EPISTEMOLOGI
HUKUM ISLAM
Rahasia Hukum
Islam (Asrarul Ahkam)
· Menempa ketakwaan
· Memupuk disiplin
· Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat
Epistemologi
Potensi bawaan lahir manusia
1. daya (nafsu) ofensif (quwwatul syhwat) yang mendorong
untuk berbuat jahat (amarah)
2. daya defensif (quwwatul ghadhab) yang mendorong untuk
melakukan kebaikan (lawwamah)
3. daya akal (quwwatul aql) yang menimbang antara kedua di
atas (muthmainnah)
akal perlu
dibimbing untuk bisa membuat keputusan terbaik yang mampu mengendalikan nafsu.
manusia dan hukum
upaya pencarian
manusia untuk mengarungi hidup perlu dituntun agar terarah. Karenanya aturan
hukum perlu mendampingi manusia agar betul selamat dunia akhirat.
Sumber dan metode
hukum Islam
Sumber ada 2,
yaitu asli (ilahiy, naqli, non ijtihadi, qat’iy) yang meliputi
Alquran dan Assunnah dan tabi’iy (insaniy, aqli, ijtihadi, zanniy) yang
meliputi ijma’ qiyas dst.
Pengetahuan
manusia dibagi 2, yaitu tentang Tuhan (agama) dan hukum-hukum tuhan (segala
yang ada). Pengetahuan itu merupakan ilmu yang bermula dari agama yang
kemudian dibuktikan oleh empirik. Berbicara soal pengetahuan berarti bicara
epistemologi dengan berbagai pendekatan
Di barat
epistemologi memiliki lima pendekatan yaitu empirisme, rasionalisme,
fenomenologisme, intuisi dan empiris cum rasio.
Di Islam,
epistmeologi ada 4, empirisme (alhissiyyah), rasional (aqliyah), intuisi
(kasyfiyyah) dan otoritatif (sami’iyyah).
Pengetahuan
tentang agama memiliki dua model, yaitu khabariyyah i’tiqadiyyah (info yang diyakini
kebenarannya) ini dianggap otoritatif seperti tauhid dan Thalabiyyah
i’tiqadiyah (info yang diteliti baru yakin) yang diangap non otoritatif
seperti fiqh.
Alat memperoleh
pengetahuan
Alat untuk
memperoleh pengetahuan ada 3, qalbu, mata dan telinga. (lihat 16:78; 32:9;
17:36; 67:23; 46:26; 2:7; 7:179; 22:46; 25:49; 50:37; 10:42; 6:25;
Alat-alat yang
mampu memperoleh pengetahuan harus diatur dalam sebuah tata azaz, jika tidak
akan terjadi anomali. Untuk itu dikenal metode istinbath hukum. Dalam islam
Metode istinbath hukum adalah naqliyah-aqliyah; yang terdiri dari; tajribah
al-hissiyyah (empirik), al-mutawatirat (transmisi premis) dan istiqra’
(penelitian induktif). Istinbaht sah dilakukan dengan tetap mengacu pada prinsip hukum dalam
Islam yaitu;
Prinsip hukum
Islam
1. Tauhid
2. Keadilan
3. Amar makruf nahi mungkar
4. al-Hurriyyah (kebebasan)
5. al-Musawah (egaliter)
6. Ta’awun (tolong menolong)
7. Tasammuh (toleransi)
Seluruh produk
hukum yang digali dari teks oleh akal harus mengacu kepada hikmah hukum dalam
Islam kerangka berikut ini;
Rahasia Hukum
Islam (Asrarul Ahkam)
· Menempa ketakwaan
· Memupuk disiplin
· Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat
Karakteristik
Hukum Islam (Thawabiul Ahkam)
· Sempurna (perfect/kaffah); Sumber Quran dan Hadis dianggap mampu mengcover seluruh problem yang
bakal muncul (Shaalih likulli zamaan) dengan bekal ijtihad (terhadap 96% ayat)
· Elastisitas; Bisa lentur
(beradaptasi) menghadapi rupa-rupa persoalan baru sepanjang tidak aneh-aneh.
Contoh: Berbelanja di Mall.
· Universal dan Dinamis; Bisa dipakai pada zaman dan tempat apapun. Contoh: Piagam Madinah
· Sistematis; Hukum Islam
secara keseluruhan saling berkaitan secara organis, tidak sepenggal-sepenggal atau
partial yang kesemuanya mengarah kepada titik tata kosmos.
· Taaqquli dan Taabbudi; integralitas antara rasio, spiritual dan empiri.
