PERSIAPAN UJIAN DISERTASI HUKUM ISLAM
M.RAKIB CIPTAKARYA RIAU INDONESIA
1.Apa pengertian abstrak?
Dari disertasi yang berjudul: ANALISIS YURIDIS TENTANG KONSEP KEKERASAN
PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP ANAK
OLEH
MUHAMMAD RAKIB. NIM 3089 110 0007
Kata
Konkret dan Abstrak
Secara sederhana, Abstrak itu, menyimpan ide-ide yang banyak, pada tempat
yang sedikit. Kata yang acuannya semakin mudah diserap oleh panca indra
disebut kata konkrit.
Contoh: lemari, kursi, mobil, tampan. Jika acuannya sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak. Contoh: kebijakan, usulan, khayalan, impian.
Contoh: lemari, kursi, mobil, tampan. Jika acuannya sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak. Contoh: kebijakan, usulan, khayalan, impian.
Kata abstrak digunakan untuk menggungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkrit mempunyai referensi objek yang dapat diamati. Pemakaian dalam penulisan bergantung pada jenis dan tujuan penulisan. Karangan berupa deskripsi fakta menggunakan kata-kata konkrit, seperti: hama tanaman penggerak, penyakit radang paru-paru, Virus HIV. Tetapi karangan berupa klasifikasi atau generalisasi sebuah konsep menggunakan kata abstrak, seperti: pendidikan usia dini, bahasa pemograman, High Text Markup Language (HTML). Uraian sebuah konsep biasanya diawali dengan detil yang menggunakan kata abstrak dilanjutkan dengan detil yang menggunakan kata konkrit.
Contoh:
1.Pegawai Negri RI mendapatkan kenaikan sepuluh persen (kata konkrit)
2.Kebaikan (kata abstrak) seseorang kepada orang lain bersifat abstrak. (tidak berwujud atau tidak berbentuk)
3.kebenaran (kata abstrak) pendapat itu tidak terlalu tampak.
2.Apa fokus penelitian
ini?
Fokus penelitian ini adalah konsep kekerasan terhadap anak,
yang memberikan legitimasi terhadap hukuman memukul anak yang bersifat
pendidik. Landasannya adalah hadis Abu Daud:
ABU DAUD (NO. 495) AHMAD
(6650)
M.Rakib LPMP Riau
Indonesia
BAGAIMANA CARANYA MEMUKUL ANAK YANG
MENINGGALKAN SHALAT?
Abu
Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) telah meriwayatkan dari Amr bin Syu'aib, dari
bapaknya dari kakeknya, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
مُرُوا
أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
(وصححه الألباني في "الإرواء"، رقم 247)
"Perintahkan
anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan
pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur
mereka." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247)
Ibnu
Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni (1/357)
"Perintah
dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat
dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh."
As-Subki
berkata, "Wali bagi anak diwajibkan memerintahkan anaknya untuk melakukan
shalat saat mereka berusia tujuh tahun dan memukulnya (apabila masih belum
melaksanakan shalat) saat mereka berusia sepuluh tahun.Kami tidak mengingkari
wajibnya perintah terhadap perkara yang tidak wajib, atau memukul terhadap
perkara yang tidak wajib. Jika kita boleh memukul binatang untuk mendidik
mereka, apalagi terhadap anak? Hal itu semata-mata untuk kebaikannya dan agar
dia terbiasa sebelum masuk usia balig."
(Fatawa
As-Subki, 1/379)
Maka
anak kecil dan budak anak kecil diperintahkan untuk melakukan shalat saat
mereka berusia tujuh tahun dan dipukul saat mereka berusia sepuluh tahun.
Sebagaimana mereka juga diperintahkan untuk berpuasa Ramadan dan dimotivasi
untuk melakukan segala kebaikan, seperti membaca Al-Quran, shalat sunah, haji
dan umrah, memperbanyak membaca tasbih, tahlil, takbir dan tahmid serta
melarang mereka dari semua bentuk kemaksiatan.
Disyaratkan
dalam masalah memukul anak yang tidak shalah yaitu pukulan yang tidak melukai,
tidak membuat kulit luka, atau tidak membuat tulang atau gigi menjadi patah.
Pukulan di bagian punggung atau pundak dan semacamnya. Hindari memukul
wajah karena diharamkan memukul wajah berdasarkan larangan Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Pukulan hendaknya tidak lebih dari sepulu kali, tujuannya
semata untuk pendidikan dan jangan perlihatkan pemberian hukuman kecuali jika
dibutuhkan menjelaskan hal tersebut karena banyaknya penentangan anak-anak atau
banyak yang melalaikan shalat, atau semacamnya.
Dari
Abu Burdah Al-Anshar, dia mendenar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, "Seseorang tidak boleh dipukul lebih dari sepuluh kali kecuali
dalam masalah hudud (hukuman tetap) dari Allah Ta'ala." (HR. Bukhari, no.
6456, Muslim, no. 3222)
Ibnu
Qayim rahimahullah berkata,
"Sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, 'Tidak boleh memukul lebih dari
sepuluh kali kecuali dalam masalah hudud' maksudnya dalam hal jinayat (pidana
kriminal seperti mencuri, dll) yang merupakan hak Allah.
Jika
ada yang bertanya, "Kapan harus memukul di bawah sepuluh kali jika yang
dimaksud hudud dalam hadits tersebut adalah jinayah?"
Jawabannya
adalah saat seorang suami memukul isterinya atau budaknya atau anaknya atau
pegawainya dengan tujuan mendidik atau semacamnya. Maka ketika itu tidak boleh
memukul lebih dari sepuluh kali. Ini merupakan kesimpulan terbaik dari hadits
ini." (I'lamul Muwaqqi'in, 2/23)
Selayaknya
hal tersebut dilakukan tidak di depan orang lain untuk melindungi kehormatan
sang anak atas dirinya dan orang lain dari teman-temannya atau selainnya.
Juga
hendaknya diketahui bahwa dalam perjalanan hubungan bapak dengan anak-anaknya
dan pengajarannya bahwa sang bapak memukul sang anak semata-mata bertujuan agar
dia taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tujuannya semata-mata untuk kebaikannya
secara sempurna dan perhatiannya dalam mendidiknya sesuai ketentuan syari agar
jangan sampai timbul perasaan benci sang anak terhadap perkara syar'i yang
berat dia lakukan dan karena meninggalkannya dia dipukul.
Syekh
Ibn Baz rahimahullah berkata,
"Perhatikanlah
keluarga dan jangan lalai dari mereka wahai hamba Allah. Hendaknya kalian
bersungguh-sungguh untuk kebaikan mereka. Perintahkan putera puteri kalian
untuk melakukan shalat saat berusia tujuh tahun, pukullah mereka saat berusia sepuluh
tahun dengan pukulan yang ringan yang dapat mendorong mereka untuk taat kepada
Allah dan membiasakan mereka menunaikan shalat pada waktunya agar mereka
istiqomah di jalan Allah dan mengenal yang haq sebagaimana hal itu dijelaskan
dari riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam."
(Majmu
Fatawa Bin Baz, 6/46)
Syekh
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
"Nabi
shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan agar kita memerintahkan
anak-anak kita melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, atau kita
memukul mereka saat mereka berusia sepuluh tahun. Padahal ketika itu mereka
belum berusia balig. Tujuannya adalah akar mereka terbiasa melakukan ketaatan
dan akrab dengannya. Sehingga terasa mudah dilakukan apabila mereka telah besar
dan mereka mencintainya. Begitupula dengan perkara-perkara yang tidak terpuji,
tidak selayaknya mereka dibiasakan sejak kecil meskipun mereka belum balig,
agar mereka tidak terbiasa dan akrab ketika sudah besar."
(Fatawa
Nurun ala Darb, 11/386)
Beliau
juga berkata,
"Perintah
ini bermakna wajib. Akan tetapi dibatasi apabila pemukulan itu mendatangkan
manfaat. Karena kadang-kadang, anak kecil dipukul tapi tidak bermanfaat pukulan
tersebut. Hanya sekedar jeritan dan tangis yang tidak bermanfaat. Kemudian,
yang dimaksud pukulan adalah pukulan yang tidak melukai. Pukulan yang
mendatangkan perbaikan bukan mencelakakan."
(Liqo
Al-Bab Al-Maftuh, 95/18)
Beliau
juga berkata,
"Tidak
boleh dipukul dengan pukulan melukai, juga tidak boleh memukul wajah atau di
bagian yang dapat mematikan. Hendaknya dipukul di bagian punggung atau
pundak atau semacamnya yang tidak membahayakannya. Memukul wajah mengandung
bahaya, karena wajah merupakan bagian teratas dari tubuh manusia dan paling
mulia. Jika dipukul bagian wajah, maka sang anak merasa terhinakan melebihi
jika dipukul di bagian punggung. Karena itu, memukul wajah dilarang."
Fatawa
Nurun ala Darb (13/2)
Syekh
Fauzan berkata,
"Pukulan
merupakan salah satu sarana pendidikan. Sorang guru boleh memukul, seorang
pendidik boleh memukul, orang tua juga boleh memukul sebagai bentuk pengajaran
dan peringatan. Seorang suami juga boleh memukul isterinya apabila dia
membangkang. Akan tetapi hendaknya memiliki batasan. Misalnya tidak boleh
memukul yang melukai yang dapat membuat kulit lecet atau mematahkan tulang.
Cukup pukulan seperlunya." Selesai dengan diringkas.
(Ighatsatul
Mustafid Bi Syarh Kitab Tauhid, 282-284)
Penting
juga diperhatikan bahwa pembinaan terhadap anak, bukan hanya karena dia
meninggalkan shalat saja, tapi juga jika sikapnya meremehkan syarat-syaratnya,
rukun-rukunnya dan wajibnya. Kadang sang anak shalat, tapi shalatnya dia jamak,
atau dia shalat tanpa wudhu, atau tidak benar shalatnya. Maka ketika itu
hendaknya diajarkan semua perkara shalat dan memastikan bahwa dia menunaikan
kewajiban, syarat dan rukunnya. Jika mereka lalai dalam sebagiannya, maka kita
kuatkan lagi nasehatnya, diajarkan terus menerus. Jika masih juga lalai, boleh diperingatkan dengan pukulan hingga
shalatnya benar.
3.Mengapa bahasa disertasi
antar pragraf tidak nyambung no connected?
4.Apa temuan(tesis)
penelitian anda?
Yang
penulis temukan ialah: 1.Ternyata tidak semua pukulan dari guru
atau orang tua terhadap anaknya termasuk kekerasan. Memukul anak yang tidak shalat
tidakklah termasuk tindak kekerasan, karena tidak berbekas dan tidak di tempat
yang sensitif..2.Ada midle
theory yang menyatakan bahwa
anak yang pernah dipukul di waktu kecilnya, akan lebih mandiri,dan lebih
percaya diri..
5.Alasan mendasar peneltian ini dilakukan: 1.Karena banyaknya keluhan dari guru dan orang
tua, mengapa memberikan hukuman untuk mendidik anak, justru dianggap melanggar
HAM, bahkan bisa dimasukkan ke penjara..2.Ada keinginan di hati penulis untuk
membela nasib guru-guru yang kurang mendapatkan perlindungan hukum, ketika
mendidik muridnya yang bermasalah. Berguna sebagai masukan kepada Depdikbud,
Kementerian Agama dan guru-guru di sekolah.
6.Apa buku pokok yang
anda pakai?
7.Pendekatan ilmu apa yang anda
gunakan?
