Tuesday, December 2, 2014

IMAM YANG TERCELA oleh M.Rakib LPMP Riau 2014



IMAM  YANG  TERCELA
oleh M.Rakib LPMP Riau 2014

IMAM  YANG  TERCELA
oleh M.Rakib LPMP Riau 2014

Celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan Imam memanjangkan sholat tanpa memperhatikan keadaan orang-orang yang berma’mum. (HR. Al Bukhari)

Para suami adalah imam dalam keluarga


SYAIR PERKAWINAN
oleh M.Rakib LPMP Riau 2011
Wawan Budi's photo.

Jangan memuji, laki-laki lain,
Walaupun maksudnya, bermain-main.
Apakah yang lajang, maupun sudah kawin,
Di hadapan suami, sang pemimpin.

             Suami tidak memuji, wanita cantik,
    Di hadapan istri, yang melirik.
Akan berakibat, tidak baik,
   Keharmonisan, akan terusik.

Gerakan feminisme yang beriringan dengan isu hak asasi manusia (HAM) belakangan ini mulai menyentuh lembaga perkawinan dan tatanan keluarga. Sejumlah isu yang mewarnai kerangka pemikiran RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) menjadi polemik karena menyangkut norma-norma yang dipandang baku dalam agama.Dalam bingkai nilai dasar Islam, keadilan dan kesetaraan gender tidak hanya menyangkut hak-hak perempuan semata, tapi juga kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan oleh perempuan (QS. An-Nahl: 97).


Bisa dibayangkan implikasinya terhadap wibawa lembaga perkawinan ketika isu kesetaraan gender digunakan untuk menggugat beberapa norma dalam hukum perkawinan, seperti hak menjadi wali nikah, mahar, saksi akad nikah, faktor agama dalam perkawinan, tanggung jawab kepala keluarga, dan lain-lain.



Jangan membanding-bandingkan suami,
Dalam pendapatan, ekonomi.
Lain orang, lain rezeki,
Sudah takdir, dari Ilahi.

Wahai Hamba Allah, hari ini, bahkan detik ini, berlarilah mengejar cahaya surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Berprasangkalah yang baik kepada Allah karena Allah akan berbuat sebagaimana prasangkamu kepada-Nya. Yakinlah bahwa Dia lebih cepat pengampunan-Nya. Dia sangat sabar menunggumu di pintu-pintu tobat.


Bahkan, sebelum nyawa tersedak di tenggorokan, sebelum kaki beku dan lidah kelu, Allah masih setia menjaga pintu tobat karena kasih sayang

             Membanding-bandingkan itu, suatu aib,
                                                    Suami istri, hendaklah tertib.
    Harga diri suami, jangan diungkit,
         Karena dapat, mengundang penyakit.

Jangan diungkit, kesalahan yang lalu,
Karena menimbulkan, rasa malu.
Seperti diiris, dengan sembilu,
Buanglah saja, dianggap tidak perlu.

 Sudah cukuplah wibawa lembaga perkawinan terusik dengan angka perceraian yang melonjak tajam belakangan ini dan sebagian besar gugat cerai oleh perempuan (istri) yang secara finansial tidak lagi bergantung pada suami.


Menurut Prof Dr HA Mukti Ali, seorang perempuan yang berhasil mencapai kedudukan tinggi dan terhormat di masyarakat, dalam menjalankan tugasnya itu haruslah ingat dan sadar bahwa dia tetap seorang ibu yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Perjuangan emansipasi bukan berarti melepaskan perempuan dari tanggungjawab dan kewajiban rumah tangga. Mereka harus mencari sintesis dan harmoni antara peran domestik dan peran publik.

Wibawa lembaga perkawinan wajib dijunjung tinggi sesuai dengan Ketuhanan yang Maha Esa yang menjadi dasar negara kita. Seseorang tidak boleh bermain-main dengan perkawinan yang tidak diakui agama dan negara. Karena, hukum agama tidak membolehkan perkawinan beda agama dan perkawinan pasangan sejenis (gay dan lesbi).

           Orang tua sekedar, memberi nasehat,
Yang ringan jangan, diperberat,
               Ikut campur, mendatangkan mudharat,
    Solusinya ialah agama, diperkuat.

Jangan menyebut, nama mertua,
Kecuali jelas, keperluannya.
Bukan bermaksud, melanggar etika,
Karena mertua, orang bertuah.

         Mertua yang baik,seperti keramat,
Kepadanya, wajiblah hormat.
        Sopan santun, membawa rahmat,
      Rezekipun datang, berlipat-lipat.

Apabila murah rezeki,
Bayarlah zakat, berkali-kali.
Berbulan madu, boleh ke Bali,
Ebaiknya umroh, memantapkan hati.

             Bersntuhan dengan mertua, tidak batal wudhuk,
                                            Begitu dekatnya, silarrahim terbentuk.
    Seperti orang tua kandung, yang tawadhuk,
      Membentengi anaknya, dari hal yang buruk.

Jangan diterima, masuk ke rumah,
Orang yang suami, tidak suka.
Baik laki-laki, maupun wanita,
Terutama kaetika, suami tiada.

           Orang yang tidak, disukai suami,
Jangan sampai, diberi hati,
Begitu tuntunan, dari Ilahi,
      Agar terpelihara, silaturrahmi.

Jangan menggunakan, ilmu pekasih,
Melalui paranormal, yang tidak salih,
Dengan jampi-jampi, sekapur sirih,
Cukuplah berdoa, cara terpilih.

