Sinkronisasi
Hukum
Pendapat
Rian Bagus Karanganyar, dirasakan benar, tentang karena memang sangat penting
sinkronisasi hukum.
Boleh penulis titip syair?
JIKA
TIDAK ADA SINKRONISASI
KONFLIK
DATANG, BERGANTI-GANTI
JAUH
DARI SALING MENGHARGAI
KETENANGAN
JADI, TERNODAI
M.RAKIB LPMP RIAU
INDONESIA
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, sinkron berarti pada waktu yang sama, serentak, sejalan, sejajar,
sesuai, selaras. Sinkronisasi yaitu perihal menyinkronkan, penyerentakan. Dan
sama juga dengan kata harmonisasi yaitu upaya mencari keselarasan.
Sinkronisasi peraturan
perundang-undangan adalah penyelarasan dan penyerasian berbagai peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang telah
ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu. Maksud dari
kegiatan sinkronisasi adalah agar substansi yang diatur dalam produk
perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi (suplementer),
saling terkait, dan semakin rendah jenis pengaturannya maka semakin detail dan
operasional materi muatannya. Adapun tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah
untuk mewujudkan landasan pengaturan suatu bidang tertentu yang dapat
memberikan kepastian hukum yang memadai bagi penyelenggaraan bidang tersebut
secara efisien dan efektif. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Sinkronisasi Vertikal
Dilakukan dengan melihat apakah
suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu bidang tertentu
tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Menurut Undang-undang
Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7
ayat (1) menetapkan bahwa jenis dan hirarkhi peraturan perundang-undangan adalah
sebagai berikut :
a. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang;
c. Peraturan
Pemerintah;
d. Peraturan
Presiden;
e. Peraturan
Daerah;
Di samping
harus memperhatikan hirarkhi peraturan perundang-undangan tersebut di atas,
dalam sinkronisasi vertikal, harus juga diperhatikan kronologis tahun dan nomor
penetapan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Sinkronisasi
secara vertikal bertujuan
untuk melihat apakah suatu peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi
suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan
lainnya apabila dilihat dari sudut vertikal atau hierarki peraturan
perundang-undangan yang ada (Bambang
Sunggono, 1997 : 97).
b. Sinkronisasi Horisontal
Sinkronisasi Horisontal dilakukan
dengan melihat pada berbagai peraturan perundang-undangan yang sederajat dan
mengatur bidang yang sama atau terkait. Sinkronisasi horisontal juga harus
dilakukan secara kronologis, yaitu sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Sinkronisasi secara
horizontal bertujuan untuk menggungkap kenyataan sampai sejauh mana
perundang-undangan tertentu serasi secara horizontal, yaitu mempunyai
keserasian antara perundang-undangan yang sederajat mengenai bidang yang sama (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji,
2003 : 74).
Harmonisasi
hukum ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000, tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), sub-program pembentukan peraturan
perundang-undangan, bahwa “sasaran program ini adalah terciptanya harmonisasi
peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan
kebutuhan pembangunan”. Sinkronisasi vertikal dan horisontal menelaah sampai
sejauh mana hukum positif tertulis yang berlaku bagi suatu bidang yang sama itu
sinkron (Kusnu Goesniadhie, 2006 : 23-24).
Selain itu
dalam konteks harmonisasi hukum, dapat diketahui pula dalam Keputusan Presiden
Nomor 188 Tahun 1998, Pasal 2 yang berbunyi sebagaiberikut : “Dalam rangka
pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang
diarahkan pada perwujudan keselarasan konsepsi tersebut dengan ideologi negara,
tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupinya, UUD 1945, GBHN,
undang-undang yang lain yang telah ada berikut segala peraturan pelaksanaannya
dan kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang akan diatur dalam
rancangan undang-undang tersebut. Sasaran program pembentukan peraturan
perundang-undangan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan
pembangunan. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, Pasal 18 ayat (2) menyebutkan “Pengharmonisan,
pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari
Presiden, dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang peraturan perundang-undangan”. Prinsip keseimbangan, keserasian dan
keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan
bangsa dan negara, merupakan salah satu asas materi muatan setiap peraturan
perundang-undangan (Kusnu Goesniadhie, 2006 : 69-70).
No comments:
Post a Comment