Thursday, July 30, 2015

Perlindungan Hukum Untuk Korban Salah Tangkap



MENUNTUT RESTITUSI NEGARA
KARENA KESALAHPEMIDANAAN


 

M.RAKIB SH.,PEKANBARU RIAU  INDONESIA PEMINAT FILSAFAT HUKUM BARAT 
DAN TIMUR
Perlindungan Hukum Untuk Korban Salah Tangkap

KETIKA POLISI SALAH TANGKAP
PENGADILAN TELAH MENGUNGKAP
KONVENSASI  HARUS DIBAYAR TETAP
GANTI RUGI PADA KORBAN, DIBAYAR TETAP

        Manusia selaku pemikul hak-hak dan kewajiban-kewajiban, dapat melakukan tindakan-tindakan hukum berdasarkan kemampuan atau kewenangan yang dimilikinya. Dalam pergaulan di tengah masyarakat, banyak terjadi hubungan hukum yang muncul sebagai akibat adanya tindakan-tindakan hukum dari subjek hukum itu, yakni interaksi antarsubjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat-akibat hukum. agar hubungan hukum antar subjek hukum itu berjalan secara harmonis.

         Manusia membutuhkan hidup seimbang, dan adil atau dalam arti lain setiap objek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya dan menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum tersebut. Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum. Selain itu hukum berfungsi sebagai instrumen  perlindungan bagi subjek hukum. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum

.   Pelanggaran hukum terjadi ketika subjek hukum tertentu(Jaksa, Polisi, Hakim) tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-hak subjek hukum lain. Subjek hukum yang dilanggar hak-haknya harus mendapatkan perlindungan hukum.        Seorang korban mengatakan “Saya korban salah tangkap di Cipulir pada hari Minggu, 30 Juni 2013. Selama sidang di pengadilan, saya dibantu oleh YLBHI Jakarta. Saya divonis 1 tahun penjara, lalu setelah kasasi saya dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Saya berterima kasih kepada Tuhan, semoga tidak ada lagi korban salah tangkap seperti saya," ujar Andro di Gedung YLBHI, Jl. Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (15/5).”


       Andro bercerita bahwa saat itu, dirinya bersama teman-temannya naik kereta dari Parung Panjang. Setibanya di Kebayoran, mereka pun berpisah. Andro memutuskan untuk naik metromini untuk kemudian turun di Jembatan Cipulir.


"Di sana saya bertemu Nurdin dan mengajak saya turun ke kolong jembatan dan bertemu anak-anak. Setelah sampai, saya ditanya apakah saya kenal orang yang sedang luka yang ada di dekat jembatan itu. Karena tidak kenal, saya dan Nurdin untuk melihat kondisi orang itu. Orang itu mengaku bernama Dicky dan bilang baru saja ditodong. Saya tanya dia apa ke RS atau Kantor Polisi, lalu dia jawab kantor polisi saja. Karena lelah, saya tidur dan kemudian saya dengar Dicky sudah meninggal. Lalu saya lapor ke satpam dan saya disuruh jadi saksi," cerita Andro.

       Menurut pengakuan Andro setelah Dicky meninggal, ia dan teman-temannya ditangkap oleh polisi karena diduga membunuh Dicky tahun 2013 lalu. Dalam proses penyidikan di Polda Metro Jaya, Andro berkali-kali disiksa dan mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk dipaksa untuk mengakui sebagai pembunuh Dicky, suatu perbuatan yang diakui Andro tidak pernah dilakukannya.


"Saya disiksa, dilakban, disetrum, diinjak-injak dan disuruh mengakui, tapi saya tidak mau," ujar Andro.


Karena enggan mengaku, Andro pun dipaksa polisi untuk mengakui masalah motor Astrea. Karena tidak tahan siksaan, akhirnya ia terpaksa mengaku. Anehnya, cerita Andro, selama proses BAP, ia sama sekali tidak didampingi kuasa hukum. Namun, berkat bantuan YLBHI, akhirnya Andro divonis bebas setelah kasasi di MA.

"Saya divonis 1 tahun penjara. Setelah kasasi akhirnya saya divonis tidak bersalah. Saya dibebaskan. Saya bersyukur kepada Tuhan telah bebas. Semoga tidak ada lagi korban salah tangkap seperti saya," ujarnya.

Atas proses salah tangkap ini, Andro hanya menerima kompensasi berupa uang senilai Rp 1 juta.[siw]
Bersambung…

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook