PENGELOLAAN PENDIDIKAN YANG TIDAK DISIAPKAN
SECARA MATANG
SEHARUSNYA PENDIDIKAN
MEMERANGI
KEMISKINAN
Drs.M.Rakib Pekanbaru Riau. 2014
Mengapa saya, naik taksi,
Di angkot, banyak yang nakal.
Bagaimana aku, tidak korupsi
Jumlah gajiku, tak masuk akal.
PENDIDIKAN MERUPAKAN
FAKTOR PENTING DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI PENINGKATAN KUALITAS SDM.
NAMUN, SDM HASIL PENDIDIKAN MASIH LEMAH, AKIBATNYA LAMBANNYA INDONESIA BANGKIT
DARI KETERPURUKAN SEKTOR EKONOMI. SEMENTARA DI NEGARA JEPANG MENUNJUKKAN
KEMAJUAN EKONOMI NEGARA TERSEBUT TAK LEPAS DARI PERANAN PENDIDIKAN. SISTEM
PENDIDIKAN DI JEPANG MAMPU MENGHASILKAN MANUSIA-MANUSIA YANG BERKUALITAS.
KEMAJUAN EKONOMI MEREKA DAPATKAN KARENA TINGGINYA KUALITAS SDM-NYA. NEGARA ASIA
LAINNYA YANG SEPERTI ITU ADALAH KOREA SELATAN, HONGKONG DAN TAIWAN.
Negara Indonesia jauh tertinggal dan
berbeda dengan Negara-negara tersebut, padahal SDA (Sumber Daya Alam) Indonesia
relatif banyak. Selain itu, masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan masa
depan dari faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal yang
mempengaruhi pendidikan meliputi isu-isu yakni: (1) dampak manajemen yang
sentralistik, (2) mekanisme pendanaan oleh pemerintah, (3) manajemen dan
organisasi, (4) sumber daya manusia, (5) penelitian tindakan kelas/penelitian
di perguruan tinggi, dan (6) peran orang tua dalam pendanaan pendidikan.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pendidikan yaitu: (1) globalisasi,
(2) desentralisasi, (3) politik, (4) perkembangan ekonomi nasional, (5) sosial
budaya, dan (6) teknologi. Semuanya itu akibat dari kekeliruan dalam
pembangunan pada masa Orde Baru yang menekankan pada pembangunan fisik dan
kurang serius dalam pembinaan sumber daya manusia, sehingga semakin maraknya
mal praktek di bidang pendidikan.
Ada yang mengatakan, Mal praktek adalah praktek yang keliru atau tidak benar. Mal praktek di bidang pendidikan dan atau Pendidikan Islam menurut hasil analisis Dirjen Diktis Depag RI dapat berupa, antara lain; Pertama, pengelolaan pendidikan yang tidak disiapkan secara matang. Kedua, penyelenggaraan pendidikan yang tidak bermutu, yakni penyelenggaraan pendidikan yang hanya bersifat formalitas, yakni hanya memberikan gelar dan ijazah tanpa disertai pemberian kemampuan (kompetensi) yang berarti dan berguna bagi lulusan dalam mendarma baktikan diri dan ilmunya bagi kemaslahatan masyarakat. Ketiga, penyelenggaraan pendidikan yang tidak terarah atau tidak jelas arahnya. Keempat, yang terberat adalah penyelenggaraan pendidikan yang memberikan gelar dan atau ijazah tanpa disertai proses pendidikan yang layak dan bermutu.
Pertama, persiapan untuk menghindari mal praktek di bidang pendidikan meliputi; (1) rencana strategis lembaga, (2) program pendidikan (kurikulum) yang jelas arahnya, (3) sumber daya manusia (dosen/guru, dan tenaga administrasi) yang memiliki kompetensi dan berkualitas, (4) fasilitas belajar yang memadai, (5) analisa pengembangan karir (lapangan kerja) bagi lulusannya, (6) dana operasional yang cukup, dan (7) kepemimpinan mutu. Ketidak siapan ini akan mengakibatkan lembaga pendidikan tersebut kurang mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik dan tenaga edukatif. Akibatnya perserta didik kurang dapat memperoleh ilmu, keterampilan dan pembentukan sikap yang mereka perlukan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna (mengembangkan karir dan profesinya di masyarakat).
Ketidaksamaan pendapatan
…” (Qs. al-Baqarah [2]:
233).
Jakarta, Kompas - Jumlah penduduk miskin
Indonesia pada September 2012 turun 0,3 persen dibandingkan dengan posisi Maret
2012. Akan tetapi, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
naik.
Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 1,88
pada Maret 2012 menjadi 1,90 pada September 2012. Demikian pula Indeks
Keparahan Kemiskinan naik dari 0,47 menjadi 0,48 pada periode yang sama. ”Ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin
menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga
semakin melebar,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin dalam jumpa
pers, di Jakarta, Rabu (2/1)
Kemiskinan Mutlak~ Satu keadaan yang mana pendapatan kasar bulanan tidak mencukupi untuk membeli keperluan minimum sesebuah isi rumah yang diukur berdasarkan tahap perbelanjaan minimum atau Pendapatan Garis Kemiskinan (PGK).
Kemiskinan Relatif
~ Ketidaksamaan pendapatan antara kumpulan. Ia
diukur dengan menggunakan nisbah perbezaan pendapatan kumpulan pendapatan,
kumpulan etnik dan penghuni bandar serta luar bandar. Satu lagi pengukur
kemiskinan relatif yang sering digunakan adalah peratus isi rumah dengan
pendapatan misalnya kurang daripada separuh pendapatan penengah atau purata.
SUMBER: Kualiti Hidup Malaysia 1999, Unit Perancang Ekonomi.
Takrif Kemiskinan Menurut IslamSUMBER: Kualiti Hidup Malaysia 1999, Unit Perancang Ekonomi.
Memang benar, kemiskinan adalah salah satu sebab kemunduran dan kehancuran suatu bangsa. Bahkan Islam memandang kemiskinan merupakan suatu ancaman dari syaitan. Allah SWT berfirman:
“Syaitan menjanjikan(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat yang keji dan Allah menjanjikan kepadamuampunan dan kurnia; dan Allah Maha Luas (kurniaNya) dan Maha Mengetahui” (Al-Baqarah[2]: 268)
Disebabkan itulah, Islam sebagai risalah syumul dan sebuah ideologi yang sahih, sangat prihatin terhadap masalah kemisikinan dan usaha-usaha mengatasinya.
Dalam fiqih, dibezakan antara istilah fakir dan miskin yang mana fakir adalah orang yang tidak mempunyai kecukupan harta untuk memenuhi keperluan pokoknya sedangkan miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa.
Cara Islam Mengatasi Kemiskinan
Islam sebagai sistem hidup yang sahih memiliki
cara untuk menangani masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum
yang berkaitan dengan penyelesaian masalah kemiskinan walau apapun jenisnya,
yang mana ia tidak berdiri sendiri, melainkan ianya saling berkait-rapat dengan
hukum-hukum lainnya secara bersepadu. Penyelesaian Islam untuk mengatasi
kemiskinan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jaminan Pemenuhan Keperluan Pokok (Primary Needs)
Islam telah menetapkan keperluan pokok manusia
terdiri dari makanan, pakaian dan tempat tinggal. Walaubagaimanapun, jaminan
pemenuhan keperluan pokok bagi setiap individu tidak bererti negara akan
membahagi-bahagikan makanan, pakaian, dan perumahan kepada sesiapa sahaja
sehingga menjadikan rakyatnya malas, sebaliknya, ia dilakukan dengan
mengujudkan mekanisma-mekanisma yang dapat menangani masalah kemiskinan.