Saya gunakan pendekatan sosiologi
hukum
SOSIOLOGI
HUKUM untuk pertama kalinya diperkenalkan
oleh seorang Itali yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882.
Sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli,
baik di bidang filsafat hukum, ilmu maupun sosiologi.[1]
Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang pesat. Ilmu ini diarahkan untuk
menjelaskan hukum positif yang berlaku artinya isi dan bentuknya berubah-ubah
menurut waktu dan tempat, dengan bantuan faktor kemasyarakatan. Adapun
pengertian dari sosiologi hukum itu sendiri antara lain:
1. Soerjono Soekanto
Ø Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala lainnya.
2. Satjipto Raharjo
Ø Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan
hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial.
3. R. Otje Salman
Ø Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
4. H.L.A. Hart
Ø H.L.A. Hart tidak mengemukakan definisi tentang sosiologi
hokum. Namun, definisi yang dikemukakannya mempunyai aspek sosiologi hukum.
Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hokum memngandung unsur-unsur
kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang
tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem hukum
terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan
tambahan (secondary rules).[2]
Aturan utama merupakan ketentuan informal tentang kewajiban-kewajiban warga
masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup sedangkan
aturan tambahan terdiri atas :
a. Rules of recognition, yaitu aturan yang menjelaskan aturan utama yang diperlukan
berdasarkan hierarki urutannya,
b. Rules of change,
yaitu aturan yang mensahkan adanya aturan utama yang baru.
c. Rules of adjudication,
yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang perorangan untuk menentukan
sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu apabila suatu aturan utama dilanggar
oleh warga masyarakat.
Ruang lingkup; Metode, Kajian, Obyek sosiologi
hokum
Dalam beberapa hukum dan sosiologi sebagai sebuah
disiplin intelektual dan bentuk praktik professional memiliki kesamaan ruang
lingkup. Namun, sama sekali berbeda dalam tujuan dan metodenya. Hukum sebagai
sebuah disiplin ilmu memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial.
Perhatian utamanya adalah masalah preskriptif dan teknis. Sedangkan sosiologi
memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial.[3]
Meskipun demikian, kedua disiplin ini memfokuskan pada seluruh cakupan
bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-hubungan sosial. Dan dalam praktiknya
kriteria yang menentukan hubungan mana yang signifikan seringkali sama, yang
berasal dari asumsi-asumsi budaya atau konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan
yang sama.
Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian fenomena hukum,
dituliskan oleh Curzon, bahwa Roscou Pound menunjukan studi sosiologi hukum
sebagai studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat pengendalian
sosial. Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai suatu ilmu
deskriptif, yang memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan dengan perangkat
hukum dengan tugas-tugasnya. Ia memandang hukum sebagai suatu produk sistem
sosial dan alat untuk mengendalikan serat mengubah sistem itu.
Kita dapat membedakan sosiologi hukum dengan ilmu normatif,
yaitu terletak pada kegiatannya. Ilmu hukum normatif lebih mengarahkan kepada
kajian law in books, sementara sosiologi hukum lebih mengkaji kepada law in
action[4].
Sosiologi hukum lebih menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif,
sementara ilmu hukum normatif lebih bersifat preskriptif. Dalam jurisprudentie
model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan atau produk
aturan, sedangkan dalam sociological model lebih mengarah kepada struktur
sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan
metode kajian yang lazim dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara yang
menjadi objek sosiologi hukum adalah :
1. Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya atau Government
Social Control. Dalam hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah khusus
yang berlaku serta dibutuhkan, guna menegakkan ketertiban dalam kehidupan
bermasyarakat.
2. Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang berusaha membentuk
warga masyarakat sebagai mahluk sosial. Sosiologi hukum menyadari eksistensinya
sebagai kaidah sosial yang ada dalam masyarakat.
C.
Pengaruh dari Sejarah Hukum dan Filsafat Hukum.
Filsafat hukum dan ilmu hukum adalah dua hal besar yang
mempengaruhi sosiologi hukum. Akan tetapi, hukum alamlah yang merupakan basis
intelektual dari sosiologi hukum. Seorang tokoh yang terkemuka dari mazhab
sejarah yaitu Carl Von Savigny (1779-1861) berpendapat bahwa hukum merupakan
perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volgeist). Ia berpendapat bahwa
semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan dari pembentuk
undang-undang.[5]
Ia menantang kodifikasi hukum Jerman. Keputusan-keputusan badan legislatif,
menurutnya membahayakan masyarakat karena tidak sesuai dengan dengan kesadaran
hukum masyarakat.
Di abad ke-18 analisis rasional terhadap hukum tampil dengan
sangat kuat, demikian pula dengan pengikatan kepada asas-asas dalam hukum.
gabungan antara keduanya melahirkan cara berfikir dedukatif yang mengabaikan
kenyataan sejarah dengan kekhususan yang ada pada bangsa-bangsa. Analisis hukum
yang sedemikian itu mengabaikan lingkungan sosial hukum. [6]
Beberapa prinsip yang mencerminkan keterkaitan antara hukum dan basis sosialnya
adalah sebagai berikut :
Ø Hukum itu tidak dibuat, melainkan ditemukan. Pertumbuhan
hukum itu pada hakikatnya merupakan proses yang tidak disadari dan organik.
Hukum tidak dapat dilihat sebagai suatu institusi yang berdiri sendiri,
melainkan semata-mata suatu proses dan perilaku masyarakat sendiri. Hanya
kitalah yang melihat hukum itu sebagai suatu institusi yang terpisah dengan
semua atribut dan konsep otonominya. Apa yang sekarang disebut sebagai hukum
adalah putusan arbiter yang dibuat oleh badan legislatif.
Ø Hukum itu tumbuh dari hubungan-hubungan hukum yang sederhana
pada masyarakat primitif sampai menjadi hukum yang besar dan kompleks dalam
peradaban modern. Kendati demikian, perundang-undangan dan para ahli hukum
hanya merumuskan hukum secara tekhnis dan tetap merupakan alat dari kesadaran
masyarakat (poular consciousness).
