Al-Siyasah Al-Syari’ah
Shalat Karena Hadiah,
Bolehkah?
Oleh
Drs.H.M.Rakib,S.H.,M.Ag.Ciptakarya
Pekanbaru Riau Indonesia. 2014
Amal untuk selain Allah, akan tertolak.,
Kecuali
bagi anak-anak
Diberi hadiah, agar bergerak,
Dengan tujuan, perbaikan akhlak.
Ada pula namanya, fastabiqul khairat,
Perintah bijak,
dari ayat.
Berlaku juga, untuk shalat,
Tua muda, yang tidak sakarat.
Nabi pernah, memberi hadiah shalat,
Kepada Ali, yang sangat taat.
Kalau khusyu’, hadiahnya dapat,
Berupa sorban, benangnya rapat.
Shalat berhadiah, sama dengan musabaqah,
Membaca Al-Quran, seninya indah.
Yang terbaik, dapat hadiah,
Agar semarak,
dan juga berkah.
Hadiah untuk yang shalat itu hanya
sebagai strategi “Al-Siyasah”, Perkataan siyasah
pada penggunaannya di sudut bahasa bermaksud ‘mentadbir sesuatu
perkara dengan baik’ atau ‘pemerintah mentadbir urusan rakyat’.
Perkataan
Syari`ah
berasal dari perkataan “Syari`at” dalam bahasa
Arab, yang dalam penggunaan biasanya dimengertikan sebagai ‘sumber air minum atau pembawaan
yang jelas’. Perkataan ‘Syari`ah’ juga dipakai oleh al-quran dalam
banyak ayat antaranya ada yang bermaksud sebagai peraturan hidup yang
terkandung dalam suruhan dan larangan dan ada juga yang bermaksud seluruh
ajaran agama yang merangkumi aspek keimanan, perundangan dan akhlak.
Manakala
strategi ‘Syari`at Islam’ ialah
seluruh apa yang disyari`atkan oleh Allah di dalam agama sama ada dengan wahyu
atau dengan sunnah rasul saw. Ianya termasuklah perkara-perkara yang berkaitan
dengan persoalan akidah dan keimanan, akhlak-akhlak yang mulia dalam
perhubungan sesama anggota masyarakat dan hukum-hukum Allah yang berkaitan
dengan perbuatan para mukallaf sama ada halal, haram, wajib, sunat dan harus
yang dikenali sebagai fiqh dan juga perundangan Islam.
Penulis setuju dengan al- Siyasah al-Syari’ah berupa hadiah Shalat Zhuhur berjamaah berhadiah mobil, umrah, dan haji, sontak iming-iming adalah siasat atau al-Siyasah dari Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan itu menuai tanggapan beragam.
Tak kurang para pegawai negeri sipil (PNS) memadati Masjid
at-Taqwa, Bengkulu, saat pelaksanaan hari pertama shalat berhadiah tersebut.
Namun keesokan harinya, tampak masjid yang sebelumnya dipenuhi jamaah sepi.
Program shalat berhadiah ini hanya dilakukan pada hari Rabu
setiap pekannya. Lebih khusus lagi hanya shalat Zhuhur. Lalu, bagaimana shalat
yang diimingi dengan berbagai hadiah tersebut?
Ketua
Departemen Kajian dan Riset Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ustaz Tajjudin Pogo,
Lc mengungkapkan, shalat orang yang bukan karena Allah SWT tertolak.
Ustaz Tajjudin mendasarkan pada hadis niat yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Jika seseorang beramal karena harta atau wanita, dia akan mendapatkan apa yang diniatkankannya. “Dia hanya dapat dunia kalau niatnya hanya hadiah,” ujar Ustaz Tajjudin.
Namun, jika orang tersebut ikhlas karena Allah SWT maka bila ada orang yang memberi penghargaan hal tersebut, tidak masalah.
Ustaz Tajjudin mencontohkan ada hadis Nabi SAW yang menyebut jika dalam berjihad ada yang dapat membunuh kaum musyrik maka dia mendapatkan harta rampasan dari yang dibunuhnya tersebut.
Hal ini dibuat sebagai penyemangat dan bukan dijadikan niat utama. Seperti halnya hadis puasa sunah bagi seorang bujang. Niat berpuasa karena Allah SWT, namun ada keutamaan tambahan, yaitu menjaga diri.
Hal seperti ini masuk ranah mencari ridha Allah SWT. Jika ada motivasi-motivasi tambahan tersebut, tidak mengapa asal tidak mengalahkan motivasi utama.
Ketua MUI KH Kholil Ridwan menyebut shalat yang diimingi hadiah sah selama cukup syarat dan rukunnya. Namun apakah mendapat pahala atau tidak, itu urusan hamba dengan Allah SWT.
Kiai Kholil menegaskan, untuk mendidik umat, hal tersebut tidak mengapa. “Asal jangan dijadikan model,” katanya mengingatkan. Menurutnya, jika dipermanenkan hal tersebut tidak ada contohnya.
Hendaknya setiap orang beribadah karena Allah SWT, bukan karena hadiah. Kiai Kholil mengibaratkan lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).
