RINDU ALLAH
M.RAKIB S.H.,
M.Ag. LPMP Pekanbaru Riau Indonesia. 2015
GURUH
PETIR, MENUBA LIMBAT
PANDAN
SERUMPUN, DI SEBERANG
TUJUH
RATUS, CARIKAN OBAT
DISAYANG
ALLAH, BARULAH SENANG
PUCUK
SIJALI, SIJALINTAS
PUCUK
SIJALI-JALI MUDA
DI
SEBALIK LANGIT, TUAN MELINTAS
SAYA
DI SEBALIK ITU PULA
Rindu
Allah
Bukan hanya
sekedar penghibur Diriku ini Allah. Bukan hanya
sekedar pelepas Rinduku Allah.
Tak kan sakit hatiku, Kau buatkan takdirtuBukan hanya sekedar penghibur Diriku ini, Allah. Bukan hanya sekedar pelepas Rinduku oh Ya Allah.
Tak pernah Sakit hatiku Yang Engkau buat buatkan takdirku.
Engkau berbuat sekehendak-Mu. Tak pernah Kejamnya Engkau, terhadap diriku.
Engkau
menetapkan takdir, sesuka hatiMU. Oh tak
pernah benci hati ini padamu
Tak pernah sakit hati ini, yang ada hanya rindu. Tak pernah benci hati ini, yang ada hanya rindu rindu.
. Tak pernah sakit hati ini, yang ada hanya rindu. Tak pernah benci hati ini, yang ada hanya rindu rindu.
Kau datangkan takdir sesuka hatiMu. Tak pernah kejamnya dikau, Tiada tega dikau padaku. Kau tetapkan takdir sesuka hatimu.. Oh tiada sakit hati, tiada bencinya hati padaMu
Tiada sakitnya hati ini, yang ada hanya rindu.. Tiada pernah bencinya hati ini. Yang ada hanya rindu
Tiada benci benci, tapi hanya rindu. Tiada benci benci, hanya ada rindu. Tiada benci , hanya ada rindu, Tiada benci hanya rindu
Rasulullah Saw, ketika
bersabda: “Pandangan seorang anak kepada kedua orang tuanya adalah ibadah.”
Dalam hadits mulia ini ada rahasia pengagungan
cinta kepada Allah Ta’ala, sebagaimana menanjaknya cinta-cita para pecinta
kepada Allah ta’ala. Maka memandang pada Allah adalah ibadah.
Anak-anak sekalian. Perlu kalian ketahui bahwa
alam rahasia para pecinta, dan hasrat para perindu, adalah kebajikan kaum
‘arifin di dunia, dengan menyebut keluarnya dari dunia, sebagaimana disebutkan
keabadian syurga bagi kebaikan ahli syurga. Tak ada yang lebih dicintai oleh
pecinta dibanding bertemu Sang Kekasih. Seandainya bukan karena ajal yang telah
ditentukan Allah Ta’ala bagi para perindu, pasti sudah mati nyawanya di
badannya, karena dahsyatnya rindu kepadaNya.
Anas ra, berkata, “Ditanyakan kepada Rasulullah
Saw, “Wahai Rasulullah! Jika saja Allah berkehendak mengabadikan abadi pada
para waliNya di dunia?”
Rasulullah Saw, menjawab, “Allah tidak ingin
mengabadikan wali-waliNya di dunia, namun Allah memilih wali-wali dan
kekasih-kekasihNya, untuk meraih kemuliaan utamaNya. Tidakkah kamu tahu bahwa
pecinta selalu merindukan kekasihnya? Sungguh elok bagi orang yang ruhnya dan
arahnya adalah bertemu Allah.”
Dalam suatu kisah Abu Hurairah ra, berkata pada
kawannya, “Mau pergi kemana kamu?” Kawannya menjawab, “Aku mau membeli sesuatu
untuk keperluan keluargaku.”