Ø Hukum tidak mempunyai keberlakuan dan penerapan yang
universal. Setiap bangsa memiliki habitat hukumnya, seperti mereka memiliki
bahasa adatnya. Volksgeist (jiwa dari rakyat) itu akan tampil sendiri
dalam hukum suatu bangsa.
Aliran sejarah memiliki kelemahan yang terletak pada
konsepnya mengenai kesadaran hukum yang sangat abstrak. Pengkajian yang menolak
untuk melihat hukum berdasarkan peraturan, tetapi lebih melihatnya berdasarkan
masyarakat sebagaimana dianut oleh aliran sajarah, tetap tenggelam dibawah arus
normatif-positivistis yang kuat diabad ke-19. Lain halnya dengan fisafat hukum
yang memiliki fahamnya sendiri bagi kelahiran sosiologi hukum. Pemikiran
filsafat selalu berusaha untuk menembus hal-hal yang dekat dan secara terus-menerus
mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tuntas (ultimate).
Oleh karena itu, filsafat hukum jauh mendahului sosiologi hukum apabila ia
mempertanyakan keabsahan dari hukum positif. Pikiran-pikiran filsafat menjadi
pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum, oleh karena scara tuntas dan
kritis, seperti lazimnya watak filsafat, menggugat sistem hukum
perundang-undangan. Pikiran filsafat tersebut juga dapat dimulai dari titik
yang jauh yang tidak secara langsung menggugat hukum positif.[7]
Seperti yang dilakukan oleh Gutav Radbruch dengan tesis “tiga nilai
dasar hukum” yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.
Pengaruh yang khas dari filsafat hukum terlihat jelas pada
kegiatan untuk menetralkan atau merelatifkan dogmatika hukum, tekanannya lebih
diletakan bereaksinya atau berprosesnya hukum (law in action).[8]
Roscou Pound berpendapat bahwa hukum merupakan suatu proses yang mendapatkan
bentuknya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim
atau pengadilan. Ia mengedepankan idenya tentang hukum sebagai sarana untuk
mengarahkan dan membina masyarakat. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, sorotan
yang terlalu besar pada aspek statis dari hukum yang harus ditinggalkan. selain
Pound, Cardozo berpendapat, bahwa hukum bukanlah penerapan murni dari peraturan
perundang-undangan. Pad hukum berpengaruh pula kepentingan-kepentingan sosial
yang hidup dalam masyarakat. Secara filosofis, fungsi dari sosiologi hukum
adalah menguji apakah benar peraturan perundang-undangan yang dibuat dan
berfungsi dalam masyarakat.
Diposkan oleh Junaidi Maulana di 07.18
8.Pendekatan yang digunakan pada
penelitian adalah
Pendekatan suatu penelitian ditentukan
berdasarkan jenis penelitian apa yang kita lakukan. Jadi jenis-jenis pendekatan
juga dapat dikelompokkan berdasarkan jenis penelitian yang kita lakukan.
Jenis-jenis Pendekatan
1. Jenis
Pendekatan menurut Teknik Samplingnya
Jenis
pendekatan ini menggunakan objek yang diteliti dalam menggambil pendekatan
suatu penelitian.
a. Pendekatan
Populasi.
Dalam pendekatan populasi, peneliti
menggunakan populasi atau seluruh komponen dari subjek penelitian sebagai
sumber data dalam penelitian tersebut. Jadi yang menjadi target pendekatan
penelitian ini adalah populasi.
b. Pendekatan
Sampel
Seringkali terjadi bahwa peneliti tidak
dapat melakukan studi terhadap semua anggota yang menjadi objek penelitian,
sehingga mereka hanya mampu mengambil sebagian dari populasi (sampel), dalam
penelitian ini biasanya digunakan pendekatan sampel. Pendekatan ini biasanya
diterappkan terhadap penelitian yang populasinya cukup besar sehingga untuk
mengumpulkan datanya membutuhkan tenaga, pemikiran, dan/atau dana yang besar
sehingga menyulitkan peneliti dalam mengumpulkan datanya.
c. Pendekatan
Kasus
Penelitian kasus adalah penelitian yang
bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang suatu
keadaan tertentu yang ada sekarang dan interaksi linkungan suatu unit sosial:
individu, kelompok lembaga atau masyarakat.
Studi kasus pada dasarnya mempelajari
secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu.
Misalnya, mempelajari secara khusus anak nakal, anak yang tidak bisa bergaul
dengan orang lain atau anak yang selalu gagal belajar.
Peneliti memilih salah satu kasus dan
mempelajarinya secara mendalam dan dalam jangka waktu tertentu. Artinya
peneliti mengungkap semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut.
Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan hal tersebut
dan bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan.
2. Jenis
Pendekatan menurut Timbulnya Variabel
a. Pendekatan
Non-eksperimen (Penelitian Deskriptif)
Pendekatan Non-eksperimen adalah penelitian
yang dilakukan dengan menjelaskan/menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang
(sedang terjadi). Misalnya, penelitian mengenai kemunduran prestasi belajar
siswa, kemunduiran rasa tanggung jawab.
b. Pendekatan
Eksperimen
Pendekatan Eksperimen adalah
penelitian yang dilakukan terhadap variabel-variabel yang akan datang.
Pendekatan Eksperimen/eksplanatori adalah penelitian yang
bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila variabel-variabel
tertentu dikontrol atau dimanipulasi secara tertentu.
Jadi pendekatan ekperimen adalah
penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian eksperimen.
