TIADA KESEDIHAN
YANG ABADI
Mr.Rakib
Ciptakarya Pekanbaru Riau Indonesia
Tak
ada kesedihan yang abadi, begitupun suka ria
Dan tak ada pula cobaan yang kekal, begitupun riang gembira
Di depan musuh, janganlah engkau bersikap lemah
Karena hinaan dari seteru adalah bencana
Dan jangan pernah berharap dari kikir durjana
Karena api takkan menyediakan air untuk si haus dahaga
Rizkimu takkan berkurang karena ditunda
Dan takkan bertambah karena lelah mencarinya
Bila engkau punya hati qona'ah bersahaja
Tak ada bedanya engkau dengan pemilik dunia
Bila kematian sudah datang waktunya
Tak ada lagi langit dan bumi yang bisa membela
Ingatlah, dunia Allah sangat luas tak terhingga
Tapi bila takdir tiba, angkasa pun sempit terasa
Maka biarkanlah hari berlalu setiap masanya
Karena kematian tak ada obat penawarnya
Dan tak ada pula cobaan yang kekal, begitupun riang gembira
Di depan musuh, janganlah engkau bersikap lemah
Karena hinaan dari seteru adalah bencana
Dan jangan pernah berharap dari kikir durjana
Karena api takkan menyediakan air untuk si haus dahaga
Rizkimu takkan berkurang karena ditunda
Dan takkan bertambah karena lelah mencarinya
Bila engkau punya hati qona'ah bersahaja
Tak ada bedanya engkau dengan pemilik dunia
Bila kematian sudah datang waktunya
Tak ada lagi langit dan bumi yang bisa membela
Ingatlah, dunia Allah sangat luas tak terhingga
Tapi bila takdir tiba, angkasa pun sempit terasa
Maka biarkanlah hari berlalu setiap masanya
Karena kematian tak ada obat penawarnya
Sumber: http://ruangfana.blogspot.com/2012/10/obat-galau-dari-imam-syafii.html#ixzz2uPdi8GZb
Follow us: pojokmotivasi on Facebook
HIDUP BERAKAL SEHAT
Mr.Rakib
Ciptakarya Pekanbaru Riau Indonesia
Hidup berakal,
sehat dan benar
Hidup
betrakal, bayangan siasat yang kekal
Hidup berakal,
menyimpan strategi besar.
Mati beriman,
bukan di lingkungan pereman
Mati beriman,
inginnya diredai Tuhan.
Hidup berakal,
jangan jadi badai di hatiku .
Tidak menghantam Sudutnya Hingga Porak-Poranda
Biarlah, meluluhlantakkan Rindu Hingga Tak Sempat Berbuah Cinta
Aku tak rela, sampai meretakkan dinding-dinding hati
Di Mana Di Sana Kuukir Indah Wajahmu
badai di hatiku kian menggelora
ketika petikan gitarku tak mampu mengiringi sayatan gemulai biolamu
ketika detik yang terketik untuk syairku terdengar picisan oleh senandungmu
aku melupakan diri
terdengar desah angin lembah
membisikkan getar-getar gairah
api kecintaan untuk dirimu
tergeletak dalam layu dan sosok gersang
terkulai dalam lagu dan kata usang
badai di hatiku hancurkan jiwaku
luruhkan teguhnya hingga erosi
mengikis yakinnya hingga abrasi
aku bersenandung dalam bingung
dengan tembang liriknya bimbang
aku merintih sedih
aku menjerit sakit
aku khilaf lalu kalap
aku menyerah dan kalah
kasih...
lepaskanlah hatiku
dari cintamu yang berkabut
Mundur
huh..!
rasa ini menyedihkan
ku pikir hanya aku cahayamu
ternyata bintang begitu banyak bertaburan di malammu
ini hidup berakal, atau nafsy yang bodoh
berharap hanya aku yang selalu warnaimu
ternyata pelangi begitu indah melintas dilangitmu
Hidup berakal, kini, bias berate gila..!
Ingin mati beriman, tapi rela tumbalkan separuh jiwa
demi sekilas senyum yang tertuju bukan untukku
Huh..!
Siasat hidup berakal, sampai bergetar menyakitkan
seperti tertusuk
seperti ribuan belati merajamku
terlambat..
tepiskan senyummu yang menggoda jiwa
tak mampu..
bendung gemuruh rasa yang terlanjur membara
lelah..
tapaki sejengkal pesona dari keindahan sosok mayamu, bidadari..!
tiba saatnya akhiri semua ini
aku mundur..!
TEGAKAH TAKDIR MENZALIMIKU
Tidak menghantam Sudutnya Hingga Porak-Poranda
Biarlah, meluluhlantakkan Rindu Hingga Tak Sempat Berbuah Cinta
Aku tak rela, sampai meretakkan dinding-dinding hati
Di Mana Di Sana Kuukir Indah Wajahmu
badai di hatiku kian menggelora
ketika petikan gitarku tak mampu mengiringi sayatan gemulai biolamu
ketika detik yang terketik untuk syairku terdengar picisan oleh senandungmu
aku melupakan diri
terdengar desah angin lembah
membisikkan getar-getar gairah
api kecintaan untuk dirimu
tergeletak dalam layu dan sosok gersang
terkulai dalam lagu dan kata usang
badai di hatiku hancurkan jiwaku
luruhkan teguhnya hingga erosi
mengikis yakinnya hingga abrasi
aku bersenandung dalam bingung
dengan tembang liriknya bimbang
aku merintih sedih
aku menjerit sakit
aku khilaf lalu kalap
aku menyerah dan kalah
kasih...
lepaskanlah hatiku
dari cintamu yang berkabut
Mundur
huh..!
rasa ini menyedihkan
ku pikir hanya aku cahayamu
ternyata bintang begitu banyak bertaburan di malammu
ini hidup berakal, atau nafsy yang bodoh
berharap hanya aku yang selalu warnaimu
ternyata pelangi begitu indah melintas dilangitmu
Hidup berakal, kini, bias berate gila..!
Ingin mati beriman, tapi rela tumbalkan separuh jiwa
demi sekilas senyum yang tertuju bukan untukku
Huh..!
Siasat hidup berakal, sampai bergetar menyakitkan
seperti tertusuk
seperti ribuan belati merajamku
terlambat..
tepiskan senyummu yang menggoda jiwa
tak mampu..
bendung gemuruh rasa yang terlanjur membara
lelah..
tapaki sejengkal pesona dari keindahan sosok mayamu, bidadari..!
tiba saatnya akhiri semua ini
aku mundur..!
TEGAKAH TAKDIR MENZALIMIKU
Mr.Rakib Jamari Pekanbaru Riau Indonesia
Bukan takdir
yang menzalimiku.
Bukan ibuku
yang salah mengandung
Tapi doaku
yang belum terkabul
Siasatku yang
belum tepat.
Ada yang tak bisa kubaca dari gerak alam dan bibir manusia.
Oh Tuhan, terlalu banyak yang tak bisa kuraba dalam hangat pelukan dunia.
tapi begitu kelam pandangan mataku
masih seperti yang kulihat di waktu kecil dahulu.
Tobat, pandangan mata yang dulu pernah menjerumuskanku
dalam dimensi cinta tak berbatas ruang dan waktu
seperti menggapai-gapai dasar, aqidah dan nafsu.
Apa yang kuperlukan, belum juga tersentuh
Ada pelecehan halus, yang masih kuingat betul
betapa aku seharusnya tersiksa tersiksa
Seharusnya, seperti terpenjara
Mereka senagaja, tapi mereka tidak tahu, aku sangat menyadari
Harga diri itu, seperti takkan kumiliki
Ada yang tak bisa kubaca dari gerak alam dan bibir manusia.
Oh Tuhan, terlalu banyak yang tak bisa kuraba dalam hangat pelukan dunia.
tapi begitu kelam pandangan mataku
masih seperti yang kulihat di waktu kecil dahulu.
Tobat, pandangan mata yang dulu pernah menjerumuskanku
dalam dimensi cinta tak berbatas ruang dan waktu
seperti menggapai-gapai dasar, aqidah dan nafsu.
Apa yang kuperlukan, belum juga tersentuh
Ada pelecehan halus, yang masih kuingat betul
betapa aku seharusnya tersiksa tersiksa
Seharusnya, seperti terpenjara
Mereka senagaja, tapi mereka tidak tahu, aku sangat menyadari
Harga diri itu, seperti takkan kumiliki
No comments:
Post a Comment