Mekanisma tersebut adalah:
a. Mewajibkan Lelaki Memberi Nafkah Kepada Diri dan Keluarganya.Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan memerlukan nafkah untuk bekerja dalam rangka memenuhi keperluannya. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
”Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.”
(Al-Baqarah [2]: 233).
b. Mewajibkan saudara terdekat untuk membantu saudaranya
Realiti menunjukkan bahwa tidak semua lelaki
berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah. Ada dikalangan mereka yang cacat
mental atau fizikal, sakit, lanjut usia dan lain-lain penyebab
ketidakmampuannya untuk bekerja. Dalam situasi sebegini, pemenuhan nafkahnya
adalah menjadi tanggungjawab kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah
untuk membantu mereka. Allah SWT berfirman yang bermaksud::
“…Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian
kepada ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan kerana
anaknya, dan seorang ayah kerana anaknya. Dan warispun berkewajipan
sedemikian…” (Qs. al-Baqarah [2]: 233).
Jika seseorang secara peribadi tidak mampu memenuhi keperluannya maka
kewajiban memenuhi nafkah beralih ke kerabat terdekatnya sekiranya terdapat
kelebihan harta.“Sebaik-baik sedekah adalah harta yang berasal dari selebihnya keperluan.”
[HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah].
Pada September 2012, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) mencapai 28,59 juta
orang (11,66 persen), berkurang sebanyak 0,54 juta orang (0,3 persen)
dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebanyak 29,13
juta orang (11,96 persen).
Konsentrasi penduduk
miskin masih berada di pedesaan, sementara peranan komoditas makanan terhadap
garis kemiskinan belum juga bergeser dan tetap berada di posisi 73,5 persen.
Faktor-faktor yang memengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin
antara lain pembagian beras untuk rakyat miskin, peningkatan upah, pertumbuhan
ekonomi yang stabil, penurunan tingkat pengangguran, serta harga beras yang
relatif stabil.
Dia menjelaskan, penurunan tersebut terjadi di wilayah perkotaan
dan di pedesaan. Di perkotaan jumlahnya berkurang 0,14 juta orang, sedangkan di
pedesaan turun 0,4 juta orang. Namun, konsentrasi penduduk miskin tetap di
pedesaan, sebanyak 18,08 juta orang.
”Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih
besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis
kemiskinan pada September 2012 tercatat sebesar 73,5 persen. Kondisi ini tidak
berbeda dengan kondisi Maret 2012 yang juga sebesar 73,5 persen,” paparnya.
Selama periode
Maret-September 2012, garis kemiskinan naik sebesar 4,35 persen, yaitu dari Rp
248.707 per kapita per bulan pada Maret 2012 menjadi Rp 259.520 per kapita per
bulan pada September 2012.
Suryamin menambahkan, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan
pendekatan ini, persentase penduduk miskin terhadap total penduduk dapat
dihitung.
Secara terpisah anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P, Arif
Budimanta, mengatakan, pemerintah seharusnya lebih menitikberatkan sektor
pertanian dan pedesaan sebagai poros kebijakan pembangunan. Lewat strategi
tersebut, akan tercipta akselerasi pengentasan warga dari kemiskinan. ”Selama
ini program-program yang dilaksanakan pemerintah kurang berpihak pada
pembangunan desa dan sektor pertanian. Padahal, 71,3 persen rumah tangga miskin
berada di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian,” ucapnya.
Dia menjelaskan, pada periode 1999-2004, angka kemiskinan turun
sebanyak 11,9 juta jiwa, yakni dari 48 juta jiwa menjadi 36,1 juta jiwa. Namun
pada periode 2004-2009, penurunan angka kemiskinan tercatat menurun jauh, yakni
sebanyak 3,6 juta jiwa. Pada periode 2009-2011, penurunannya hanya sebanyak 2,6
juta jiwa. (ENY)
No comments:
Post a Comment