              Ilmu pekasih, yang paling tinggi,
           Mengamalkan, tuntunan Ilahi,
         Salat tahajud, di malam hari,
                                                          Selalu membaca, kitab suci.

 




Celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan Imam memanjangkan sholat tanpa memperhatikan keadaan orang-orang yang berma’mum. (HR. Al Bukhari)

Para suami adalah imam dalam keluarga


SYAIR PERKAWINAN
oleh M.Rakib LPMP Riau 2011
Wawan Budi's photo.

Jangan memuji, laki-laki lain,
Walaupun maksudnya, bermain-main.
Apakah yang lajang, maupun sudah kawin,
Di hadapan suami, sang pemimpin.

             Suami tidak memuji, wanita cantik,
    Di hadapan istri, yang melirik.
Akan berakibat, tidak baik,
   Keharmonisan, akan terusik.

Gerakan feminisme yang beriringan dengan isu hak asasi manusia (HAM) belakangan ini mulai menyentuh lembaga perkawinan dan tatanan keluarga. Sejumlah isu yang mewarnai kerangka pemikiran RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) menjadi polemik karena menyangkut norma-norma yang dipandang baku dalam agama.Dalam bingkai nilai dasar Islam, keadilan dan kesetaraan gender tidak hanya menyangkut hak-hak perempuan semata, tapi juga kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan oleh perempuan (QS. An-Nahl: 97).


Bisa dibayangkan implikasinya terhadap wibawa lembaga perkawinan ketika isu kesetaraan gender digunakan untuk menggugat beberapa norma dalam hukum perkawinan, seperti hak menjadi wali nikah, mahar, saksi akad nikah, faktor agama dalam perkawinan, tanggung jawab kepala keluarga, dan lain-lain.



Jangan membanding-bandingkan suami,
Dalam pendapatan, ekonomi.
Lain orang, lain rezeki,
Sudah takdir, dari Ilahi.

Wahai Hamba Allah, hari ini, bahkan detik ini, berlarilah mengejar cahaya surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Berprasangkalah yang baik kepada Allah karena Allah akan berbuat sebagaimana prasangkamu kepada-Nya. Yakinlah bahwa Dia lebih cepat pengampunan-Nya. Dia sangat sabar menunggumu di pintu-pintu tobat.


Bahkan, sebelum nyawa tersedak di tenggorokan, sebelum kaki beku dan lidah kelu, Allah masih setia menjaga pintu tobat karena kasih sayang

             Membanding-bandingkan itu, suatu aib,
                                                    Suami istri, hendaklah tertib.
    Harga diri suami, jangan diungkit,
         Karena dapat, mengundang penyakit.

Jangan diungkit, kesalahan yang lalu,
Karena menimbulkan, rasa malu.
Seperti diiris, dengan sembilu,
Buanglah saja, dianggap tidak perlu.

 Sudah cukuplah wibawa lembaga perkawinan terusik dengan angka perceraian yang melonjak tajam belakangan ini dan sebagian besar gugat cerai oleh perempuan (istri) yang secara finansial tidak lagi bergantung pada suami.


Menurut Prof Dr HA Mukti Ali, seorang perempuan yang berhasil mencapai kedudukan tinggi dan terhormat di masyarakat, dalam menjalankan tugasnya itu haruslah ingat dan sadar bahwa dia tetap seorang ibu yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Perjuangan emansipasi bukan berarti melepaskan perempuan dari tanggungjawab dan kewajiban rumah tangga. Mereka harus mencari sintesis dan harmoni antara peran domestik dan peran publik.

Wibawa lembaga perkawinan wajib dijunjung tinggi sesuai dengan Ketuhanan yang Maha Esa yang menjadi dasar negara kita. Seseorang tidak boleh bermain-main dengan perkawinan yang tidak diakui agama dan negara. Karena, hukum agama tidak membolehkan perkawinan beda agama dan perkawinan pasangan sejenis (gay dan lesbi).

           Orang tua sekedar, memberi nasehat,
Yang ringan jangan, diperberat,
               Ikut campur, mendatangkan mudharat,
    Solusinya ialah agama, diperkuat.

Jangan menyebut, nama mertua,
Kecuali jelas, keperluannya.
Bukan bermaksud, melanggar etika,
Karena mertua, orang bertuah.

         Mertua yang baik,seperti keramat,
Kepadanya, wajiblah hormat.
        Sopan santun, membawa rahmat,
      Rezekipun datang, berlipat-lipat.

Apabila murah rezeki,
Bayarlah zakat, berkali-kali.
Berbulan madu, boleh ke Bali,
Ebaiknya umroh, memantapkan hati.

             Bersntuhan dengan mertua, tidak batal wudhuk,
                                            Begitu dekatnya, silarrahim terbentuk.
    Seperti orang tua kandung, yang tawadhuk,
      Membentengi anaknya, dari hal yang buruk.

Jangan diterima, masuk ke rumah,
Orang yang suami, tidak suka.
Baik laki-laki, maupun wanita,
Terutama kaetika, suami tiada.

           Orang yang tidak, disukai suami,
Jangan sampai, diberi hati,
Begitu tuntunan, dari Ilahi,
      Agar terpelihara, silaturrahmi.

Jangan menggunakan, ilmu pekasih,
Melalui paranormal, yang tidak salih,
Dengan jampi-jampi, sekapur sirih,
Cukuplah berdoa, cara terpilih.

              Ilmu pekasih, yang paling tinggi,
           Mengamalkan, tuntunan Ilahi,
         Salat tahajud, di malam hari,
                                                          Selalu membaca, kitab suci.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook