KESADARAN MANUSIA MAMPU
MENEMBUS LAPIS
FENOMENA
M.Rakib Ciptakarya Pekanbaru Riau
2014
Ada kesadaran manusia mampu menembus lapis
fenomena untuk mencapai lapis esensial, saya pikir: puisi Agam Wispi ini
berhasil memenuhi kriteria tersebut. Pertama, “Matinya Seorang Petani (Buat L.
Darman Tambunan)” sejatinya mengacu kepada fakta tentang adanya penggusuran
petani di Tanjung Morawa—dan puisi itu berada dalam posisi yang sama dengan
fakta tersebut. Kedua, puisi Agam Wispi ini memungkinkan kita melihat bahwa
peristiwa “tersungkurnya seorang petani” adalah perwujudan dari “tanah dan
darah memutar sedjarah”. Ketiga, sebagaimana sudah tersirat dalam yang kedua,
lapis esensial dari fenomena “tersungkurnya seorang petani” adalah terjadinya
ketidakadilan, yang mewujud dalam larik “tanah dan darah memutar sedjarah”.
Manusia
diciptakan oleh Tuhan dengan segala kelebihan untuk mempermudah manusia itu
sendiri dalam menjalani kehidupannya. Salah satu potensi manusia yang selama
ini belum dimanfaatkan secara maksimal adalah pikiran bawah sadar . Manusia
cenderung mengunakan pikiran sadarnya yang hanya mempunyai kekuatan 12 persen
sedangkan pikiran bawah sadarnya mempunyai kekuatan 88 persen . dalam bahasan
kali ini saya akan fouskan untuk membahas cara memasuki pikiran bawah sadar dan
memaksimalkan potensinya dengan memanfaatkan kondisi gelombang otak kita yaitu
gerbang pembuka menuju pikiran bawah sadar adalah di kondisi gelombang
alpha
Renungan ini, semata-mata sekedar
mensyukuri anugrah tuhan dengan cara lebih konkrit yakni berbagi pengalaman
kepada saudara-saudara yang budiman. Barangkali ada suatu pelajaran yang dapat
kita petik. Kejujuran apa adanya disampaikan, walaupun akibatnya pahit,
lebih baik daripada kita membuat semua orang senang, tetapi berpijak pada
kebohongan dan kemunafikan belaka. Saya yakin di antara para pembaca pasti ada
yang memiliki pengalaman spiritual berbeda dan lebih mendalam lagi. Karena
Tuhan Maha Pemurah, Maha Adil, Maha Bijak, pasti melimpahkan segala rahmat,
petunjuk, kemurahan, dan mukjizat, dalam wujud yang berbeda-beda kepada seluruh
umat manusia makhluk ciptaanNya. Tanpa kecuali, dan tanpa membedakan apapun
suku, bangsa, agama dan sistem kepercayaan anda. Pastilah anda memiliki dan
pernah merasakan “sentuhan” Tuhan di mana Kekuasan dan Mukjizat Tuhan terasa
begitu dekat dengan diri anda.
Aku dapat bertanya apa saja tentang
yang gaib. Semua jawaban beliau-beliau amat sangat gamblang, jelas, tegas,
sangat memuaskan dahaga spiritualku. Lalu pada suatu waktu, sampailah saatnya
“dibukakan” mata hatiku akan rahasia besar, tentang Kebesaran Tuhan,
tentang Keadilan Tuhan, tentang Kebijaksanaan Tuhan. Namun dengan berat hati
saya belum bisa memaparkan bagaimana rahasia besar tersebut secara rinci dan
detail. Tidak bijaksana kiranya saya mengungkap rahasia besar Dzat Ilahi
pada media ini, karena dapat menimbulkan fitnah. Saya terdorong untuk bersikap
bijak, bisa “ngemong” bagi saudara-saudara kita yang belum cukup bekal landasan
ilmu untuk memahami dengan arif dan bijaksana akan rahasia besar alam gaib.
Ada
kesadaran
manusia mampu menembus lapis fenomena untuk mencapai lapis esensial, yang berkaitan dengan zakat, seperti yang terjadi di PEKANBARU,
RIAUAKSI.com-Kebijakan penarikan zakat untuk guru di lingkungan Pemerintah Kota
Pekanbaru yang ditetapkan Wali Kota Pekanbaru mulai tahun 2013 lalu kembali
mendapat penolakan dari para guru. Sejumlah guru menolak gajinya dipotong untuk
pembayaran zakat.
Alasan para guru ini, mereka ingin mengeluarkan sendiri zakatnya untuk diberikan kepada saudara terdekat. Bahkan beberapa di antaranya ada yang menggalang tanda tangan guru yang sepakat menolak pemotongan zakat."Kami setuju saja ada zakat, namun biar kami saja yang memberikannya karena di lingkungan kami sendiri lebih banyak orang yang kami nilai berhak untuk menerima zakat. Selain itu, dengan pemotongan ini gaji yang kami terima semakin kurang," ungkap salah seorang guru SMA Negeri 2 Pekanbaru yang tidak bersedia namanya disebutkan, Rabu (5/3/14).
Menurut guru ini, saat ini para guru negeri di sejumlah sekolah lainnya juga sudah melakukan aksi yang sama menolak gajinya dipotong untuk zakat. Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Zulfadil sangat menyesalkan penolakan para guru ini. Menurutnya, satu orang guru saat ini rata-rata bisa menerima gaji dan tunjangan mencapai Rp7 juta sampai Rp8 juta per bulan. Sedangkan besaran zakat yang ditarik Pemko hanya 2,5 persen dari gaji pokok guru.
"Masa cuma dipotong satu bulan 100 ribu keberatan, sedangkan yang mereka terima besar. Kalau memang alasannya ingin memberikan zakat dimaksud kepada saudara atau tetangganya, mereka bisa merekomendasikannya," tandas Fadil. (R2/Des)
LEBIH DARI MAHA ADIL
LEBIH DARI MAHA BIJAKSANA
LEBIH DARI MAHA BESAR
LEBIH DARI MAHA KUASA
LEBIH DARI MAHA KASIH DAN PENYAYANG
LEBIH DARI MAHA LEMBUT
LEBIH DARI MAHA PEMURAH
ALANGKAH DAMAINYA DUNIA INI
JIKA SEMUA ORANG MENGALAMI SAMA
DENGAN APA YANG PERNAH SAYA ALAMI
JIKA TUHAN MEMBERI KESEMPATAN KEPADA
SELURUH MANUSIA
UNTUK MELIHAT RAHASIA KEKUASAAN“NYA”
PASTI LAH TAK KAN ADA LAGI PERANG
ANTAR AGAMA
TAK KAN ADA LAGI DEBAT KUSIR SIAPA
SEJATINYA TUHAN
TAK KAN ADA LAGI RASA KEBENCIAN DAN
PERMUSUHAN ANTAR AGAMA
TAK KAN ADA LAGI SALING CURIGA DI
ANTARA UMAT
SAYA TELAH MENDAPATKAN PEMAHAMAN
YANG AMAT SANGAT BERHARGA,
SAMPAILAH PADA PEMAHAMAN BETAPA
TUHAN ITU LEBIH DARI MAHA SEGALANYA,
DARI SEMUA WUJUD KE-MAHA-AN TUHAN
YANG TERTULIS DI DALAM KITAB SUCI
DAN AGAMA MANA PUN.
Menarik hal yang berlatarkan peristiwa penggusuran petani di Tanjung
Morawa, Sumatera Utara, menurut saya, merupakan hasil yang sempurna dari
perubahan fakta menjadi kata. Demikian saya kutipan bagian pertama puisi
tersebut:
Depan Kantor Tuan Bupati
Tersungkur Seorang Petani
Karena Tanah Adalah Tanah
Dalam Kantor Barisan Tani
Silapar Marah
Karena Darah Karena Darah
Tanah Dan Darah Memutar Sejarah
Dari Sini Njala Api
Dari Sini Damai Abadi
Petikan bagian pertama sajak di atas, tampak kepiawaian
Agam Wispi memainkan rima akhir dan rima tengah; mengutamakan bunyi kakofoni
pada tiga bait itu.
Sebagai monumen
yang berkedudukan setara dengan fakta, dalam pertimbangan saya, puisi Agam
Wispi dapat dipergunakan untuk membaca sejarah Indonesia—tentu dengan
pendekatan metodologi dan epistemologi tertentu. Di sini, puisi sudah menempati
posisi yang sama dengan manusia, yaitu sebagai saksi (bisu) sejarah!—hanya
dengan membaca sajalah para pembaca menyadari apa yang terjadi di masa lalu;
dan barangkali hal demikian masih juga terjadi di masa sekarang, dan yang akan
datang. Ketika puisi sudah menjadi saksi (bisu) sejarah, maka batas antara
kebenaran dan puisi pun menjadi semakin tipis—dan jika batas kebenaran dan
puisi menjadi semakin tipis atau bahkan tidak ada lagi, maka tindakan menulis
atau membaca puisi pada saat bersamaan adalah tindakan menulis atau membacakan
kebenaran; dan ada yang menamakan tindakan demikian sebagai revolusi.
Ini perenungan untuk siapapun yang
merindukan makna ‘kebenaran hakiki’ dan sekaligus sebagai argumentasi bagi
siapapun yang selalu mempermasalahkan apa itu ‘kebenaran hakiki’.
Saya ingin memberi argumentasi
melalui analogi analogi di bawah berikuti ini :
Suatu waktu disebuah desa ada
perselisihan besar diantara berbagai element-golongan masyarakat tentang suatu
permasalahan yang ujungnya adalah masing masing golongan merasa benar dengan
pandangannya masing masing artinya diantara mereka tidak ada yang mau
dianggap salah,dan karena itu permasalahan itu menjadi seperti tak pernah
usai,dan tak bisa diselesaikan oleh siapapun warga desa itu, sebab bila ada
seorang warga desa yang mencoba ‘menghakimi’ salah satu fihak sebagai benar dan
fihak lain sebagai salah maka sang warga itu yang malah balik dihakimi sebagai
‘golongan yang ada pada fihak tertentu’ dan pandangannya selalu ditolak dengan
dalih ‘pandangan yang berasal dari pandangan golongan tertentu’(yang ada didesa
itu).
Nah
merasa bahwa permasalahan itu tak bisa diselesaikan oleh warga dan pandangan
warga, maka beberapa orang warga berinisiatip membawa permasalahan itu kepada
orang yang kedudukannya diatas warga dan pandangannya juga otomatis akan
dianggap memiliki derajat yang berada diatas pandangan pandangan para warga
yaitu sang kepala desa.
Maka turunlah sang kepala desa ke
lapangan menemui berbagai golongan warga yang bertikai.nah setelah sang kepala
desa mendengar argumentasi dari masing masing golongan maka di ujung sang
kepala desa membuat kesimpulan bahwa golongan A lah yang benar dan golongan B
yang salah, tentu dengan argumentasi yang bisa diterima semua fihak.dan semua
fihak menerima sebab mereka beranggapan pandangan sang kepala desa adalah
‘kebenaran’ hakiki yang harus diterima oleh semua fihak.nah ‘kebenaran hakiki’
versi sang kepala desa maksudnya adalah kebenaran tetap yang tak bisa diubah
oleh warga,yang mengikat semuanya sehingga semua fihak mau tak mau harus
menerimanya.
Nah kejadian serupa terjadi ditingkat
kecamatan sehingga sang camat turun tangan,sehingga lahir ‘kebenaran hakiki’
menurut sang camat,lalu terjadi di tingkat kabupaten sehingga lahir ‘kebenaran
hakiki’ menurut bupati, dan demikian seterusnya hingga ke tingkat kepala
negara. Nah ‘kebenaran hakiki’ selalu
menunjuk kepada bentuk kebenaran tertinggi yang mengadili dan menghakimi semua
atau beragam ‘kebenaran’ yang diperselisihkan oleh yang dibawah sehingga oleh
yang diatas itu diadili mana yang benar dan mana yang salah.
Nah bagaimana kalau perselisihan itu
terjadi di seluruh dunia, di antara berbagai golongan penghuni bumi. bayangkan
milyaran manusia dari berbagai golongan bangsa - agama dan kepercayaan serta
ideology berselisih tentang masalah ‘kebenaran’ maka apakah masalah itu bisa
diselesaikan oleh pandangan manusia atau oleh sebuah pandangan yang berasal
dari manusia ? sebab bila ada seorang manusia yang mencoba menyelesaikan
permasalahan mereka maka ia akan dianggap ‘bagian dari golongan tertentu’ atau
akan dianggap ‘sama saja manusia’.
No comments:
Post a Comment