras kepala dalam kesehariannya."Orangnya tuh emang
ngeyel, kita sekali ngomong, dia bisa sepuluh kali ngomong. Sama setiap hari
memang masih perawatan obat terus," ujar Ningkem kepada wartawan di kantor
Mapolsek Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/4). Ningkem menambahkan, setiap
harinya di rumah tersebut hanya ada tiga anggota keluarga. "Yah di rumah
itu cuma bertiga aja, papanya sakit di kamar, ibu dan Erik. Adiknya kerja dan
satu lagi masih kuliah di China," ujarnya.
Metrotvnews.com, Jakarta:
Seorang pemuda di Jakarta Utara nekad menghabisi nyawa ibu kandungnya, lantaran
tidak diajak liburan ke luar negeri. Erik Karsoto mengakui perbuatan bidabnya
itu dilakukan di depan ayah kandungnya yang tengah sakit, Jumat (12/4). Erik
Karsoto (20) membunuh ibu kandungnya, Linda, menggunakan pisau daging. Linda
sempat dievakuasi ke Rumah Sakit Mitra Kemayoran dalam keadaan berlumuran
darah. Namun sayang, perempuan 50 tahun itu menghembuskan nafas terakhirnya
dalam perjalanan ke RS.
Sang anak mengaku nekad membunuh, karena merasa dikucilkan oleh keluarganya. Terutama ibu kandungnya sendiri. Polisi segera mengamankan Erik usai kejadian. Pisau yang digunakan untuk membunuh juga telah diamankan sebagai barang bukti. Polisi kini masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku di Polsek Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi juga akan memeriksakan kejiwaan Erik, yang mengaku tidak menyesal telah membunuh ibu kandungnya.
JAKARTA, TRIBUNJAMBI.COM —
Pasangan suami-istri, Lo Tirta Karya (54) dan So Indah Rani (51), dibunuh anak
angkat dan temannya, Simon Law dan Deni Sumarsono, Selasa pukul 16.30 WIB.
Kedua korban dibunuh di rumahnya, di Jalan Mandala Barat 2 Nomor 27 RT 4 RW 4,
Tomang, Grogol-Petamburan, Jakarta Barat.Sang anak mengaku nekad membunuh, karena merasa dikucilkan oleh keluarganya. Terutama ibu kandungnya sendiri. Polisi segera mengamankan Erik usai kejadian. Pisau yang digunakan untuk membunuh juga telah diamankan sebagai barang bukti. Polisi kini masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku di Polsek Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi juga akan memeriksakan kejiwaan Erik, yang mengaku tidak menyesal telah membunuh ibu kandungnya.
Demikian diungkapkan Kasat Reserse
Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Ferdy Sambo yang
dihubungi beberapa menit lalu, Selasa (12/4/2011) malam. ”Kedua tersangka sudah
kami tangkap, masih dalam pemeriksaan. Pasangan suami-istri ini diduga dibunuh
anak angkat dan temannya,” ungkap Ferdy. Di lokasi, polisi menemukan dan
menyita pisau, kapak, dan tongkat baseball. ”Kedua korban ditusuk pisau
dan dipukuli,” tambah Ferdy. Kasus itu ditangani Polsek Metro Tanjung Duren,
Jakarta Barat. Editor : ribut Sumber : Kompas.com
BAB I
PENYEBAB
ANAK DAN MURID HARUS DIPERANGI
A.Sudah berkali-kali diperingatkan
Anak yang terus-menerus melakukan
perbuatan yang buruk padahal sudah sering kali diperingatkan, agar tidak melakukan perbuatan tersebut harus dihentikan dengan hukuman. Kalau kebiasaan
buruknya tidak segera dihentikan, anak
akan semakin berani melawan. Tentunya hukuman
harus ringan dan tepat sasaran.
Alasan lain menurut kelompok penantang, bahwa hukuman fisik sama sekali
tidak mendidik, sebab hukuman itu tidak menghilangkan motivasi buruknya. Memang akan mengurungkan niatnya, karena perasaan
takut, tapi di dalam batinnya keinginan itu tetap ada. Ketika rasa takut itu,
hilang, si anak akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Pukulan itu mungkin
dihadapi oleh si anak dengan pura-pura berjanji akan menghentikan kebiasaan
buruknya. Karena itu patut diingat statmen mereka bahwa hukuman juga akan
melahirkan anak-anak yang asosial, penakut serta pasif.
