Wednesday, July 29, 2015

HARAMKANLAH ROKOK KEPADA ANAK-ANAK



HARAMKANLAH ROKOK KEPADA ANAK-ANAK

 
M.Rakib Muballigh IKMI  Jl.Ciptakarya Pekanbaru 
Riau Indonesia


               Haramkanlah rokok kepada anak-anak
             Efek tembakau, sangat merusak
             Menghambat, perkembangan otak
             Masa depan, bangsa jadi norak

            Berita mengejutkan, Jakarta 22 Juli 2015,  Gerakan Muda FCTC* menyampaikan seruan dan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo untuk menandatangani FCTC (Framework Convention on Tobacco Control)* sebagai bentuk perlindungan kepada anak Indonesia dari dampak konsumsi rokok dan paparan asap rokok.

Menurut Margianta Surahman, juru bicara Gerakan Muda FCTC, hingga pertengahan Juli 2015 telah terkumpul 30.000 dukungan masyarakat yang terkumpul melalui petisi online – yang digagas Robby Indra Wahyuda, penderita kanker larynx yang mulai merokok sejak anak-anak di https://www.change.org/dukungfctc – dan dukungan di http://twibbon.com/support/fctc-untuk-indonesia?fb_ref=Default. Dukungan yang telah terkumpul ini, kata Margianta, akan disampaikan kepada Presiden Jokowi pada pertengahan Agustus 2015.
Lebih lanjut Margianta menjelaskan, dukungan masyarakat kepada Presiden untuk segera mengaksesi FCTC adalah keinginan masyarakat agar pemerintah berkomitmen membuat aturan-aturan yang lebih ketat untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia dari dampak rokok. “Aturan ini misalnya dalam pembatasan akses rokok sehingga rokok tidak dijual di semua tempat dan tidak dijual kepada anak, pengenaan cukai rokok yang tinggi supaya harga rokok tidak bisa dijangkau anak-anak, pengaturan larangan iklan dan promosi rokok secara total agar anak-anak bisa mendapat informasi yang benar tentang bahaya merokok, serta pengaturan kawasan tanpa rokok (KTR), sehingga anak-anak akan menghirup udara bersih dan terbebas dari paparan asap rokok,” tegas Margianta.
Data World Health Organization (WHO) menyebutkan jumlah perokok di Indonesia mencapai 62,3 juta orang. Jumlah ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia dalam jumlah perokok, setelah Cina dan India (WHO, 2008).
Dari jumlah tersebut, 70% diantaranya merokok sebelum usia 19 tahun. Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan menunjukkan, perokok usia 10-14 tahun meningkat 2 kali lipat dalam 10 tahun (1,935 juta pada 2001 menjadi 3,967 juta pada 2010). Data ini diperkuat laporan Susenas bahwa prevalensi perokok usia 15-19 tahun meningkat 3 kali lipat (7 % pada 1995 menjadi 20% pada 2010). Ini berarti, 1 dari 5 remaja usia 15-19 tahun sudah merokok. Bahkan lebih dari 30 % anak Indonesia merokok sebelum usia 10 tahun (Global Youth Tobacco Survey (GYTS), 2009).
Disamping aktif merokok, ada jutaan anak di Indonesia menjadi perokok pasif akibat terpapar asap rokok. Data GYTS 2009 menyebutkan ada 78,1% anak muda terpapar asap rokok di tempat umum, dan 68,8 % lainnya terpapar asap rokok di rumah. Yang lebih mengkhawatirkan, lebih dari separuh populasi anak balita (59,1%) menjadi perokok pasif (Riskesdas 2007). Adapun potensi risiko dari balita yang menjadi perokok pasif adalah: 5 kali lebih besar menderita pneumonia (paru-paru akut), 2,5 kali lebih besar menderita meningitis, 1,5 kali lebih besar menderita infeksi telinga tengah, 2 kali lebih besar menderita asma, dan 3 kali lebih besar menderita kanker paru-paru. Dampak asap rokok juga menimbulkan efek berbahaya pada perkembangan otak anak –anak: yakni gangguan belajar, masalah konsentrasi, dan gangguan perilaku seperti agresif dan suka menantang (Public Health Center, Harvard School, 2007).
Kondisi di atas diperburuk dengan persoalan regulasi di Indonesia, yang hingga saat ini belum mampu melindungi anak secara menyeluruh dari dampak konsumsi rokok dan paparan asap rokok. Dengan masih longgarnya regulasi tentang iklan dan promosi rokok, menyebabkan anak-anak Indonesia terpapar iklan dan promosi rokok hampir setiap saat dan di mana saja, mulai dari area publik, di media cetak dan televisi, bahkan di dekat sekolah yang menjadi tempat anak-anak belajar dan berkumpul.
Sementara itu, Hery Chariansyah, Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia menegaskan, komitmen pemerintah untuk mengaksesi FCTC adalah wujud perlindungan pemerintah kepada anak-anak Indonesia. “Aksesi FCTC selain bertujuan mencegah anak menjadi perokok pemula, juga sebagai upaya pemenuhan hak konstitusional anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal seperti dijamin UUD 1945 Pasal 28B ayat 2,” papar Hery.
Hal yang lebih buruk lagi, tambah Hery, bila anak-anak Indonesia terus terpapar rokok dan tidak ada komitmen pemerintah untuk melindungi mereka dari dampak rokok, maka Indonesia berpotensi tidak mendapat bonus demografi pada 2020-2030. Bonus demografi adalah situasi dimana jumlah penduduk yang produktif di suatu negara lebih banyak dari penduduk tidak produktif, yang hanya terjadi satu kali sepanjang sejarah sebuah negara. “Anak-anak Indonesia yang saat ini merokok dan terpapar asap rokok, pada 2020-2030 akan menjadi penduduk yang sakit-sakitan dan menjadi beban ekonomi, sehingga berpotensi mengancam bonus demografi,” tegasnya.
Karena itu, baik Hery maupun Margianta beharap, dalam peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2015 ini, pemerintah berkomitmen melindungi anak-anak Indonesia dari dampak rokok dengan cara mengaksesi FCTC. Sampai Januari 2015 sudah 187 negara meratifikasi FCTC, menyisakan 9 negara saja, yaitu Indonesia, Andora, Eriteria, Liechtenstein, Malawi, Monako, Somalia, Republik Dominika, dan Sudan Selatan.
Demikianlah siaran pers ini disampaikan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sekretariat Gerakan Muda FCTC dgn contact person Iyet Kowi (Media Officer) di 0819 3272 4187.

Juru Bicara
Gerakan Muda FCTC
( Margianta Surahman Juhanda Dinata)

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook