Kasus yang lain seperti seorang maling
ayam yang harus dijatuhi hukuman kurungan penjara dalam hitungan Tahun. Ini
sangat berbeda dengan para pejabat pemerintah atau mereka yang mempunyai banyak
uang yang memang secara hukum terbukti bersalah namun dengan mudahnya membeli
keadilan dan mempermainkan hukum sesuka mereka. Keduanya dalam kondisi yang
sama namun dapat kita lihat bagaimanakah hukum itu berjalan dan dimanakah hukum
itu berlaku.
Seharusnya pemerintah Indonesia dapat
bertindak lebih adil dan untuk kalangan atas lebih memperhatikan lagi dengan
segala aspek dalam hukum yang ada dalam negara kita ini. Bertindaklah
seadil-adilnya, agar tidak ada pihak yang dirugikan maupun diuntungkan.
Contoh
diatas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi disekitar kita. Namun
dari hal tersebut yang akhirnya membuat orang-orang di negara ini akan
mengagmbarakan bahawa hukum negara kita tidak adil. Begitu banyak penyebab
sistem hukum di Indonesia bermasalah mulai dari sistem peradilannya, perangkat
hukumnya, dan masih banyak lagi. Diantara hal-hal diatas, hal yang terutama
sebenranya adalah ketidak konsistenan penegakan hukum. Seperti contoh kasus
diatas. Hal tersebut sangat mengggamabarakan sangat kurangnya konsistensi
penegakan hukum di negara ini, dimana hukum seolah-olah bahkan dapat dikatakan
dengan pasti dapat dibeli.
Faktor penyebab ketidakadilan Hukum di
Indonesia, antara lain:
1. Tingkat kekayaan seseorang
Tingakatan kekayaan seseorang itu mempengaruhi berapa lama hukum
yang ia terima
2. Tingkat jabatan seseorang
Orang yang memiliki jabatan tinggi apabila mempunyai masalah selalu
penyelesaian masalahnya dilakukan dengan segera agar dapat mencegah tindakan
hukum yang mungkin bisa dilakukan. Tetapi berbeda dengan pegawai rendahan.
Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk menyelesaikan kasus
tersebut.
3. Nepotisme
Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki kekuasaan atau peranan penting di negara ini dapat dengan mudahnya keluar dari vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat biasa yang akan langsung divonis sesuai hukum yang berlaku dan sulit unutk membela diri atau bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.
Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki kekuasaan atau peranan penting di negara ini dapat dengan mudahnya keluar dari vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat biasa yang akan langsung divonis sesuai hukum yang berlaku dan sulit unutk membela diri atau bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.
4. Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum muncul karena
hukum itu lebih banyak merugikannya. Dilihat dari yang diberitakan ditelevisi
pasti masalah itu selalu berhubungan dengan uang. Seperti faktor yang
dijelaskan di atas membuat kepercayaan masyarakat umum akan penegeakan hukum
menurun.
Ketika birokrasi institusi hukum hanya menghasilkan produk-produk
ketidakadilan, maka yang harus ditinjau ulang adalah cara berhukum itu sendiri.
Cara berhukum yang benar adalah dengan menerima bahwa hukum itu juga tumbuh
berkembang dalam interaksi masyarakat dan mengakui bahwa hukum ada tidak
semata-mata untuk dirinya sendiri, tetapi untuk tujuan dan makna sosial yang
melampaui logika hukum. Dengan cara berhukum seperti ini maka kepercayaan
masyarakat terhadap hukum akan pulih kembali. Oleh karenanya tugas dari pelaku
hukum dan ahli hukum dalam konteks Indonesia dewasa ini adalah bagaimana
mencapai keadilan hukum, bukan melulu kepastian hukum. Masyarakat sangat
menunggu adanya hokum yang berpihak kepada rakyat.
Hukum serta perasaan keadilan dalam pengertian yang sesungguhnya
itu hanya akan ditemukan di dalam nurani tiap-tiap insan, dan ia akan selalu
mendampingi, terutama manakala mereka akan menetapkan atau mengambil sebuah
keputusan termasuk putusan hukum itu sendiri. Hukum sesungguhnya dibuat dan
ditegakkan untuk mewujudkan keadilan. Namun hukum dan keadilan memang tidak
selalu sejalan. Hal itu terjadi karena keadilan sebagai nilai tidak mudah
diwujudkan dalam norma hukum. Nilai keadilan yang abstrak dan tidak selalu
bersifat rasional tidak dapat seluruhnya diwadahi dalam norma hukum yang
preskriptif. Hukum dirumuskan secara umum untuk mewadahi variasi peristiwa
hukum serta kemungkinan hukum berkembang di masa yang akan datang.