Pernyataan bahwa hukuman itu tidak menghentikan apa yang
bergetar di dalam batin. Untuk menghentikan kenakalan-kenakalannya, hal
ini menurut penulis, harus dipelajari
apa sebetulnya yang menjadi latar belakang kenakalan-kenakalannya dan dicari
solusinya sehingga anak-anak itu tidak mengulangi perbuatan buruknya.[1] Tetapi jika si anak tetap saja
mengulangi perilaku jeleknya, maka tidak ada cara lain selain memberinya
hukuman. Rasa takut akan hukuman itu dapat menghentikan keinginan atau minimal
mengurangi minatnya untuk berbuat buruk. Kalau hukuman itu diberikan secara
proporsional, tidak akan melahirkan hal-hal yang tidak diharapkan. Memang benar
seorang anak harus tumbuh dalam keceriaan dan kebebasan tapi pada saat yang
sama anak-anak juga harus diajari bahwa di dunia ini tidak semua orang bisa
hidup dengan kebebasan mutlak, lebih-lebih lagi kalau kebebasan itu dapat
merugikan orang lain.
1. Pukulan sebagai instrumen disiplin sekunder
Hukuman pukulan
bagi anak-anak adalah
Instrumen sekunder
. Sebagian pakar menerima hukuman
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, tapi tidak secara mutlak. Hukuman
adalah instrumen sekunder dan diberikan dalam kondisi serta syarat tertentu.
Jadi, menurut penulis, kalau guru atau orang tua masih bisa menangani anak
didiknya dengan nasihat-nasihat atau dengan penjelasan rasional, tidak
perlu memberikan hukuman. Hukuman boleh diberikan setelah nasihat-nasihat
verbal atau apa saja tidak lagi dapat mengusik kesadarannya. [2]
Dalam kaitan ini, Russel menulis, "Saya
sendiri secara pribadi ingin mengatakan bahwa hukuman dalam proses pendidikan
sangat tidak berarti, bahkan mungkin hanya masuk sebagai alternatif
kedua." John Locke menulis, "Benar bahwa hukuman fisik
kadang-kadang diperlukan. Tetapi harus disadari bahwa tujuan sebuah pendidikan
adalah mendidik moral. Yang harus kita lakukan adalah membuat si anak tersebut
merasa malu berbuat nakal dan bukan malah takut akan hukuman. Hukuman yang
terlalu keras melatih anak-anak menjadi patuh secara lahiriahnya saja."[3]
A.L
Gary Gore menulis, "Ada kalanya orang dewasa harus
memberikan hukuman kepada anak-anak. Misalnya jika anak-anak usia sekolah atau
sudah agak dewasa mengganggu ayah dan ibu atau adik mereka. Sebelumnya sudah
diperingatkan tapi tetap meneruskan
kenakalannya, maka anak-anak itu harus diberi hukuman.." Sebaliknya
orangtua selayaknya menggunakan hukuman ini dengan cara dan strategi yang
tepat. Kalau dilaksanakan ketika dalam puncak kemarahan dan tanpa pertimbangan
terhadap kondisi dan psikologi anak-anak, maka bisa-bisa hukuman itu akan
merusakkan hubungan orangtua dan anak. Si anak akan kehilangan kepercayaan dan
juga akan dendam. Hukuman asal-asalan terhadap anak karena tidak mematuhi
keinginan orang tua akan melukai hatinya. Sehingga timbul dalam
diri si anak keinginan untuk membalas rasa sakit hatinya itu. Sebelum
menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak sebaiknya pertimbangkanlah secara
baik-baik dan pelajari manfaat dan mudaratnya secara seksama. Hukuman apa dan
dalam kondisi bagaimana hukuman itu patut diberikan dan tidak patut diberikan
terhadap anak-anak.
2.Pukulan
ringan sebagai upaya pembinaan
Pakar
hukum mengatakan bahwa hukuman memang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membina anak-anak, malahan dalam
situasi tertentu mutlak diperlukan. Tetapi pada saat yang sama ia sama sekali
tidak setuju secara mutlak dengan hukuman fisik. Ia tidak keberatan dengan
hukuman-hukuman non-fisik tapi bukan hukuman non-fisik yang berat. Ia
menambahkan, "Perlu diingat bahwa
jangan sekali-kali memberikan hukuman yang akan merendahkan harga diri anak,
seperti hukuman badan, ancaman dengan siksaan atau apa saja demi menghancurkan
keinginan buruknya.
Di
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab II pasal 2 disebutkan bahwa Perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaaqqan ghaliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Karena pernikahan itu ibadah maka berkaitan erat dengan
segala syarat dan rukun yang merupakan salah satu kewajiban yang harus
terpenuhi sebelum pelaksanaan akad nikah dan akan berjalan tertib dalam
pelaksanaannya.
