TUJUH MILYAR MANUSIA
Karya : Muhammad Rakib Janib Jamari
Tujuh milyar maunsia, kini tinggal di bumi
Kini angkanya akan dipotong
Menjadi lima ratus juta saja.
Ada naluri, dalam budi, berkata “Interupsi!”pada agenda Yahudi.
Naluri dalam budi pekerti, pencopet, pencuri tanah Palestina yang berani mati..
Ada naluri, dalam budi, berkata “Interupsi!”pada agenda Yahudi.
Naluri dalam budi pekerti, pencopet, pencuri tanah Palestina yang berani mati..
Yahudi bukan budi pekerti perampok kelas teri.
Tanpa akhlak dan budi pekerti gembong-gembong
perjudian
Mengelak dari Bandar-bandar narkoba bertebaran.
Yahudi bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tegas terhadap Palestina.
Yahudi bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tegas terhadap Palestina.
Palestina bukan
menuntut penjambret jemuran.
Juga bukan
tentang perampok rumah mewah, dan pencuri sepeda motor.
Tapi penegak HAM
dunia begitu lemah dan malu-malu,
saat menuntut penjahat perang, koruptor dana
Badan Usaha Logistik, pembobol terowongan Gaza..
Sambil sekolah,
aku bekerja demi sesuap nasi.
Bertahun-tahun kusaksikan, begitu kencang ketukan palu memenjarakan preman kampung.
Bertahun-tahun kusaksikan, begitu kencang ketukan palu memenjarakan preman kampung.
Tapi sangat
lembut dan mencari-cari alasan agar terdakwa kasus korupsi meninggalkan sidang
dengan status tak bersalah.
Selama ini pula kautorehkan budaya remisi bebas bagi narapidana kaya. Tapi hanya memberi sehari dua hari potongan hukuman dari bertahun-tahun di balik jeruji untuk narapidana miskin.
Interupsi!
Mengapa kau pandang bulu?
Mengapa di tanganmu pengadilan menjadi teater yang mementaskan lakon sarat ironi?
Mengapa kau manjakan para koruptor dibalik tirai besi dan rumah sakit?
Mengapa kau campakkan tuan Lopa, tuan Wirahadikusuma, tuan Syafiuddin, Bung Munir, dan aktivis mahasiswa dari titik kritis.
Mengapa kau memvonisku sebagai anak durhaka?
Mengapa kau tega menipu orang bodoh yang sedang berusaha percaya kepadamu dan memimpikan keadilan seperti aku?
Mengapa kau dustai kuasa ilahi dan hati kecilmu?
Apa kau sakit ingatan?
Interupsi!
Kau benar-benar membuatku ragu dan cemas
Jangan-jangan, dari waktu ke waktu kau hanya menjadi budak nafsu dan alat pembersih kejahatan yang bisa dibeli, alat rekayasa para pejabat untuk mencari untung, anjing penguasa, pecundang sejati, atau pengecut?
Interupsi!
Berapa harga yang harus kubayar agar setiap keputusanmu PBB bisa menumpas kzaliman Yahudi dengan segala tindak kriminal yang kini semakin melampaui batas?
Kapan kau Timur tengah akan bangkit dan membangun nyali?
Dan akankah kau secerah hangat mentari pagi?
Selama ini pula kautorehkan budaya remisi bebas bagi narapidana kaya. Tapi hanya memberi sehari dua hari potongan hukuman dari bertahun-tahun di balik jeruji untuk narapidana miskin.
Interupsi!
Mengapa kau pandang bulu?
Mengapa di tanganmu pengadilan menjadi teater yang mementaskan lakon sarat ironi?
Mengapa kau manjakan para koruptor dibalik tirai besi dan rumah sakit?
Mengapa kau campakkan tuan Lopa, tuan Wirahadikusuma, tuan Syafiuddin, Bung Munir, dan aktivis mahasiswa dari titik kritis.
Mengapa kau memvonisku sebagai anak durhaka?
Mengapa kau tega menipu orang bodoh yang sedang berusaha percaya kepadamu dan memimpikan keadilan seperti aku?
Mengapa kau dustai kuasa ilahi dan hati kecilmu?
Apa kau sakit ingatan?
Interupsi!
Kau benar-benar membuatku ragu dan cemas
Jangan-jangan, dari waktu ke waktu kau hanya menjadi budak nafsu dan alat pembersih kejahatan yang bisa dibeli, alat rekayasa para pejabat untuk mencari untung, anjing penguasa, pecundang sejati, atau pengecut?
Interupsi!
Berapa harga yang harus kubayar agar setiap keputusanmu PBB bisa menumpas kzaliman Yahudi dengan segala tindak kriminal yang kini semakin melampaui batas?
Kapan kau Timur tengah akan bangkit dan membangun nyali?
Dan akankah kau secerah hangat mentari pagi?
NALURI DALAM BUDI
Karya : Muhammad Rakib Janib Jamari
Naluri, dalam budi, berkata “Interupsi!”
Naluri dalam budi pekerti, pencopet, pencuri ayam yang berani mati..
Karya : Muhammad Rakib Janib Jamari
Naluri, dalam budi, berkata “Interupsi!”
Naluri dalam budi pekerti, pencopet, pencuri ayam yang berani mati..
Budi pekerti perampok kelas teri.
Tanpa akhlak dan budi pekerti
gembong-gembong perjudian
Mengelak dari Bandar-bandar narkoba bertebaran.
Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tegas menuntut penjambret jemuran.
Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tegas menuntut penjambret jemuran.
Ada berita perampok rumah
mewah, dan pencuri sepeda motor.
Tapi penegak hukum begitu
lemah dan malu-malu,
saat menuntut koruptor dana Badan Usaha
Logistik, pembobol bank.
Sambil sekolah, aku bekerja
demi sesuap nasi.
Bertahun-tahun kusaksikan, begitu kencang ketukan palu memenjarakan pengutil dan preman kampung.
Bertahun-tahun kusaksikan, begitu kencang ketukan palu memenjarakan pengutil dan preman kampung.
Tapi sangat lembut dan
mencari-cari alasan agar terdakwa kasus korupsi meninggalkan sidang dengan
status tak bersalah.
Selama ini pula kautorehkan budaya remisi bebas bagi narapidana kaya. Tapi hanya memberi sehari dua hari potongan hukuman dari bertahun-tahun di balik jeruji untuk narapidana miskin.
Interupsi!
Mengapa kau pandang bulu?
Mengapa di tanganmu pengadilan menjadi teater yang mementaskan lakon sarat ironi?
Mengapa kau manjakan para koruptor dibalik tirai besi dan rumah sakit?
Mengapa kau campakkan tuan Lopa, tuan Wirahadikusuma, tuan Syafiuddin, Bung Munir, dan aktivis mahasiswa dari titik kritis.
Mengapa kau memvonisku sebagai anak durhaka?
Mengapa kau tega menipu orang bodoh yang sedang berusaha percaya kepadamu dan memimpikan keadilan seperti aku?
Mengapa kau dustai kuasa ilahi dan hati kecilmu?
Apa kau sakit ingatan?
Peringatan!
Kau benar-benar membuatku ragu dan cemas
Jangan-jangan, dari waktu ke waktu kau hanya menjadi budak nafsu dan alat pembersih kejahatan yang bisa dibeli, alat rekayasa para pejabat untuk mencari untung, anjing penguasa, pecundang sejati, atau pengecut?
Ingat-ingatlah!
Berapa harga yang harus kubayar agar setiap keputusanmu bisa menumpas tuntas segala tindak kriminal yang kini semakin melampaui batas?
Kapan kau akan bangkit dan membangun nyali?
Dan akankah kau secerah hangat mentari pagi?
Selama ini pula kautorehkan budaya remisi bebas bagi narapidana kaya. Tapi hanya memberi sehari dua hari potongan hukuman dari bertahun-tahun di balik jeruji untuk narapidana miskin.
Interupsi!
Mengapa kau pandang bulu?
Mengapa di tanganmu pengadilan menjadi teater yang mementaskan lakon sarat ironi?
Mengapa kau manjakan para koruptor dibalik tirai besi dan rumah sakit?
Mengapa kau campakkan tuan Lopa, tuan Wirahadikusuma, tuan Syafiuddin, Bung Munir, dan aktivis mahasiswa dari titik kritis.
Mengapa kau memvonisku sebagai anak durhaka?
Mengapa kau tega menipu orang bodoh yang sedang berusaha percaya kepadamu dan memimpikan keadilan seperti aku?
Mengapa kau dustai kuasa ilahi dan hati kecilmu?
Apa kau sakit ingatan?
Peringatan!
Kau benar-benar membuatku ragu dan cemas
Jangan-jangan, dari waktu ke waktu kau hanya menjadi budak nafsu dan alat pembersih kejahatan yang bisa dibeli, alat rekayasa para pejabat untuk mencari untung, anjing penguasa, pecundang sejati, atau pengecut?
Ingat-ingatlah!
Berapa harga yang harus kubayar agar setiap keputusanmu bisa menumpas tuntas segala tindak kriminal yang kini semakin melampaui batas?
Kapan kau akan bangkit dan membangun nyali?
Dan akankah kau secerah hangat mentari pagi?
No comments:
Post a Comment