Ciri Khas Hukum
Islam (Khashaaishul Ahkam)
· Berdasarkan kepada wahyu yang dibangun diatas pondasi
aqidah dan rasio
· Memiliki sangsi dunia dan akhirat
· Mengatur manusia untuk mencapai kesejahteraan hidup
secara kolektif.
Prinsip Dasar
Hukum Islam (Mabaadiul Ahkam)
· Menghindari hal-hal yang akan menyempitkan dan
memberatkan (Adamul Haraj) = Laa Dharara walaa Dhirar, Addiinu
Yusrun, Yassiruu walaa Tuassiruu, Laa yukallfullaahu Nafsan illa wusaha,
Yuridullahu bikumul yusra, Addharuuratu tubiihul Mahzhuraat.
· Memperkecil beban/realistis (taqliilu takliif) = Sholat jika tidak bisa berdiri, duduk saja, tidur
saja atau disholatkan = Yuridullahu anyukhaffifa angkum
· Bertahap dalam pemberian
beban (tadarruj) contoh proses pengharaman khamar.
· Berorientasi kepada kemaslahatan manusia secara
universal; Setiap hukum lahir karena memang dibutuhkan untuk hadir untuk menata
kehidupan guna mencapai ketertiban dan keteraturan hidup masyarakat sendiri.=
Al hukmu yaduuru maal illati
· Bercita rasa keadilan bagi semua (tidak berpihak
dalam memberi taklif).= Walaa yajrimannakum syana aanu qaumin ala alla tadiluu.
Dasar-dasar Hukum
Islam (Da aimul Ahkaam)
· Musyawarah
· Kebebasan
· Toleransi
· Solidaritas
Tujuan Hukum dan
Islam
Tidak ada tujuan
lain kecuali mewujudkan kebaikan, ketentraman, kenyamanan dan keamanan buat
manusia (kemaslahatan), baik secara individu maupun social (Maqaashidus
Syariiah) Kemasalahatan yang terpokok meliputi agama, jiwa, akal, nasab dan
ekonomi. Dalam hal ini ada skala prioritas. (1) Tujuan yang pokok/primer (Dharuriyyat)
(2) Tujuan yang dibetul-betul dibutuhkan/sekunder (Hajjiyat) (3) Tujuan
yang sekedar tertier/Tahsiniyyat.
1. Memelihara Agama; D= Sholat; H=Sholat berjamaah;
T=Sholat pakai sorban
2. Memelihara Jiwa; D=Makan; H=Makan di Texas;
T=Makan pakai sumpit
3. Memelihara Akal; D=Menghindari Narkoba;
H=Menghindari merokok; T=Tidak banyak angan-angan.
4. Memelihara Keturunan; D=nikah; H=Mahar; T=Resepsi
di gedung
5. Memelihara Harta; D=Memperoleh harta secara legal;
H= Memperoleh harta lewat konsinyasi ; T= Memperoleh harta tanpa ada unsur
gharar sama sekali.
Problem muncul
dalam menentukan kemasalahatan (apa parameternya). Ada 4 jalan dalam menemukan
kemaslahatan; a. diterangkan secara zahir oleh teks. B. ditemukan secara batin
oleh orang yang memiliki otoritas c. melalui penerawangan rasio. d. tekstual
cum rasio. Dari sinilah polemic hokum berkecamuk. (telusuri polemic hokum dalam
5 bidang, yaitu social-budaya, politik pemerintahan, HAM, lingkungan dan
Kesehatan).
Keutamaan Hukum
Islam (Mazaaya atau Mahaasin Al-Ahkam)
· Terletak pada adanya interelasi yang harmonis antara
hukum (peraturan) dengan dimensi moral atau etika. Sehingga dalam Islam: Hukum
berdampingan dengan moral. Bukan hukum lebih dipentingkan dari pada moral atau
sebaliknya. Jika hukum menepikan moral akan melahirkan kezaliman, sedangkan
moral tanpa hukum melahirkan ketidak pastian hukum (anarkis)…
Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi dalam Hukum Islam
Oleh H.M.Rakib, SH.,M.Ag. Pekanbaru-
Riau
Apa hukum itu, secara esensi, kata ontologi
Dari mana asalnya, kata Epistemologi
Baimana menerapkannya, kata aksiologi
Memburu makrifah, sangat berarti,
P
|
Menarik kajian tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk
menjawab ”apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy
dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda. Ontologi
sebagai bagian dari ilmu pengetahuan
lebih berkonsentrasi untuk mengkaji tentang hakikat sesuatu. Kaitannya dengan hukum
Islam, ontologi berusaha memaparkan asal-muasal
(hakikat) dari hukum Islam itu sendiri. Dengan mengetehui ontologi dari
hukum Islam maka akan berpengaruh terhadap proses selanjutnya, yaitu
epistemologi untuk kemudian bermuara pada “aksi” (aksiologi).
Jangan seperti penafasiran Wahabi, yang terlalu kaku
mengikat diri pada tels, atau nash Hukum Islam sebagai sebuah ilmu, memang berangkat dari nash-nash (teks-teks)
agama yang nilai kebenarannya memang absolut (mutlak). Hukum Islam hadir
sebagai jawaban dari realitas kehidupan manusia yang menghendaki keteraturan
dalam hidupnya. Dalam Islam, sandaran paling populer berkaitan dengan disiplin
ilmu ini adalah wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui
malaikat Jibril. Wahyu tersebut yang sampai saat ini terus eksis yang familiar
disebut dengan Al-Quran. Berangkat dari nash utama tersebut kemudian
muncul hadits Rasul, selain sebagai bayān (penjelas) juga sebagai
penafsiran lebih jauh dalam konteks praktis.
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai
pengetahuan yang dimiliki. Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan
pengenalannya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya.[4]
Dalam bahasa yang lebih lugas, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
epistemologi adalah the way atau cara untuk memperoleh pengetahuan.
Epistemologi bergerak dalam kebebasan ruang (the free space) yang
menjelaskan motode yang benar untuk menggapai ilmu yang dimaksud. Dengan
hadirnya epistemologi yang jelas maka sebuah ilmu dapat difahami dengan benar,
namun masih dalam tataran teori.
Epistemologi hukum Islam mengacu kepada usaha untuk memahami
Islam secara benar melalui proses pembelajaran yang benar pula. Dalam bahasa
lain, epistemologi (mungkin) masih berkaitan dengan “ijtihad” dalam konstelasi
hukum Islam itu sendiri. Ijtihad merupakan sebuah metode untuk menentukan hukum
yang terikat dengan nilai. Dalam konteks ini, epistemologi memang harus
“berurusan” dengan nilai agar tidak keluar dari kaidah yang benar. Hal ini
karena dalam beragama, umat manusia harus terus melaju dalam medan yang lurus (ash-shirāth
al-mustaqīm). Keterikatan dengan nilai ini memang harus dijaga karena pada
purnanya, hukum Islam akan memasuki wilayah praktis, bukan sekadar teoritis.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia,
karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara
lebih cepat dan lebih mudah.[5]
Inilah yang dikenal dengan istilah aksiologi, yaitu bagaimana ilmu pengetahuan
mampu menyelesaikan permasalahan yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
Substansi dari kegunaan ilmu akan benar-benar kentara ketika (mampu) memasuki
wilayah aksiologis. Sehingga wajar jika kemudian ilmu-ilmu yang tidak banyak
memberikan kontribusi terhadap kehidupan harus rela hati untuk dimasukkan ke
“keranjang sampah”. Hal ini karena memang segala sesuatu, termasuk ilmu akan
mengalami proses seleksi yang memang sangat bergantung kepada keadaan.
Secara aksiologis, hukum Islam tentu sangat berperan untuk
memberikan jalan hidup yang benar bagi umat manusia. Dengan adanya hukum, umat
Islam dapat menjalankan kehidupannya dengan baik dan terarah. Arah dan tujuan
hidup tersebut pada akhirnya akan menuju kepada Tuhan Yang Maha Segalanya,
Allah SWT. Belakangan, betapa banyak masalah kontemporer yang dihadapi umat
Islam. Realitas ini harus dijawab dengan segenap kesiapan yang selaiknya tetap
memberikan kesempatan umat untuk menerima jawaban tersebut. Sehingga pada
akhirnya, hukum Islam akan terlihat akomodatif, tidak kaku alias rigid.
Hukum Islam, tidak kaku,
Asal pemahaman, tidak keliru
Dapat aturan yang bermutu
Tenang dan damai selalu.
[1] [Sebuah Pengantar]. Ditulis untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu dan Logika di Pondok Pesantren Mahasiswa Universitas Islam
Indonesia (PPM UII).
[2] Santriwan Ponpes UII dan Mahasiswa Jurusan Hukum Islam (Syarī’ah)
Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Nomor Induk Mahasiswa (NIM): 09 421 021.
[3] Fakultas Syariah IAIN-SU, “Dasar-dasar Ilmu
(ONTOLOGI-EPISTEMOLOGI-AKSIOLOGI)”, http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/26/dasar-dasar-ilmu-ontologi-epistemologi-aksiologi,
diakses Senin (23/01), pukul 14.08 Wib.
No comments:
Post a Comment