Kalung ‘Sepuluh Budaya Malu’
Analisis M.Rakib Ciptakarya.Pekanbaru Riau Indonesia
Malu Adalah
Pangkal Semua Kebaikan Dalam Kehidupan Ini, Sehingga Kedudukannya Dalam Seluruh
Sifat Keutamaan
Sifat malu memang adakalanya harus disingkirkan, yaitu saat kita menuntut
ilmu. Dalam hal ini, Ali bin Abi Thalib Rhadiallahu anhu pernah berkata, “Orang
yang tidak tahu tidak selayaknya malu bertanya, dan orang yang ditanya tidak
perlu malu bila tidak mengetahuinya untuk mengatakan, “Saya tidak tahu”.”Tabi’in yang mulia Mujahid—rahimahullah—berkata, “Orang yang pemalu dan sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu.”
Karena itu, peliharalah rasa malu, karena rasa malu merupakan akhlak yang sangat terpuji, dan tanpa rasa malu akan mengakibatkan kehancuran pada diri sendiri, atau orang lain, bahkan bangsa kita ini, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
“Jika Allah hendak menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Manusia sebagai makhluk Allah yang paling sempurna, selain bentuk fisik yang bagus, ia pun dianugerahi Allah Subhnana Wata’ala kemampuan berpikir melalui akal. Dengan modal akal ini, manusia dapat mempertahankan predikat kemuliaan dan kesucian fitrahnya. Tanpa memanfaatkan akal yang sehat, manusia akan terjerembab ke jurang kehinaan.
Malu adalah satu akhlak yang menghiasi perilaku manusia dengan cahaya dan keanggunan yang ada padanya. Inilah akhlak terpuji yang ada pada diri seorang lelaki dan fitrah yang mengarakter pada diri setiap wanita. Sehingga, sangat tidak masuk akal jika ada wanita yang tidak ada rasa malu sedikit pun dalam dirinya.
Karena itu, beruntunglah orang yang punya rasa malu. Kata Ali bin Abi Thalib Radiallahu Anhu, “Orang yang menjadikan sifat malu sebagai pakaiannya, niscaya orang-orang tidak akan melihat aib dan cela pada dirinya.”
Perlu diingat, kata malu, bukan rendah diri. Rendah diri (khajal) adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang tidak pada tempatnya. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seorang untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seorang Muslimah untuk belajar dan mencari ilmu. Contohlah Ummu Sulaim Al-Anshariyah.
Dari Ummu Salamah Ummul Mukminin—radhiyallahu ‘anha—berkata, “Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, seraya berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran. Apakah seorang wanita harus mandi bila bermimpi?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab, “Ya, bila ia melihat air (mani yang keluar karena mimpi).” (HR. Bukhari).
Begitu juga sebaliknya. Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda, “Iman itu memiliki 60 sampai 70 cabang, yang paling
utama ialah pernyataan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan duri dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang dari
iman.” (Muttafaq ‘alaih).
Tanpa rasa malu, seseorang akan leluasa melakukan apa pun yang ia inginkan,
meski hal itu bertentangan dengan hati nuraninya. Dalam hal ini Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Jika engkau tidak lagi memiliki rasa
malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu.” (HR. Bukhari).Benar, ketika budaya malu tak lagi tegak dalam suatu masyarakat maka itulah saat awal kehancuran dan kebinasaannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menggambarkan betapa rasa malu harus dibudidayakan demi keselamatan sebuah bangsa.
Pembagian Sifat Malu
1. Malu kepada Allah Subhnana Wata’ala.
Celaan Allah itu di atas seluruh celaan, dan pujian Allah Subhnana Wata’ala itu juga di atas segala pujian. Orang yang tercela adalah orang yang dicela oleh Allah. Orang-orang yang terpuji adalah orang-orang yang dipuji oleh Allah. Maka haruslah lebih malu kepada Allah dari pada yang lain.
Malu kepada Allah adalah jalan untuk menegakkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Karena jika seorang hamba takut dicela Allah, tentunya ia tidak akan menolak ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan. Karenanya, malu merupakan sebagian dari iman.
2. Malu pada diri sendiri
Malunya seseorang terhadap dirinya. Inilah salah
satu bentuk malu yang di rasakan oleh jiwa yang terhormat, tinggi dan mulia,
sehingga ia tidak puas dengan kekurangan, kerendahan dan kehinaan. Karena itu
Anda akan menjumpai seseorang yang merasa malu kepada dirinya sendiri,
seolah-olah di dalam raganya terdapat dua jiwa, yang satu merasa malu kepada
yang lain. Malu inilah yang paling sempurna karena jika pada dirinya sendiri
saja sudah demikian malu, apalagi terhadap orang lain.
Malunya sebagian manusia kepada sebagian yang lain. Sebagaimana malunya seorang anak kepada orangtuanya, isteri kepada suaminya, orang bodoh kepada orang pandai, serta malunya seorang gadis untuk terang-terangan menyatakan ingin menikah.
Ketiga rasa malu di atas seyogyanya ditumbuhkembangkan dan dipelihara terus menerus oleh setiap Muslim. Apalagi malu pada Allah Subhnana Wata’ala. Sebab, malu kepada-Nya inilah yang menjadi sumber lahirnya dua jenis malu lainnya.
Bisa dibayangkan jika rasa malu itu hilang pada
diri seseorang, maka segala perilakunya tidak akan terkontrol. Mempertontonkan
aurat dianggap tren bahkan menjadi tontonan sehari-hari keluarga kita. Begitu
hebatnya bencana yang muncul akibat hilangnya rasa malu. Oleh karenanya,
memupuk rasa malu agar tetap terpatri erat dalam hati adalah kewajiban kita.
Waspadailah fenomena hilangnya rasa malu, agar tidak menjadi pribadi yang
hancur berantakan.
Keutamaan Rasa Malu1. Rasa malu adalah penghalang manusia dari perbuatan dosa
Rasa malu adalah pangkal semua kebaikan dalam kehidupan ini, sehingga kedudukannya dalam seluruh sifat keutamaan adalah bagaikan kepala dengan badan. Maksudnya, tanpa rasa malu maka sifat keutamaan lain akan mati. Dalam sebuah hadits disebutkan,
“Rasa malu tidak mendatangkan selain kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Rasa malu merupakan salah satu cabang dari
iman dan indikator nilai keimanan seseorang
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melewati seorang Anshar yang sedang menasihati saudaranya tentang rasa malu, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Biarkanlah ia memiliki rasa malu karena malu itu termasuk dalam keimanan.”(HR. Bukhari dan Muslim).
3. Rasa malu adalah inti akhlak islamiRasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melewati seorang Anshar yang sedang menasihati saudaranya tentang rasa malu, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Biarkanlah ia memiliki rasa malu karena malu itu termasuk dalam keimanan.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Anas Radiallahu Anhu meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda,
“Setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR.Ibnu Majah)
Kalung
Sepuluh Budaya Malu - Dok Pribadi
Di sisi belakang kantor kami
terdapat sekolah dasar. Selama ini saya tidak pernah melongok ke sekolahan itu,
karena memang tidak ada keperluannya, apalagi ada pembatas dinding tembok yang
tinggi. Pada pembatas itu hanya ada satu pintu penghubung.
Kemarin,
tanggal 6 April 2011, hampir semua direksi dan karyawan kantor kami melalui
pintu penghubung itu, mengunjungi sekolahan itu. Kami tidak mendapatkan
sambutan meriah dari tuan rumah. Kami mendapati sekolah dalam keadaan kosong
dan terkunci ruang-ruangnya. Kami semua berkumpul di halaman sekolah itu.
Berkumpul
di Muster Point - Dok Pribadi
Ya,
kami sedang melaksanakan latihan ‘tanggap darurat’, latihan evakuasi
jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya gempa atau kebakaran.
Sekolah itu menjadi tempat evakuasi (muster point). Tentu saja manajemen
sudah minta ijin sebelumnya dan memang sengaja memilih saat aktivitas sekolah
sudah usai, yaitu sekitar pukul 14.30 hingga 15.00 WIB. Dari sejak alarm kantor
berbunyi hingga berkumpul di sekolah itu dibutuhkan waktu 8 menit. Latihan
sekitar 30 menit itu berjalan dengan sukses.
Hal
lainnya, melewati selasar sekolah itu, saya bisa membaca apa yang tertera di
dinding dan ‘majalah dinding’. Ada pengumuman dan berbagai hasil karya para
siswa. Satu ‘peringatan’ yang menarik adalah tentang budaya malu yang harus
dimiliki para siswa. Berikut lengkapnya (maaf, saya salin tanpa ijin).
***
Sepuluh
(10) Budaya Malu Siswa
1. Malu tidak belajar
2. Malu tidak mengerjakan PR
3. Malu membolos sekolah
4. Malu berbohong dan berdusta
5. Malu meminjam alat tulis teman
6. Malu terlambat sekolah
7. Malu tidak piket kelas
8. Malu menyontek
9. Malu bercanda dan berkelahi
10. Malu membuang sampah sembarangan
***
Karena budaya malu itu di sekolah,
maka konteksnya ya untuk para siswa, terutama menyangkut kegiatan belajar. Bisa
dimaklumi jika tidak tertera ‘Malu melakukan korupsi’, karena siswa jarang yang
pegang jabatan dan proyek. Korupsi yang biasa dilakukan oleh para siswa adalah
menyontek, dan itu sudah diakomodir dalam ‘peringatan’ itu.
Sepertinya
boleh juga tulisan semacam itu ditempelkan di instansi-instansi pemerintah atau
swasta, terutama yang tugasnya berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat.
Tapi bisa juga sih untuk perkantoran swasta sejenis kantor kami. Hanya saja
isinya perlu sedikit dimodifikasi, disesuaikan dengan konteknya. Misalnya:
Sepuluh (10) Budaya Malu Karyawan
1.
Malu tidak bekerja (ngobrol
sana-sini gak jelas, kecuali memang sedang tak ada kerjaan)
2.
Malu jika ngasih PR kepada bawahan
(kerjaan baiknya sih jangan sampai dibawa pulang)
3.
Malu bolos kerja
4.
Malu berbohong dan berdusta
5.
Malu meminjam ‘tenaga’ teman (lempar
tanggung jawab)
6.
Malu terlambat bekerja, terutama
sedang ada kerjaan.
7. Malu
tidak piket sebagai floor warden dalam ‘tanggap darurat’
8.
Malu menyontek, terutama saat
mengisi test dan simulasi e-learning
9.
Malu berbuat mo-limo
10.
Malu membuang sampah sembarangan
Sepuluh (10) Budaya Malu Abdi Masyarakat
1.
Malu melanggar sumpah jabatan
2.
Malu menunda dan mempersulit
pekerjaan, apalagi kok hanya gara-gara permintaan suap yang tidak terpenuhi.
3.
Malu bolos kerja atau keluyuran ke
tempat yang tidak semestinya (mal, tempat hiburan, dan semacamnya)
4.
Malu berbohong dan berdusta
5.
Malu memimpong rakyat yang
harusnya segera dilayani
6.
Malu terlambat bekerja, apalagi
antrian sudah panjang.
7.
Malu tidak piket/shif yang sudah
dijadwalkan, maunya cuma nitip absen saja.
8.
Malu menyontek tanda tangan atasan
untuk kepentingan pribadi
9.
Malu berbuat mo-limo
10.
Malu membuang sampah sembarangan
Sepuluh
item sepertinya sudah cukup, tidak perlu banyak-banyak, yang penting sudah
melingkupi semuanya. Satu hal yang bisa membuat seseorang menjadi kurang
antusias untuk komit terhadap sepuluh budaya malu itu adalah slogan “Emang
Gua Pikirin”. Khusus untuk pengurusan kepada abdi negara, agar menjadi “Oke
Gua Pikirin”, bisa saja saat mengurus di instansi itu sambil mengalungkan
peringatan ‘Sepuluh (10) Budaya Malu Abdi Negara’ di lehernya
(lihat foto), seperti kartu peserta simposium/seminar yang ukuran setengah A4
itu, sekaligus tertera nomor urut yang perlu segera dilayani. Jadi akan terbaca
langsung oleh petugasnya.
Silahkan
saja membuat sesuai dengan kebutuhan instansi masing-masing, agar karyawan dan
keluarga yang dinafkahinya terjaga dari barang yang bukan hak-nya. Setelah
dipraktekkan barulah pantas berdoa kepada Tuhan memohon apa saja. (Jakarta, 7
April 2011)
No comments:
Post a Comment