Pernikahan
merupakan akad yang suci yang menghalalkan pergaulan suami isteri dengan nama
Allah. Saking pentingnya pernikahan Rasulullah SAW mengingatkan umatnya dalam
khutbah haji wada di Namira sebagaimana sabdanya “Wahai manusia,
berlaku baiklah terhadap isteri kalian mereka itu merupakan teman-teman yang
akan membantu kalian, mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka, kalian
telah mengambil mereka sebagai amanah Allah dan kehormatan mereka dihalalkan
bagi kalian dengan nama Allah”. Dalam sebuah hadis lain Rasululah SAW
bersabda “Nikah itu sunnah kami, siapa yang membenci sunnahku maka
bukan dari golonganku”. Oleh karena itu akad nikah merupakan suatu akad
yang suci yang akan menghalakan kehormatan dengan nama Allah, dengan tujuan
ibadah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah dan rohmah.
Salah
satu persyaratan yang sering menjadi perbincangan masyarakat akhir-akhir ini
adalah batas usia pernikahan. Hal ini sering muncul seiring dengan
bermunculannya kasus-kasus yang menjadi sorotan media di berbagai daerah,
seperti pernikahan yang dilakukan oleh Syeh Puji terhadap anak dibawah umur
beberapa waktu yang lalu. Permasalahannya adalah berapa batas usia pernikahan
dalam undang-undang di Indonesia? Untuk menjawabnya tentu kita perlu merujuk
pada ketentuan perundangan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7
ayat 1 berbunyi “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur
16 (enambelas) tahun. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama No.11
tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8 “Apabila seorang calon
sumi belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan seorang calon isteri
belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus mendapat dispensasi dari
pengadilan”. Pasal-pasal tersebut diatas sangat jelas sekali hampir tak ada
alternatif penafsiran, bahwa usia yang diperbolehkan menikah di Indonesia untuk
laki-laki 19 (sembilan belas) tahun dan untuk wanita 16
(enambelas) tahun. Namun itu saja belum cukup, dalam tataran
implementasinya masih ada syarat yang harus ditempuh oleh calon pengantin
(catin), yakni jika calon suami dan calon isteri belum genap berusia 21
(duapuluh satu) tahun maka harus ada ijin dari orang tua atau wali nikah, hal
itu sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 tentang
Pencatatan nikah Bab IV pasal 7 “Apabila seorang calon mempelai belum
mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus mendapat ijin tertulis kedua
orang tua”. Ijin ini sipatnya wajib, karena usia itu dipandang masih
memerlukan bimbingan dan pengawasan orang tua/wali. Dalam format model N5 orang
tua /wali harus membubuhkan tanda tangan dan nama jelas, sehingga ijin
dijadikan dasar oleh PPN/ penghulu bahwa kedua mempelai sudah mendapatkan
ijin/restu orang tua mereka. Lain halnya jika kedua calon pengantin sudah lebih
dari 21 (dua puluhsatu) tahun, maka para catin dapat melaksanakan pernikahan
tanpa ada ijin dari orang tua/wali. Namun untuk calon pengantin wanita ini akan
jadi masalah karena orang tuanya merupakan wali nasab sekaligus orang yang akan
menikahkannya. Oleh karena itu ijin dan doa restu orang tua tentu suatu hal
yang sangat penting karena akan berkaitan dengan salah satu rukun nikah yakni
adanya wali nikah.
Dalam
khazanah ilmu fiqh ada sebagian para ulama tidak memberikan batasan usia
pernikahan, artinya berapapun usia catin tidak menghalangi sahnya pernikahan,
bahkan usia belum baligh sekalipun, hal inilah yang menjadi dasar jaman dahulu
ada yang disebut istilah kawin gantung. Namun mayoritas ulama di dunia
Islam sepakat mencantumkan pembatasan usia nikah sebagai dasar yang dipakai di
negara masing-masing. Di bawah ini adalah batas usia pernikahan di sebagian
negara-negara muslim yang merupakan hasil studi komperatif Tahir Mahmood dalam
buku Personal law in Islamic Cauntries ( History, Text and Comparetive
Analysis ) :
Negara
|
Pria
/tahun
|
Wanita
/tahun
|
Aljazair
|
21
|
18
|
Bangladesh
|
21
|
18
|
Indonesia
|
21
|
21
|
Tunisia
|
19
|
17
|
Mesir
|
18
|
16
|
Irak
|
18
|
18
|
Libanon
|
18
|
17
|
Libya
|
18
|
16
|
Malaysia
|
18
|
16
|
Maroko
|
18
|
16
|
Pakistan
|
18
|
16
|
Somalia
|
18
|
18
|
Yaman Selatan
|
18
|
16
|
Suriah
|
18
|
17
|
Turki
|
17
|
15
|
Jordania
|
16
|
15
|
Yaman Utara
|
15
|
15
|
Data
diatas menunjukan bahwa dalam menentukan batas usia pernikahan, para ulama di
negara muslim sepakat memberikan batasan pernikahan setelah usia
baligh, walaupun dalam rentang yang tidak sama dan berpariasi, karena di dalam
ilmu fiqh baligh jika dikaitkan dengan ukuran usia berkisar laki-laki antara 15
( lima belas ) tahun dan wanita antara 9 (sembilan) tahun.
Permasalahan
selanjutnya adalah bagaimana jika laki-laki masih dibawah 19 tahun dan wanita
masih dibawah 16 tahun akan melaksanakan pernikahan?. Hal ini bisa didorong
karena berbagai hal antara lain: khawatir jina’, sudah terlalu akrab, sudah tak
bisa dipisahkan, sudah cukup, cakap dan mampu dari segi materi
serta fisik atau bahkan sudah kecelakaan.
Undang-undang
perkawinan No 1 tahun 1974 ternyata tidak kaku dan cukup memberikan ruang
toleransi, hal ini bisa terlihat dari pasal 7 ayat (2) Dalam hal
penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada
Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria
ataupun pihak wanita. Bagi umat Islam tentu orang tua/wali para catin
harus mengajukan ijin dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar’iyah kabupaten didaerah catin tinggal. Setelah ijin keluar baru akad nikah
bisa dilaksanakan. Ijin tersebut akan dijadikan dasar oleh PPN/Penghulu serta
akan mencantumkannya dalam lembaran NB daftar pemeriksaan nikah poin II Calon
Suami No 16 baris 33,34 dan poin III Calon Isteri No.16 baris 71,72. Dengan
demikian pernikahan yang masih dibawah umur atas ijin pengadilan menjadi
sah dan berkekuatan hukum.
Selanjutnya dalam Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan anak Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) anak adalah
seseorang yang telah berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Ayat (2) Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimninasi.
Jika
kita lihat sebagian pasal pada undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak diatas,
tentu ada hal yang perlu di berikan elaborasi, terutama menyangkut batasan anak
dan batasan nikah, karena kedua ukuran tersebut masih bisa menimbulkan
perdebatan yang panjang. Disatu sisi ia masih katagori anak-anak tapi disi
lain dikatakan sudah cukup untuk menikah. Hal ini menjadi penting untuk
ditindak lanjuti terutama oleh para pemangku kepentingan mungkin para
akademisi, ulama, legislatip atau siapapun di Republik ini. Karena orang
tua/wali membutuhkan kejelasan dan perlindungan hukum dalam membahagiakan
anaknya, serta PPN/Penghulu membutuhkan ketenangan dalam melaksanakan
tugas sebagai pelayanan prima kepada masyarakat, apalagi dalam Undang-undang
Perlindungan Anak Bab XII tercantum ketentuan pidana. Tentu hal ini perlu
pengkajian yang konprehensip, agar tidak menjadi media bagi pihak
lain yang berkepentingan untuk menyudutkan dan atau menyalahkan pihak lainnya,
yang pada gilirannya aturan itu bisa berjalan seiring, sejalan, saling
mengayomi, saling melengkapi dan tidak saling bersinggungan.
[1]Sudah tidak asing lagi di beberapa pondok,pengurus
atau pihak pondok menetapkan aturan dng cara menta'zir yang salah satunya dng
menarik uang(denda) bagi santri yang melanggar aturan yang telah ditetapkan
pihak pondok. Contoh pada pesantren di Jawa, karena , mereka para kiyai tahu hukum menta'zir dengan uang,
sehingga timbul pertanyaan: 1.
bagaimanakah hukum menta'zir dengan meng-gunakan uang(mendenda).....2. jika
tidak boleh,apakah ada cara lain yang membolehkanya,mungkin dengan hilah(mreka
daya hukum)? 3. hukum helah yang diperbolehkan seperti apa kriteria yang
diperbolehkan menurut syar'i? Ternyata di dalam madzhab Syafi'i menghukum
dengan denda uang itu tidak boleh,tapi menurut pendapat imam malik boleh
menghukum dengan denda uang.....Batas pukulan mendidik yaitu dari pantat ke
bawah,kalau pun organ atas yaitu hanya kuping dengan cara dijewer. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum
muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah
dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh,
merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang
yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta
mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qayyim,.
[2]Anak
yang menjadi dambaan setiap keluarga adalah rizki sekaligus ujian dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya.
Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya
bahwa anak adalah salah satu kesenangan dan perhiasan dunia, Artinya: “Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Qs. Al-Kahfi: 46)
Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan amanah yang sangat besar
bagi kedua orang tuanya. Oleh karenanya, para orang tua dituntut untuk
senantiasa memperhatikan perkembangan jasmani dan rohani sang buah hati. Namun,
belakangan sering ditemui peristiwa-peristiwa memilukan yang menimpa anak-anak
akibat perbuatan orang tuanya. Lihat Mahjuddin, Masa’il al-Fiqhi , Kasus-Kasus Aktual Dalam Hukum Islam, (Kalam
Mulia Jakarta: 2012), hlm. 71.
No comments:
Post a Comment