Bagi orang yang mengikuti lomba tersebut bisa mendapat pahala jika niatnya memperbaiki bacaan Alquran. “Namun, pahalanya gugur kalau niatnya karena hadiahnya.”
Imam Nawawi dalam Syarah Arba’in Nawawiyah menyebut seseorang yang beramal untuk mencari dunia, amalnya tertolak. Imam Nawawi mendasarkan pada hadis qudsi yang bersumber dari Abu Hurairah RA.
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Barang siapa melaksanakan suatu amal dengan mempersekutukan Aku dengan selain Aku maka Aku akan meninggalkannya berikut sekutunya.” (HR Muslim).
Al Harits al-Muhasabi dalam kitabnya Al Ri’ayat menegaskan tidak bolehnya niat selain karena Allah SWT. Ikhlas, kata al-Muhasabi, adalah kita menginginkan Allah dengan cara menaati-Nya bukan demi selain-Nya.
Al Hafizh Abu Nu’aim dalam Al Hilyat Al Ulama’ menjelaskan, melakukan ketaatan demi manusia atau dunia bisa merusak amal. Allah terlalu besar untuk membutuhkan sekutu.
Allah SWT juga terlalu besar untuk menerima suatu amal yang di dalamnya Dia dipersekutukan dengan selain-Nya. Termasuk, di dalamnya iming-iming hadiah.
As Samarqandi berkata, suatu amal yang dilakukan demi Allah akan diterima. Dan, suatu amal yang dilakukan demi manusia akan ditolak.
Dia mencontohkan seseorang yang shalat Zhuhur dengan maksud menunaikan kewajiban. Tapi, demi manusia dia memperlama rukun dan bacaannya. Pada dasarnya shalatnya diterima, namun tidak diterima amalnya
Ustaz Tajjudin mendasarkan pada hadis niat yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Jika seseorang beramal karena harta atau wanita, dia akan mendapatkan apa yang diniatkankannya. “Dia hanya dapat dunia kalau niatnya hanya hadiah,” ujar Ustaz Tajjudin.
Namun, jika orang tersebut ikhlas karena Allah SWT maka bila ada orang yang memberi penghargaan hal tersebut, tidak masalah.
Ustaz Tajjudin mencontohkan ada hadis Nabi SAW yang menyebut jika dalam berjihad ada yang dapat membunuh kaum musyrik maka dia mendapatkan harta rampasan dari yang dibunuhnya tersebut.
Hal ini dibuat sebagai penyemangat dan bukan dijadikan niat utama. Seperti halnya hadis puasa sunah bagi seorang bujang. Niat berpuasa karena Allah SWT, namun ada keutamaan tambahan, yaitu menjaga diri.
Hal seperti ini masuk ranah mencari ridha Allah SWT. Jika ada motivasi-motivasi tambahan tersebut, tidak mengapa asal tidak mengalahkan motivasi utama.
Ketua MUI KH Kholil Ridwan menyebut shalat yang diimingi hadiah sah selama cukup syarat dan rukunnya. Namun apakah mendapat pahala atau tidak, itu urusan hamba dengan Allah SWT.
Kiai Kholil menegaskan, untuk mendidik umat, hal tersebut tidak mengapa. “Asal jangan dijadikan model,” katanya mengingatkan. Menurutnya, jika dipermanenkan hal tersebut tidak ada contohnya.
Hendaknya setiap orang beribadah karena Allah SWT, bukan karena hadiah. Kiai Kholil mengibaratkan lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).
Bagi orang yang mengikuti lomba tersebut bisa mendapat pahala jika niatnya memperbaiki bacaan Alquran. “Namun, pahalanya gugur kalau niatnya karena hadiahnya.”
Imam Nawawi dalam Syarah Arba’in Nawawiyah menyebut seseorang yang beramal untuk mencari dunia, amalnya tertolak. Imam Nawawi mendasarkan pada hadis qudsi yang bersumber dari Abu Hurairah RA.
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Barang siapa melaksanakan suatu amal dengan mempersekutukan Aku dengan selain Aku maka Aku akan meninggalkannya berikut sekutunya.” (HR Muslim).
Al Harits al-Muhasabi dalam kitabnya Al Ri’ayat menegaskan tidak bolehnya niat selain karena Allah SWT. Ikhlas, kata al-Muhasabi, adalah kita menginginkan Allah dengan cara menaati-Nya bukan demi selain-Nya.
Al Hafizh Abu Nu’aim dalam Al Hilyat Al Ulama’ menjelaskan, melakukan ketaatan demi manusia atau dunia bisa merusak amal. Allah terlalu besar untuk membutuhkan sekutu.
Allah SWT juga terlalu besar untuk menerima suatu amal yang di dalamnya Dia dipersekutukan dengan selain-Nya. Termasuk, di dalamnya iming-iming hadiah.
As Samarqandi berkata, suatu amal yang dilakukan demi Allah akan diterima. Dan, suatu amal yang dilakukan demi manusia akan ditolak.
Dia mencontohkan seseorang yang shalat Zhuhur dengan maksud menunaikan kewajiban. Tapi, demi manusia dia memperlama rukun dan bacaannya. Pada dasarnya shalatnya diterima, namun tidak diterima amalnya
No comments:
Post a Comment