Lalu Abu Hurairah ra berkata, “Belikan aku
kematian, kalau kamu bisa, lakukanlah. Karena begitu lama rinduku kepada
TuhanKu. Sedangkan mati lebih kucintai dibanding minum air dingin bagi orang
yang kehausan, dan lebih manis ketimbang madu.” Lalu beliau menangis
sekeras-kerasnya, sembari berkata, “Duh rindunya aku….kepada Yang Melihatku,
tetapi aku tak melihatNya…”. Lalu beliau pingsan.
Uwais ra ditanya, “Bagaimana kabarmu pagi ini?”
“Bagaimana ada kabar pagi bagi orang yang ketika
pagi hari tidak ingin datangnya sore hari, dan ketika sore hari tidak ingin
datangnya pagi, sedangkan rindunya panjang hingga ke relung hati?” jawabnya.
Malik bin Dinar ra, mengatakan, “Aku sedang
berjalan di padang Bashrah, lalu kulihat pemuda berambut gimbal yang sedang
sakit, menghadap kiblat sembari berkata, “Oh Matahatiku, betapa panjang rinduku
padaMu, kapankah aku bertemu padaMu? Sampai kapan Engkau penjara aku untuk
tidak menemuiMu?”
“Hai pemuda! Apakah sekarang ini waktunya
pertemuan antara pecinta dengan kekasihnya?” Tanya Malik.
“Kekasih dalam segala waktu selalu ada, tak
pernah tiada. Bahkan saat ini Dia tampakkan cintanya dengan membakar rindu
cintanya, dan para perindu membuka rahasia-rahasia mereka dengan luapan api
rindunya pada harapannya.”
Ada seorang dari penduduk Bashrah sedang menangis
hingga matanya buta, lalu berkata, “Tuhanku oh Tuhanku kapankah aku bertemu
denganMu? Maka demi kebesaranMu, seandainya antara diriku dengan DiriMu
terbentang neraka yang menjilat pun, aku tak akan pernah surut padaMu —dengan
pertolongan dan taufiqMu— sampai aku bertemu denganMu, dan aku tidak rela tanpa
diriMu.”
Fath al-Maushily ra, mempunyai dua anak perempuan
yang ma’rifat. Keduanya pergi haji, ketika kedua matanya memandang Baitullah,
salah satu diantara keduanya pada berkata, “Duh, amboi, inikah rumah Tuhanku?!”
Saudarinya yang lain menjawab, “Benar.”
Lalu penanya tadi berteriak kencang, sampai
akhirnya mati saat itu juga.
Kemudian saudarinya bermunajat, “Oh Tuhan,
kuadukan diriku padaMu, dan begitu lama aku merindukanMu…Ah..Ah…Ah…..” Demikian
akhir kata perempuan itu, lalu mati pula.
Dikatakan kepada abu Bakr al-Wasithy ra, “Apakah
tirai Al-Quds?”
“Ia adalah tirai dinding yang dijadikan Allah Ta’ala agar didengar KalamNya dan Munajat padaNya, serta memandang WajahNya, sekehendak metreka dan kapan saja.”
Lalu beliau membaca ayat: “Dan bagimu di dalamnya apa yang engkau senangi oleh selera dirimu.”
“Ia adalah tirai dinding yang dijadikan Allah Ta’ala agar didengar KalamNya dan Munajat padaNya, serta memandang WajahNya, sekehendak metreka dan kapan saja.”
Lalu beliau membaca ayat: “Dan bagimu di dalamnya apa yang engkau senangi oleh selera dirimu.”
Ibrahim bin Adham ra berkata, “Aku masuk ke bukit
Lebanon, tiba-tiba ada pemuda yang berdiri sembari berkata, “Wahai Dzat yang
hatiku terus menciNya! Wahai yang nafsuku terus berkhidmah padaNya, dan rinduku
begitu dahsyat padaNya. Kapankah aku menemuiMu?”
“Semoga Allah merahmatimu. Apa sesungguhnya tanda mencintai Allah?”
“Semoga Allah merahmatimu. Apa sesungguhnya tanda mencintai Allah?”
tanyaku.
“Cinta berdzikir padaNya,”
“Cinta berdzikir padaNya,”
jawabnya.
“Tanda perinduNya?”
“Tanda perinduNya?”
“Hendaknya ia tak pernah melupakanNya dalam segala situasi dan kondisi,” jawabnya.
