DOCTRINAL
RESEARCH
DAN
JUGA GRAND TEORI?
M.Rakib
lpmp riau indonesia.2014 sedang belajar tentang Hukum Islam
Adapun yang dimaksud hukum doctrinal ialah hukum dalam arti aturan
hukum yang tertulis dan penelitian terhadapnya bertujuan untuk menemukan:
1. azaz atau doktrin hukum yang berlaku, sedangkan hukum non-doktrinal
adalah hukum dalam arti prilaku masyarakat tentang hukum.Secara sustantive
pendapat Soetandyo ini mungkin tidak bermasalah ketika diterapkan kepada hukum pada umumnya, termasuk
hukum positif dan hukum Islam di Indonesia, tetapi dari segi penggunaan atau
pemilihan istilah terasa dapat mengandung kerancuan ketika diterapkan kepada
kajian hukum Islam sebagaimana tertuang dalam kitab-kitab fikih misalnya.Memberikan
arti kata doctrinal
sebagai aturan tertulis itu tentulah bersifat arbitrary, karena kata
doctrinal juga dapat mengandung arti lain yaitu ajaran (agama), sehingga ketika
kita mencoba meletakkan label doctrinal terhadap kitab fikih sebagai kumpulan
aturan.
2. Kumpulan
Aturan Tertulis hukum Islam mengundang kerancuan.
Alasannya ialah bahwa kitab fikih itu memang bersifat doctrinal
ketika isinya adalah bersandarkan al-Quran dan hadits.
Al-Quran atau hadis-hadis hukum,
tetapi tentu tidak boleh dilupakan bahwa sebagian bahkan sebagian besar isi
kitab fikih
juga hasil ijtihad ulama yang tidak dapat dikategorikan sebagai doctrinal
ajaran agama. Dengan demikian kategorisasi obyek kajian hukum sebagai doctrinal
dan non-doktrinal yang diperkenalkan Soetandyo dapat menimbulkan kerancuan
ketika diterapkan kepada salah satu bentuk literature hukum Islam yang disebut
fikih yang memang mengandung unsur-unsur
doctrinal dan non-doktrinal keagamaan sekaligus, sehingga sebaiknya kategorisasi
ini tidak digunakan. Adapun Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penelitian
hukum itu dari segi tujuannya terdiri atas dua macam yaitu penelitian hukum
normative dan penelitian hukum sosiologis atau empiric.
Menurut Soeryono, termasuk ke dalam
penelitian hukum normative adalah
penelitian azaz-azaz hukum, kajian hukum positif seperti UUD dan UU.
3.
Sistimatika Hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Adapun yang termasuk ke dalam hukum
sosiologis atau empiric menurut Soerjono ialah penelitian identifikasi hukum
tidak tertulis dan penelitian efektivitas hukum.
Pendapat ini mungkin lebih dapat
diterapkan dalam kajian hukum Islam,
karena hukum Islam memang terdiri
atas aturan yang bersifat normative dan prilaku masyarakat di seputar hukum
yang bersifat sosiologis atau empiric. Meskipun demikian, terdapat beberapa
catatan terhadap pendapat ini ketika kita terapkan kedalam penelitian hukum
Islam. Salah satu catatan atau bahkan keberatan terhadap pendapat Soerjono
ialah bahwa ia memasukkan penelitian
hukum azaz atau penelitian azaz-azaz hukum kedalam kategori penelitian hukum normative. Sesungguhnya
penelitian hukum azaz atau azaz-azaz hukum adalah penelitian filsafat hukum.
4. Filsafat
hukum dan setiap filsafat tentu selalu bersifat
spekulatif dan tidak bersifat normative. Mungkin lebih tepat jika penelitian filsafat
hukum dikeluarkan dari kategori penelitian hukum normative dan diletakkan dalam
kategori tersendiri yaitu kategori penelitian filsafat hukum. Dengan demikian maka
penelitian hukum itu terdiri atas tiga macam, yaitu penelitian pada tataran
filsafat hukum, penelitian hukum normative, dan penelitian hukum sosiologis
atau empiric.
5. Kajian Sejarah Hukum..Catatan lain terhadap pendapat Soerjono ialah bahwa kajian
sejarah hukum dimasukkannya ke dalam lingkup kajian hukum normative. Tentu saja
sejarah sebagai
ilmu, termasuk sejarah hukum, selalu
bersifat deskriptif dan unik, sehingga tidak pernah bersifat normative. Dengan
demikian lebih tepat jika kajian sejarah hukum dimasukkan ke dalam wilayah
kajian hukum empiric. Catatan lain lagi untuk pendapt Soerjono ialah bahwa
untuk jenis penelitian ketiga itu disebutnya dengan istilah penelitian hukum
Soerjono Soekanto, PENGANTAR
PENELITIAN HUKUM, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press),
cetakan ketiga, Jakarta, 1986, p.
51. Beberapa buku metode penelitian yang uraiannya menggunakan
istilah yang dipromosikan Soerjono
ini antara lain Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, DUALISME PENELITIAN HUKUM:
NORMATIF & EMPIRIS, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010. Juga Faisar
Aananda Arfa, METODOLOGI PENELITIAN HUKUM ISLAM, Penerbit Citapustaka Media Perintis,
Bandung, 2010.
sosiologis atau empiric.
Sesungguhnya tentu lebih tepat kalau disebut penelitian hukum empiric saja,
karena bentuknya bukan hanya sosiologi hukum, tetapi juga antropologi hukum,
arkeologi hukum, sejarah hukum, sejarah lembaga-lembaga hukum, kajian tokoh
hukum, politik hukum, psikologi hukum, filologi hukum, ekonomi hukum, dan
sebagainya. Dengan beberapa
modifikasi terhadap pendapat Soerjono tersebut maka ketika kita terapkan kepada
studi hukum Islam akan terlihatlah klasifikasi obyek studi hukum Islam sebagai
berikut:
1.
Studi filsafat hukum Islam atau
studi pada tataran filsafat hukum. Termasuk ke dalam kategori ini adalah semua
topik atau pertanyaan yang tercakup dalam kajian ushul fikih, baik ushul fikih
sebagai filsafat hukum maupun ushul fikih sebagai teori hukum. Dalam bahasa
Inggeris memang ushul fikih diterjemahkan sebagai “philosophy of Islamic law” atau “Islamic legal
theories”. Kajian terhadap konsep-konsep dalam
ushul fikih seperti apa itu keadilan
(al-‘adalah), apa itu tujuan Syariat Islam (maqasid
al-syari’ah), apa itu maslahah al-mursalah, dan apa itu sadd
al-dzari’ah (precautionary procedures) termasuk ke dalam studi hukum Islam
sebagai filsafat hukum (philosophy of Islamic law), sedangkan kajian
terhadap konsep-konsep seperti metode istinbat
hukum, penerapan istinbat hukum
terhadap sesuatu masalah, kajian tentang qai’dah fikhiyyah, dan kajian qai’dah
ushuliyyah termasuk ke dalam studi hukum Islam sebagai teori hukum (Islamic
legal theories).
2.
Studi hukum Islam normative.
Termasuk ke dalam kategori ini ialah semua kajian tentang literature hukum
Islam yang meliputi:
1.
Ayat-Ayat ahkam,
hadis-hadis ahkam, kitab-kitab fikih, keputusan-keputusan
pengadilan agama, fatwa-fatwa mufti/ulama (individual dan kolektif),
Undang-Undang Dasar atau biasa disebut “dustur” negara-negara Muslim (anggota
Organisasi Kerjasama Islam, OKI), undang-undang yang berlaku di Negara-negara
Muslim seperti UU Perkawinan di Indonesia dan UU Perkawinan di Pakistan,
perjanjian-perjanjian internasional yang melibatkan Negara-negara Muslim baik
perjanjian antara dua Negara Muslim maupun antara suatu Negara Muslim dan
Negara non-Muslim, deklarasi-deklarasi internasional yang melibatkan
Negara-negara Muslim seperti Deklarasi Universal HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa
(1948) dan The Cairo Declaration of Islamic Human Rights (1990).perikatan-perikatan
antar berbagai pihak yang melibatkan individu atau organisasi Muslim,
surat-surat wasiat, surat-surat ikrar waqaf.
2. Perbandingan
Mazhab (muqaranat al-mazahib), kajian perban-dingan
hukum yang berlaku di Negara-negara Muslim (muqranat al-qawanin), dan kajian
sinkronisasi hukum antara berbagai literature hukum Islam seperti antara UU dan
kitab-kitab fikih atau antara UU dan nash (kajian perbandingan vertical).
Soetandyo Wognjosoebroto, HUKUM:
PARADIGMA, METODE DAN DINAMIKA
MASALAHNYA, Penerbit Elsam dan Huma,
Jakarta, 2002, pp. 147-163. Menurut Syamsudin
atributasi pendapat ini kepada
Soetandyo pertama kali terlihat pada makalah beliau pada tahun 1994
berjudul “Masalah Metodologik Dalam
Penelitian Hukum Sehubungan Dengan Masalah Keragaman
Konseptualnya,”yang disajikan pada
Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Hukum, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Lihat M. Syamsuddin,
OPERASIONALISASI PENELITIAN HUKUM,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, p. 36.
Adapun buku-buku tentang metode
penelitian hukum yang mengikuti cara klasifikasi ini misalnya
Bambang Sunggono, METODOLOGI
PENELITIAN HUKUM, Penerbit PT Raja Grafindo Indonesia,
1997. Mungkin istilah penelitian
hukum doctrinal juga bukan asli dari Soetandyo, karena sebagian
peneliti Barat juga telah memakainya
seperti Hutchinson, sebagaimana dikutip Peter Mahmud
Marzuki, yang menggunakan kata
doctrinal reseach ketika menjelaskan salah satu kategori penelitian
hukum. Ungkapannya itu: “Doctrinal
research: Research which provides a systematic exposition of
the rules governing a particular legal
category ...” Lihat Peter Mahmud Marzuki, PENELITIAN HUKUM, Penerbit Prenada
Media, edisi pertama, Jakarta, 2005, p. 32.
kepada ayat-ayat hukum dari Al-Quran
atau hadis-hadis hukum, tetapi tentu tidak boleh dilupakan bahwa sebagian
bahkan sebagian besar isi kitab fikih juga hasil ijtihad ulama yang tidak dapat
dikategorikan sebagai doctrinal ajaran agama. Dengan demikian kategorisasi
obyek kajian hukum sebagai doctrinal dan non-doktrinal yang diperkenalkan
Soetandyo dapat menimbulkan kerancuan ketika diterapkan kepada salah satu
bentuk literature hukum Islam yang disebut fikih yang memang mengandung unsur-unsur
doctrinal dan non-doktrinal keagamaan sekaligus, sehingga sebaiknya kategorisasi
ini tidak digunakan.
Apa itu Grand Teori ? saya coba menebak arti
Grand teori dari pengertiannya secara harfiah.
Apabila dikaitkan dengan masalah
penelitian yaitu penyerapan hukum maka perubahan hukum suatu komunitas tidak
hanya disebabkan oleh perubahan struktur sosial (social structure)
tetapi juga perubahan system budaya (cultural system). Perubahan hukum
dalam penelitian ini adalah penyerapan mereka terhadap system hukum lain
dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal pada masyarakat tersebut.
Application theory menggunakan pula seperangkat kaidah-kaidah hukum Islam yang
berkenaan dengan perubahan hukum. Kaidah-kaidah fiqhiyah yang berhubungan
dengan ‘urf, diantaranya: اَلْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ (Adat kebiasaan itu dapat ditetapkan
sebagai hukum), اِسْتِعْمَالُ النَّاسِ حُجَّةٌ يَجِبُ
الْعَمَلُ بِهَا
(Perbuatan manusia yang telah tetap dikerjakannya wajib beramal
dengannya), dan لاَيُنْكِرُتَغَيُّرُ
الْأَحْكَامِ بِتَغَيُّرِ الْأَزْمَانِ (Tidak dapat
dipungkiri bahwa perubahan hukum (berhubungan) dengan perubahan masa).
Kaidah-kaidah tersebut memberikan pedoman bahwa hukum Islam memiliki sifat
elastis sehingga akan bisa selaras dengan perkembangan zaman.
Perubahan hukum berupa penyerapan
hukum Islam yang terjadi pada masyarakat Kampung Marunda Pulo, Kampung Naga dan
Baduy terjadi karena beberapa faktor, di antara faktor yang paling dominan
adalah berubahnya perilaku individu dikarenakan interaksi mereka dengan
masyarakat lain yang memiliki system hukum yang berbeda.
Secara harfiah, Grand Teori berasal
dari bahasa inggris yaitu dari kata Grand dan Theory. Grand artinya utama,
dasar, sedangkan Theory ya teori sehingga secara harfiah saya mengartikan
grand Teori sebagai teori utama atau teori dasar. Tapi yang menjadi pertanyaan
benarkah artinya seperti itu ? saya belum tahu.
Namun, saya tidak menyerah dan
mencoba sedikit usaha untuk mencari di wikipedia sehingga menemukan bahwa
ternyata Grand Teori itu adalah :
Grand Theory is a term invented by the American sociologist
C. Wright Mills in The Sociological Imagination to refer to the form of highly
abstract theorizing in which the formal organization and arrangement of
concepts takes priority over understanding the social world. In his view, Grand
Theory was more or less separated from the concrete concerns of everyday life
and its variety in time and space.
secara harfiah berarti : (Mohon maaf
bila salah)
Grand Teori adalah sebuah istilah yang ditemukan oleh
seorang ahli sosioligis bernama Charles Wright Mills dalam bukunya yang
berjudul “The Sociological Imagination” untuk menunjukan bentuk teori absraksi
tinggi yang mana pengaturan formal dan susunan dari konsep-konsep lebih penting
dibandingkan pengertian terhadap dunia sosial. Dalam pandangannya , Grand
Teori kurang lebih dipisahkan dari perhatian nyata kehidupan sehari-hari
dan berbagai variasinya dalam ruang dan waktu.
melihat pengertian tersebut, saya
sedikit mengerti mengenai apa itu grand teori. Tapi karena mengertinya cuma
sedikit dan gak ngertinya masih banyak jadi masih bingung juga. Namun, meski
demikian tetap tidak boleh menyerah besok harus belajar lagi supaya bisa lebih
paham. Terimaksih atas perhatiannya kepada yang sedang membuat skripsi
tetap semangat !
TANTANGAN
STUDI HUKUM ISLAM DEWASA INI
Studi hukum Islam sering dipahami
secara keliru oleh sebagian orang sebagai upaya untuk istinbat hukum, sehingga
ujung dari setiap studi hukum Islam adalah ditemukannya status hukum mengenai
sesuatu masalah dari perspektif hukum Islam. Meskipun pemahaman itu tidak
salah, tetapi hanya mewakili sebagian kecil makna studi hukum Islam. Di luar
itu, masih banyak lagi wilayah kajian yang juga menjadi obyek studi hukum
Islam. Makalah ini akan mencoba menjelaskan cakupan wilayah kajian hukum Islam
itu dan dengan mengambil kasus Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta akan melihat di wilayah kajian mana penelitian-penelitian hukum Islam
telah dilakukan selama ini serta di mana pula lacuna terjadi yang sekaligus memperlihatkan
tantangan bagi studi hukum Islam ke depan.
Bahan utama bagi tulisan ini adalah
buku-buku metodologi penelitian hukum untuk menjelaskan peta wilayah kajian
hukum dan daftar judul disertasi doktor pada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta selama kurang lebih 30 tahun yaitu periode Maret 1982 sampai dengan
Agustus 2011.Makna dan cakupan studi hukum Islam Studi hukum Islam dapat
dilihat sebagai bagian dari studi Islam yang fokusnya adalah aspek hukum dari
ajaran Islam, baik dari segi isi ajaran itu, bagaimana ajaran itudijabarkan dan
diterapkan.
No comments:
Post a Comment