Perlu dipertanyakan, apakah negara sudah menyediakan perangkat
hukum dan menegakkan keadilan bagi rakyatnya. Apakah perangkat hukum yang
disediakan oleh negara dan penegakan hukumnya telah mencerminkan keadilan dalam
masyarakat. Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas
kehidupan” hukum. Menegakkan keadilan
bukanlah sekadar menjalankan prosedur formal dalam peraturan hukum yang berlaku
di suatu masyarakat, menegakkan nilai-nilai keadilan lebih utama daripada sekadar
menjalankan berbagai prosedur formal perundang-undangan. Rasa keadilan tidak
hanya tegak bila penegak hukum hanya menindak berlandaskan pasal dalam UU
secara kaku dan tidak mengenali nilai keadilan yang substantif (Keadilan dalam
hal ini bukan hanya keadilan hukum positif, tetapi juga meliputi nilai keadilan
yang diyakini dan berkembang dalam masyarakat). Dalam pikiran para yuris,
proses peradilan sering hanya diterjemahkan sebagai suatu proses memeriksa dan
mengadili secara penuh dengan berdasarkan hukum positif semata-mata. Pandangan
yang formal ini mendominasi pemikiran para penegak hukum, sehingga apa yang
menjadi bunyi undang-undang, itulah yang akan menjadi hukumnya.
Kelemahan utama pandangan hukum secara formal ini adalah terjadinya
penegakan hukum yang kaku, cenderung mengabaikan rasa keadilan masyarakat
karena lebih mengutamakan kepastian hukum. Proses mengadili dalam kenyataannya
bukanlah proses yuridis semata. Proses peradilan bukan hanya proses menerapkan
pasal-pasal dan bunyi undang-undang, melainkan proses yang melibatkan perilaku-perilaku
masyarakat dan berlangsung dalam struktur sosial tertentu
Pengadilan yang merupakan representasi utama wajah penegakan hukum
dituntut untuk mampu melahirkan tidak hanya kepastian hukum, melainkan pula
keadilan, kemanfaatan sosial dan pemberdayaan sosial melalui putusan-putusan
hakimnya. Kegagalan lembaga peradilan dalam mewujudkan tujuan hukum telah
mendorong meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pranata hukum dan
lembaga-lembaga hukum. Untuk itu, suatu keputusan pengadilan harus benar-benar
dipertimbangkan dari sudut moral, yaitu rasa keadilan masyarakat.
Hakim sebagai pemegang pedang keadilan harus selalu berwawasan luas
dalam menerapkan hukum. Menjamin peraturan perundang-undangan diterapkan secara
benar dan adil. Apabila penerapan peraturan perundang-undangan akan menimbulkan
ketidakadilan, hakim wajib berpihak pada keadilan dan mengesampingkan peraturan
perundang-undangan.
Kegiatan reformasi Hukum perlu dilakukan
dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu
diwujudkan antara lain:
1. Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai
landasan pengambilan keputusan oleh aparatur negara.
2. Adanya lembaga
pengadilan yang independen, bebas dan tidak memihak.
3. Aparatur penegak hukum yang professional
4. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
5. Pemajuan dan perlindungan HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme control yang efektif.
3. Aparatur penegak hukum yang professional
4. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
5. Pemajuan dan perlindungan HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme control yang efektif.
Untuk memperbaiki Penegakkan Hukum di
Indonesia maka para aparat hukum haruslah taat terhadap hukum dan
berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di masyarakat. Apabila
kedua unsur ini terpenuhi maka diharapkan penegakan hukum secara adil juga
dapat terjadi di Indonesia. Kejadian-kejadian yang selama ini terjadi
diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi para aparat hukum dalam
penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas diri merupakan sifat terpuji yang
dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum disertai upaya pembenahan dalam
system pengakan hukum di Indonesia.
No comments:
Post a Comment