Suatu ketika sebagian ahli ma’rifat sedang menjelang wafat, lalu isterinya menangis.
“Apa yang kau tangisi?” tanyanya.
“Bagaimana aku tidak menangis, sedangkan aku akan sendiri.”
“Duh kamu ini. Sejak empat puluh tahun aku sangat menangis penuh rindu untuk hari seperti ini. Inilah hari sampainya diriku, hari kesenangan dan bebasku. Duhai selamat datang hari penantian!”
Al-Hasan al-Bashri ketika sedang menjelang wafat,
mereka sedang menalqin syahadat padanya. Lalu dua matanya terbuka dan berkata,
“Sampai kapan kalian mendoakan aku kepadaNya, sedangkan aku terbakar rindu
padaNya sejak dua puluh tahun?”
Sahl bin Ali ra, ditanya mengenai debaran hati
Ibrahim al-Khalil, dan deru hati Kanjeng Al-Mushtofa Saw.?
“Debarannya datang dari rasa takut, dan deru
hatinya dari rasa rindu.”
Rabiah Adawiyah ra menangis ketika menjelang
matinya, dan tertawa ketika saat itu tiba. Maka ditanya kenapa demikian?
“Soal tangisku, karena aku segera berpisah dengan dzikir di tengah malam dan siangku. Sedangkan tertawaku, saking gembiranya hatiku segera bertemu denganNya.”. Lalu beliau wafat saat itu pula.
“Soal tangisku, karena aku segera berpisah dengan dzikir di tengah malam dan siangku. Sedangkan tertawaku, saking gembiranya hatiku segera bertemu denganNya.”. Lalu beliau wafat saat itu pula.
Abu Barda’ ra, sakit. Ia ditanya, “Maukah kami
panggilkan dokter yang bias mengobatimu?”
Dia menjawab, “Dokter malah menyakitiku. Sudah begitu lama rinduku pada Tuhanku, dan rinduku pada pujaan hatiku Muhammad Saw, serta rinduku pada kawan-kawanku yang sudah mendahuluiku. Aku sangat takut jika berpisah dengan mereka.”
Dia menjawab, “Dokter malah menyakitiku. Sudah begitu lama rinduku pada Tuhanku, dan rinduku pada pujaan hatiku Muhammad Saw, serta rinduku pada kawan-kawanku yang sudah mendahuluiku. Aku sangat takut jika berpisah dengan mereka.”
Dzun Nuun al-Mishry munajat, mulai malam hingga
pagi: “Duhai Sang Penolong, duhai Sang Penolong….”. Lalu ia terdiam. Maka ia
ditanya tentang hal itu.
“Semalam aku melihat dengan mata batin mengenai
kinerja Allah Swt, hingga Dia menghamparkan latar cintaNya kepadaku, hingga aku
tersengat rindu dahsyat, lalu aku mohon pertolongan padaNya agar segera keluar
dari dunia, sebagaimana keinginan ahli neraka untuk keluar dari neraka.
Lalu aku melihat bahagianya para Mujtahid di
dunia, dan para penempuh JalanNya di kegelapan malam, dan bagaimana mereka
menggelar keningnya di hadapan Allah Yang Maha Tahu Yang ghaib, dengan
kebeningan hati mereka. Baru aku merasa tenang.
Uqbah bin Salamah ra, berkata, “Tak ada saat yang
paling mendekatkan hamba kepada Allah Swt dibanding ketika ia bersujud, dan tak
ada yang lebih dicintai Allah dari seorang hamba dibanding hamba yang rindu
menemuiNya.”
Dalam hadits disebutkan, “Sebaik-baik
persembahan bagi mukmin adalah pertemuan dengan Tuhannya.”Muhammad bin Yusuf ra, berkata, “Kalau aku harus memilih antara harus hidup di dunia seratus tahun, terus menerus beribadah dan sama sekali sekejap mata pun tidak bermaksiat, dibanding aku mati, sungguh aku memilih mati.”
“Kenapa demikian?” ia ditanya.
“Karena saking rinduku kepadaNya.”
Sebagian dikutip dari Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
No comments:
Post a Comment