3. Jenis
Pendekatan menurut Pola-pola atau Sifat-sifat Non-Eksperimen
a. Pendekatan
Kasus (case-studies)
Selain dapat dikumpulkan dari berbagai
sumber pustaka yang telah ada, pengumpulan data suatu penelitian dapat pula
dilakukan dengan mengadakan kuliah kerja (field work). Salah satu bentuk
dari kuliah kerja itu adalah case study, yang dalam sejarah
pertumbuhannya mula-mula dipergunakan untuk menggambarkan dan menunjang suatu
pendapat atau dalil. Pendekatan ini digunakan untuk memecahkan suatu problema
melalui pengumpulan data dalam bentuk beberpa case yang kongkret dan
terperinci.
b. Pendekatan
Kausal-Komparatif
Pendekatan
Kausal-Komparatif adalah penelitian yang dilakukan untuk menyelidiki
kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara berdasarkan atas pengamatan
terhadap akibat yang ada, mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab
melalui data tertentu. Hal ini berlainan dengan metode eksperimental yang
mengumpulkan datanya pada waktu kini dalam kondisi yang dikontrol. Misalnya,
penelitian sikap santai siswa dalam kegiatan belajar, mungkin menyebabkan
banyaknya lulusan pendidikan tertentu yang tidak mendapat lapangan kerja.
c. Pendekatan
Korelasi
Penelitian
korelasional adalah penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi sejauh mana
variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu
atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Jadi dalam
menggunakan pendekatan ini, peneliti dituntut mempelajari dua variabel atau
lebih, yakni sejauh mana variabel dalam satu variabel berhubungan dengan
variabel lain. Misalnya, studi mempelajari hubungan antara skor pada tes masuk
perguruan tinggi dengan indeks prestasi.
d. Pendekatan
Histori
Pendekatan historis
yaitu usaha untuk mempelajari dan mengenali fakta-fakta dan menyusun kesimpulan
mengenai peristiwa-peristiwa masa lampau. Disini peneliti dituntut menemukan
fakta, menilai dan menafsirkan fakta yang diperoleh secara sistematis dan
objektif untuk memahami masa lampau. Temuan-temuan masa lampau tersebut dapat
dijadikan bahan untuk masa yang sekarang dan meramalkan peristiwa yang akan
datang.
4. Jenis
Pendekatan menurut Model Pengembangan atau Model Pertumbuhan
a. One-shot
model
yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data pada suatu
saat. Misalnya, penelitian yang dilakukan untuk meneliti perkembangan motorik
pada anak usia 1 tahun, penelitian dilakukan pada satu waktu terhadap satu
kelompok.
9.Apa itu grand theories
:
1.
Grand Theory
Pada
tataran grand theory digunakan teori kredo. Teori kredo atau syahadat
yaitu teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum Islam oleh mereka yang telah
mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai konsekuensi logis dari pengucapan
kredonya.[1] Teori ini sesungguhnya kelanjutan dari
prinsip tauhid dalam filsafat hukum Islam. Prinsip tauhid yang menghendaki
setiap orang yang menyatakan dirinya beriman kepada ke-Maha Esaan Allah ta’ala,
maka ia harus tunduk kepada apa yang diperintahkan Allah ta’ala dalam
hal ini taat kepada perintah Allah ta’ala dan sekaligus taat kepada
Rasulullah SAW dan sunnahnya.
Teori
Kredo ini sama dengan teori otoritas hukum yang dijelaskan oleh H.A.R. Gibb.[2] Ia menyatakan bahwa orang Islam yang
telah menerima Islam sebagai agamanya berarti ia telah menerima otoritas hukum
Islam atas dirinya. Teori Gibb ini sama dengan apa yang telah diungkapkan oleh
imam madzhab seperti Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah ketika mereka
menjelaskan teori mereka tentang Politik Hukum Internasional Islam (Fiqh
Siyasah Dauliyyah) dan Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). Mereka
mengenal teori teritorialitas dan non teritorialitas. Teori teritorialitas dari
Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa seorang muslim terikat untuk melaksanakan
hukum Islam sepanjang ia berada di wilayah hukum di mana hukum Islam
diberlakukan. Sementara teori non teritorialitas dari Imam Syafi’i menyatakan
bahwa seorang muslim selamanya terikat untuk melaksanakan hukum Islam di mana
pun ia berada, baik di wilayah hukum di mana hukum Islam diberlakukan, maupun
di wilayah hukum di mana hukum Islam tidak diberlakukan.
Sebagaimana diketahui bahwa
mayoritas umat Islam di Indonesia adalah penganut madzhab Syafi’i sehingga
berlakunya teori syahadat ini tidak dapat disangsikan lagi. Teori Kredo atau
Syahadat ini berlaku di Indonesia sejak kedatangannya hingga kemudian lahir
Teori Receptio in Complexu di zaman Belanda.
Intisari dari teori ini adalah bahwa
setiap muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan seluruh hukum Islam sebagai
bentuk konsekuensi syahadatnya. Namun dalam prakteknya ternyata banyak umat
Islam yang tidak bisa melaksanakan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Islam. Oleh
karena itu teori ini tidak mengaitkannya dengan tradisi dan budaya yang ada di
masyarakat sehingga diperlukan teori lainnya untuk menjelaskan deskripsi dari
penelitian ini.
Namun, teori kredo ternyata belum
mampu untuk menjelaskan mengenai penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat.
Karena dalam faktanya walaupun mereka telah memeluk agama Islam namun dalam
kehidupan sehari-hari tidak semua hukum Islam mereka laksanakan. Oleh karena
itu diperlukan teori lain untuk bisa menjelaskan obyek penelitian ini yang akan
dituangkan dalam middle theory.
2.
Middle Theory
Penyerapan hukum Islam oleh
masyarakat adat adalah sebuah fenomena yang terjadi di Indonesia. Maka untuk
mendeskripsikan fenomena ini peneliti menggunakan teori resepsi (receptie)
sebagai Middle theory. Teori ini digunakan untuk menjelaskan lebih
lanjut masalah penyerapan hukum Islam oleh masyarakat di Indonesia maka. Teori
resepsi adalah teori mengenai penyerapan hukum Islam oleh masyarakat Indonesia
karena beberapa alasan, sebagian karena kesadaran akan konsekuensi syahadatnya,
sebagian karena peraturan dari pemerintah menghendaki demikian dan karena
kondisi lingkungan mengharuskan hal tersebut.
Penyerapan hukum Islam oleh
masyarakat di Indonesia telah menarik perhatian beberapa cendekiawan dari
Belanda untuk melakukan studi dengan tema ini. Maka munculah beberapa teori
mengenai hal ini yaitu teori receptio in complexu dan theory receptie.
Kedua teori ini setelah masa kemerdekaan dikritik oleh para ahli hukum dalam negeri
dengan theory receptie exit dan theory receptio a contrario.
Berikut adalah pembahasannya:
Teori pertama tentang penyerapan
hukum adalah teori receptio in complexu yang dirumuskan oleh Lodewijk
Willem Cristian Van Den Berg (1845-1927).[3] Sebelumnya teori ini juga disebutkan
oleh H.A.R. Gibb, Menurut teori ini bagi orang Islam yang berlaku penuh adalah
hukum Islam sebab dia telah memeluk Islam walaupun dalam pelaksanaannya masih
terdapat penyimpangan-penyimpangan. Secara fakta teori Berg lebih rinci
dibandingkan teori yang dikemukakan H.A.R. Gibb, sebab prakteknya hingga
sekarang umat Islam di Indonesia masih banyak yang belum taat dalam menjalankan
ajaran Islam. Ketaatan mereka masih terbatas pada shalat lima waktu, zakat,
puasa dan haji, sedangkan ajaran Islam lainnya masih kurang diperhatikan
misalnya ajaran Islam tentang ekonomi dan perbankan Islam.[4]
Teori penerimaan hukum ini kemudian
dikenal dengan istilah receptio in complexu yaitu penerimaan hukum Islam
secara keseluruhan oleh masyarakat yang beragama Islam. Karakteristik dari
teori ini adalah:
1.
Hukum Islam dapat berlaku di
Indonesia bagi pemeluk Islam
2.
Umat Islam harus taat pada ajaran
Islam
Teori ini menjadi acuan dalam
kebijakan-kebijakan pemerintah penjajah waktu itu dengan dikeluarkannya
peraturan dalam Regeering Reglement (RR) th.1855, Statsblad 1855 Nomor 2. RR
merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Bahkan dalam ayat 2 pasal 75 RR
itu ditegaskan: ”Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang
Indonesia itu atau dengan mereka yang dipersamakan dengan mereka maka mereka
tunduk kepada hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang
agama (godsdienstige wetten) atau ketentuan-ketentuan lama mereka”.
Teori ini kemudian digantikan oleh
teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam di Indonesia baru
berlaku apabila hukum adat menghendaki hal tersebut. Teori ini merupakan hasil
dari penelitian Christian Snouck Hurgronye (1857-1936) yang dilakukan di Aceh
dan Gayo. Ia menyimpulkan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku ketika
telah diterima (receptie) oleh hukum adat. Teori ini tidak lepas dari
kepentingan bangsa penjajah waktu itu yang ingin melemahkan perjuangan umat
Islam di Indonesia. Teori ini kemudian dikuatkan oleh kebijakan pemerintah
kolonial dengan dikeluarkannya Wet op De Staatsregeling (IS) atau IS (Indische
Staatsregeling) tahun 1929 Pasal 134 ayat (2) yang berbunyi: ”Dalam hal
terjadi masalah perdata antar sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh Hakim
agama Islam apabila hukum adat mereka menghendakinya”.
Teori ini mendapat pertentangan yang
sengit dari kalangan umat Islam dan juga tokoh-tokoh hukum Belanda, Hazairin
menyebut teori ini sebagai teori Iblis karena telah mematikan pelaksanaan hukum
Islam di Indonesia. Sementara Mr. Scholten van Oud Haarlem menulis sebuah nota
kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap
Bumiputera sebagai pencegahan terhadap perlawanan yang akan terjadi, maka
diberlakukan pasal 75 RR (Regeering Reglement) suatu peraturan yang
menjadi dasar bagi pemerintah Belanda untuk menjalankan kekuasaannya di
Indonesia, S. 1855: 2 memberikan instruksi kepada pengadilan agar tetap
mempergunakan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan itu
sejauh tidak bertentangan dengan kepatutan dan keadilan yang diakui umum.
Teori yang dirumuskan Hazairin
dikenal dengan teori receptie exit yang berarti bahwa setelah Indonesia
merdeka dan setelah UUD 1945 dijadikan UUD negara, maka walaupun aturan
peralihan menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak
bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan pemerintah
Hindia Belanda yang berdasarkan ajaran receptie tidak berlaku lagi
karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945. Setelah Proklamasi, kemudian
Undang-undang Dasar 1945 dinyatakan berlaku yang di dalamnya ada semangat
merdeka di bidang hukum. Dengan peraturan peralihannya guna menghindari
kevakuman hukum masih diberlakukan ketentuan-ketentuan hukum dan
bangunan-bangunan hukum yang ada selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD
1945. Beliau berpendapat bahwa banyak aturan pemerintah Hindia Belanda yang
bertentangan dengan UUD. Pertentangan tersebut terdapat pada pembukaan
Undang-Undang Dasar Alinea ke III dan Alinea ke IV serta pada Pasal 29
Undang-Undang Dasar 1945. Kesimpulan dari teori ini adalah:
1. Teori receptie telah patah, tidak berlaku dan exit
dari tata negara Indonesia sejak Tahun 1945 dengan merdekanya bangsa Indonesia
dan memulai berlakunya UUD 1945 dan dasar negara Indonesia. Demikian pula
keadaan itu setelah adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali
pada UUD 1945.
2. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 1 maka negara Republik
Indonesia berkewajiban membentuk hukum nasional Indonesia bahannya adalah hukum
agama. Negara mempunyai kewajiban kenegaraan untuk itu.
3. Hukum agama yang masuk dan menjadi hukum Nasional Indonesia
itu bukan hukum Islam saja, melainkan juga hukum agama lain untuk pemeluk agama
lain. Hukum agama di bidang hukum perdata dan hukum pidana diserap menjadi
hukum nasional Indonesia. Istilah hukum baru Indonesia dengan dasar Pancasila.
10.Penelitian ini, apa
intinya?
Inti
penelitian terdapat pada bab 1, karena : Bab ini lazimnya
merupakan penjelmaan dari proposal yang telah diajukan dan disetujui oleh
pembimbing. Isi bab I ini akan menjadi cermin dari keseluruhan penelitian/
karya tulis ilmiah yang ditulis.
1.1 Latar Belakang
Berisi tentang apa saja yang menjadi latar belakang timbulnya permasahan, alasan mengapa masalah (topik) tersebut penting dan perlu diteliti.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan secara konkrit masalah yang ada, dalam bentuk pertanyaan.
1.3 Tujuan Penelitian
Memuat maksud dan tujuan penelitian yang tidak terlepas dari masalah yang akan diteliti.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian seyogianya berisi tentang manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan dan seyogianya dapat dimanfaatkan bagi masyarakat.
1.5 Sistematika Penulisan
Menjelaskan mengenai tahapan penulisan penelitian dari bab ke bab.
1.1 Latar Belakang
Berisi tentang apa saja yang menjadi latar belakang timbulnya permasahan, alasan mengapa masalah (topik) tersebut penting dan perlu diteliti.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan secara konkrit masalah yang ada, dalam bentuk pertanyaan.
1.3 Tujuan Penelitian
Memuat maksud dan tujuan penelitian yang tidak terlepas dari masalah yang akan diteliti.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian seyogianya berisi tentang manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan dan seyogianya dapat dimanfaatkan bagi masyarakat.
1.5 Sistematika Penulisan
Menjelaskan mengenai tahapan penulisan penelitian dari bab ke bab.
11.Apa perlunya sepuluh disertasi lain dibaca sebelum membuat
disertasi sendiri?
Disertasi Lihatlah…kerangka teorinya..
Pengertian Literature Review ?
Merupakan analisa berupa kritik
(membangun maupun menjatuhkan) dari penelitian yang sedang
dilakukan terhadap topik khusus atau pertanyaan terhadap suatu bagian dari
keilmuan.
Mengapa Melakukan Literature Review?
1. Membentuk sebuah kerangka
teoritis untuk topik/bidang penelitian
2. Menjelaskan definisi, kata
kunci dan terminology
3. Menentukan studi, model,
studi kasus yang mendukung topik
4. Menentukan lingkup
penelitian
–
Menunjukkan bahwa penulis memahami area penelitian dan mengetahui isu-isu utama
penelitian, serta bahwa peneliti memiliki kompetensi, kemampuan, dan latar
belakang yang pas dengan penelitiannya.
–
Menunjukkan kesinambungan dengan penelitian terdahulu dan bagaimana kaitannya
dengan penelitian saat ini.
–
Mengintegrasikan dan menyimpulkan hal-hal yang diketahui dalam area penelitian
tersebut.
– Belajar
dari orang lain dan menstimulasi ide-ide baru.
Langkah – langkah dalam Literature
Review?
Langkah1: Formulasikan Permasalahan
- Pilihlah topik yang sesuai isu dan minat
- Permasalahan harus ditulis secara lengkap dan tepat
Langkah 2: Cari Literatur
- Cari literatur yang relevan dengan penelitian
- Dapatkan gambaran(overview) topik penelitian
- Sumber sumber penelitian sangan membantu bila didukung pengetahuan topik yang dikaji.
- Sumber sumber tersebut berikan gambaran/ringkasan penelitian sebelumnya
Langkah 3: Evaluasi Data
- Lihatlah kontribusi apa saja terhadap topik yang dibahas
- Cari dan temukan sumber data yang tepat sesuai kebutuhan guna mendukung penelitian
- Data bisa berupa data kualitatif, data kuantitatif maupun data yang berasal dati kombinasi keduanya
Langkah 4: Analisis dan
Interpretasikan
- Diskusikan dan temukan serta ringkas literatur
Bagaimana Melakukan Teknik Review
Literature?
- Cari kesamaannya (compare)
- Cari ketidaksamaannya (contrast)
- Berikan pandangan (criticize)
- Bandingkan (synthesize)
- Ringkasan (summarize)
Bagaimana Mencari Sumber –Sumber ?
- Publikasi paper dijurnal nasional dan internasonal
- Tesis (S2), penulis ilmiah yang sifatnya mendalam dan mengungkapkan suatu pengetahuan baru yang diperoleh melalui penelitian
- Disertasi (S3), merupakan penulisan ilmiah tingkat tinggi untuk dapatkan gelar Doktor Falsafah (ph.D). Disertasi berisi fakta berupa penemuan dari penulis berdasarkan metode dan analisis yang dapat dipertahankan kebenarannya
- Jurnal, Hasil hasil konferensi. Jurnal biasanya dihunakan sebagai bahan sitiran (sitasi) utama dalam penelitian karena jurnal memuat suatu informasi baru yang bersifat spesifikasi dan terfokus pada pemecahan masalah pada suatu topik penelitian
- Majalah, pamflet, kliping. majalah ilmiah merupakan sumber publikasi yang biasanya berupa teori, penemuan baru maupun berupa materi materi yang sedang populer dibicarakan dan diteliti
- Abstrak hasil penelitian
- Prosiding (proceedings). Pengambilan prosiding sebagai bahan literatur bisa memudahkan peneliti karena adanya kolaborasi antara peneliti dengan penulis prosiding yang mungkin berada astu Institusi, komuniti, peer group yang sama.
- Website yang memuat literatur ilmu komputer seperti, http://citeseer.nj.nec.com/cs, dan lainnya
Bagaimana Menulis Acuan dan Daftar
Pustaka
?
Buku
D. Sarunyagate, Lasers, New
York: McGraw Hill, 1996.
|
|
V. Hill, The Structure of
Metals, 3rd ed., Oxford: Pergamon Press, 1998,pp 126 – 230.
|
|
Austroads, Rural Road Design:
Guide to the Geometric Design of Rural Roads, Sydney: Austroads, 1999.
|
Paper Jurnal
K. P. Dabke and K. M. Thomas, “Expert
system guidance for library users,” Library Hi Tech,vol. 10,
(1-2), pp. 53-60, 1992.
|
Tesis atau Disertasi
S. Birch, “Dolphin-human
interaction effects: frequency mediated psychophysiological responses in
biological systems,” doctoral dissertation, Dept. Electrical and Computer
Systems Engineering, Monash University, Victoria, Australia, 1997.
|
Website
Pemerintah Kabupaten Cianjur.
(undated). [Online]. Viewed 2011 September 30. Available: http://www.cianjurkab.go.id
|
|
Wikipedia. (undated). Sistem
Diteksi Intrusi. [Online]. Viewed 2011 September 21. Available:http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_deteksi_intrusi
|
|
]
|
E. Kusmayadi. (2011, Oktober). Pengujian
Web Dengan Serangan Denial of Service. [Online].
vailable: http://kuzmayadi.wordpress.com/2011/10/02/serangan-denial-od-service/
|
Buku Online
J.Jones. (1991). Networks. (2nd
ed) [Online]. Available: http://www.atm.com
|
Paper Jurnal Online
Ansari. (1999, Dec.). Langevin modes
of analysis of myoglobin. Journal of Chemical Physics. [Online]. 110
(3), pp 210 – 234. Available: http://ojps.aip.org/journals/doc/vol_110/iss.html
BAB
III
Penutup
Literatur Review adalah uraian
tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang diperoleh dari bahan
acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian untuk
menyusun kerangka pemikiran yang jelas dari perumusan masalah yang ingin
diteliti. Tujuan akhir Literatur Review adalah untuk mendapatkan
gambaran yang berkenaan dengan apa yang sudah pernah dikerjakan orang lain
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok 2
Kelompok 3
RETNO
SARI S [672010079] BUNGA MEKAR C [672010120] YOHANNA AMELIA [682010007]
JUWITA
ARTANTI K [682010008] NENCY NERISA [682010065]
A. Apa itu Literatur Review?
Menurut sumber yang diambil dari presentasi
Bapak Yudi Agusta, PhD tahun 2007 mengenai Metode Penelitian : “Literature
Review is a critical analysis of the research conducted on a particular topic
or question in the field of science” yang artinya Literature Review
merupakan analisa kritis dari penelitian yang sedang dilakukan terhadap topik
khusus atau berupa pertanyaan terhadap suatu bagian dari keilmuan. Literature
Review membantu kita dalam menysusun kerangka berfikir yang sesuai dengan
teori, temuan, maupun hasil penelitian sebelumnya dalam menyelesaikan
rumusan masalah pada penelitian yang kita buat.
Menurut Hasibuan, Literatur review
berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang diperoleh
dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian. Uraian dalam
literatur review ini diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas
tentang pemecahan masalah yang sudah diuraikan dalam sebelumnya pada perumusan
masalah. Literatur review berisi ulasan, rangkuman, dan pemikiran penulis
tentang beberapa sumber pustaka (dapat berupa artikel, buku, slide, informasi
dari internet, dan lain-lain) tentang topik yang dibahas, dan biasanya
ditempatkan pada bab awal. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
lain dapat juga dimasukkan sebagai pembanding dari hasil penelitian yang akan
dicobakan disini. Semua pernyataan dan/atau hasil penelitian yang bukan berasal
dari penulis harus disebutkan sumbernya, dan tatacara mengacu sumber pustaka
mengikuti kaidah yang ditetapkan. Suatu literatur review yang baik haruslah
bersifat relevan, mutakhir (tiga tahun terakhir), dan memadai.
B. Mengapa melakukan literatur
review?
Tujuan melakukan literatur review
adalah untuk mendapatkan landasan teori yang bisa mendukung pemecahan masalah
yang sedang diteliti. Teori yang didapatkan merupakan langkah awal agar
peneliti dapat lebih memahami permasalahan yang sedang diteliti dengan benar
sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah. Tujuan lain dari literatur review ini
adalah untuk mendapatkan gambaran yang berkenaan dengan apa yang sudah pernah
dikerjakan orang lain sebelumnya.
C. Langkah-langkah dalam literatur
review?
Dalam membuat sebuah literatur
review, langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu :
1. Formulasi permasalahan
Penulis memilih topic yang sesuai
dan menarik. Selain itu, permasalahan yang diangkat harus ditulis dengan
lengkap dan tepat.
2. Mencari literatur
Literature yag dicari harus relevan
dengan penelitian. Sehingga membantu kita untuk mendapatkan gambaran (overview)
dari suatu topic penelitian. Sumber-sumber penelitian tersebut akan sangat
membantu bila didukung dengan pengetahuan tentang topik yang akan dikaji.
Karena sumber-sumber tersebut akan memberikan berbagai macam gambaran tentang
ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu.
3. Evaluasi data
Melihat dari literature yang ada,
apa saja yang menjadi kontribusi tentang topik yang dibahas. Penulis harus
mencari dan menemukan sumber data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data
bisa berupa data kualitatif, data kuantitatif maupun kombinasi dari keduanya.
No comments:
Post a Comment