LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN
Analisis M.Rakib Ciptakarya.Pekanbaru Riau Indonesia
Pendidikan
untuk mengatasi, kemiskinan,
Karena
itu, berikan keterampilan.
Untuk
menyongsong, masa depan.
Benar-benar
meyakinkan.
IPS dan IPA,. Dipadatkan
Kecerdasan agama, diterapkan
Perdagangan
bebas, jadi tantangan
Etika dan HAM,
dipertimbangkan
Kemiskinan,
bangsa Indonesia dilihat dari rendahnya
mutu keterampilan daLAM PENDIDIKAN. latar belakang etnik atau kesukuan
merupakan sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan
disatukan sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka ragaman bahasa
daerah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing etnik. Secara
keseluruhan bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang majemuk atau
heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat yang pluralistik.
Dengan kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik ditinjau dari segi
akademik maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari
sisi akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat membekali anak didik atau
siswa pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu sosial sebagai basis dari
pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga pendidikan atau persekolahan.
Melalui pendidikan dan pengajaran IPS siswa diharapkan memiliki bakat dan minat
terhadap ilmu-ilmu sosial dan dapat memecahkan persoalan-persoalan yang riil
ketika mereka tamat pada jenjang persekolahan tertentu dan dapat hidup
berinteraksi dalam lingkungan masyarakat sebagai insan pembangunan bangsa yang
memiliki moral, pekerti yang baik dan mandiri. Keberehasilan pendidikan dan
pengajaran IPS akan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan
dan pengajaran IPS di Indonesia sudah mendapatkan landasan hukum yang kuat
sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 2
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik
Indonesia yang menegaskan bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Dengan dasar tersebut
diatas pada kurikulum pendidikan dan pengajaran dibawah naungan Pendidikan
Nasional terdapat kebijakan kurikulum mata pelajaran IPS , misalnya
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan Pendidikan dasar
dan Menengah, sedangkan untuk lembaga pendidikan tinggi melalui surat Dirjen
Dikti Nomor 30/DIKTI/KEP/2003, telah ditetapkan rambu-rambu pelaksanaan
kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat di Pergurtuan Tinggi. Untuk
Pendidikan dan Pengajaran IPS pada satuan Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/Mts)
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, termasuk didalamnya
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pengajaran pada satuan
pendidikan IPS diberikan secara terpadu. Pada tingkat SMA/MA pelajaran IPS
bermuatan akademis dan masuk pada kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Kajian
Teoritis Landasan Filosofis Pemberantasan Kemiskinan Melalui Kurikulum
Pendidikan IPS
Pengembangan
suatu kurikulum haruslah memiliki landasan filosofis, dimaksudkan agar memiliki
arah dan tujuan yang jelas dalam implimentasinya. Filsafat pendidikan
mengandung suatu nilai-nilai atau cita-cita masyarakat, berdasarkan cita-cita
tersebut terdapat sebuah landasan, yang tidak lain mau dibawa kemana arah
pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan
pandangan hidup masyarakat.
Filsafat
pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsif –
prinsif pembelajaran, serta perangkat
pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh
dua hal pokok (1) Cita-cita masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang
hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan
dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan
utama dalam mengembangkan kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan
Filosofis.
Secara
teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis
sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :
1.
Esensialisme
Esensialisme;
adalah aliran yang menggariskan bahwa
kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa,
pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang
dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan
dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme. Proses
belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan
penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada
guru jika dibandingkan dari siswa. Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat
esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa.
Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialisme akan lebih
menekankan IPS pada aspek kognitif (pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek
afektif (sikap). Siswa belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman
konsep-konsep IPS daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan
sehari-hari.
2. Perenialsme
Perenialsme;
adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan
adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai
yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran
Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan
pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga
Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh
Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer
of culture), seperti dalam Implementasinya pada
kurikulum IPS yang bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri
bangsa peserta didik dalam rangka menuju tercapainya integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal
menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
3.
Progresivisme
Progresivisme;
adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang
praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang
disajikan oleh guru atau pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan
berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran
Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh
latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai
warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki
kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS
dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran
IPS mampu membekali kepada siswa agar
dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan,
kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.
4.
Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme;
adalah aliran ini berpendapat bahwa
sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia.
Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa
mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau
pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui
pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna
memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini lebih
menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri), penemuan
yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan.
Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas siswa
menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran. Dalam implementasi
pembelajaran IPS , misalnya siswa mempelajari fakta-fakta disekelilingnya,
berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa
harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru. Misalnya dalam pelajaran ekonomi
diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang mekakukan kegiatan jual – beli.
Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan
definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya dalam
aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau membuat
definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif melihat fakta
dan dapat mendifinisikannya.
Kesimpulan
Perkembangan
istilah atau nama Social Studies pertama kali dimasukan secara resmi kedalam
kurikulum sekolah Rugby di
Inggris pada tahun 1827, Dr. Thomas Arnold direktur sekolah
tersebut adalah orang
pertama yang berjasa memasukan Social Studies kedalam kurikulum
sekolah. Pada awal abad ke – 20 sebuah
Komite Nasional dari The National Education Assciation memberikan rekomendasi
tentang perlunya social studies dimasukan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan
sekolah menengah di Amerika Serikat. Tahun 1921 berdirilah “National Council
for the Social Studies “ atau disingkat ( NCSS ), sebuah organisasi professional yang secara
khusus membina dan mengembangkan social
studies pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah, serta kaitannya dengan
disiplin ilmu – ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program
pendidikan syntectic. Pada pertemuan ilimiah dalam sebuah seminar Nasional
Indonesia tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah,
dalam paparan seminar tersebut ditawarkanlah 3 (tiga) istilah untuk dimasukan
dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Pertama; Istilah Pengetahuan
sosial; kedua, Studi Sosial (Social Studies) dan ketiga , Ilmu Pengetahuan
Sosial.
Pada
tahun 1972 – 1973 sudah pernah dilakukan uji coba pertama konsep IPS masuk
dipersekolahan Indonesia diterapkan pada kurikulum proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975
program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui
pelajaran sejarah dan geografi saja, sehingga dilakukan reeduksi mata pelajaran
mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas saat itu dimasukan
mata pelajaran ilmu social serumpun atau sejenis digabung ke dalam mata
pelajaran IPS. Oleh karena itu perberlakuan istilah IPS (social studies) dalam
kurikulum 1975 dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.
Tahun 1993 National Council for the Social Studies (NCSS) mengeluarkan definisi
resmi yang membawa social studies sebagai
kajian yang terintegrasi dan mencakup
ilmu yang semakin luas. NCSS memaparkan
kurikulum standar untuk studi sosial menyediakan kerangka kerja yang
dimusyawarahkan secara professional. NCSS pertamakali menerbitkan standar
kurikulum nasional pada tahun 1994. Sejak saat itu standar kurikulum banyak
digunakan diberbagai negara sebagai kerangka kerja bagi guru dan sekolah –
sekolah untuk menyelaraskan kurikulum dan pembangunan dalam bidang pendidikan.
Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994 -1995
merupakan pembenahan atas pelaksanaaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan
tuntutan perkembangan dan keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang
menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni. Pembenahan
kurikulum ini didorong oleh amanat GBHN 1988 intinya antara lain a) perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu
pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan; (b) perlunya persiapan
perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun
dan (c) perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Pada
tahun 2004, pemerintah Indonesia melakukan perubahan kurikulum kembali yang
dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan
kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara
positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menghendaki pelaksanaan program Pendidikan
IPS yang powerful, hal tersebut dicirikan oleh pengembangan program Pendidikan
IPS yang bermakna, integratif, berbasis nilai, menantang dan menerapkan prinsip
belajar aktif. Pendidikan IPS bertujuan meningkatkan kecakapan hidup (life
skills) siswa untuk menjadi kompetensi yang dapat digunakan dalam kehidupan
sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pelaksanaan
Kurikulum 2006 atau dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) mengacu pada standar nasional
pendidikan; standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Salah
satu dari delapan standar nasional pendidikan tersebut adalah Standar Isi (SI)
merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum
disamping Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Secara
teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis
sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS ” Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum Tahun 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai
berikut berikut :
pertama;
Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan
bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu Tujuan dari aliran
esensialisme adalah menciptakan intelektualisme Sekolah yang baik dalam
pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan
intelektualisme siswa.
kedua
Perenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai
oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan,
kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam
pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena
dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai
warga Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan
oleh Negara.
Ketiga; Progresivisme; adalah aliran ini memandang
bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa
lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau
pendidik. aliran Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang
dipengaruhi oleh latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk
berpartisipasi aktif sebagai warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan
keputusan, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan
sehari-hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme
adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali kepada siswa agar dapat memecahkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya,
misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja
atau narkoba dan lainnya.
Keempat;
Rekonstruksionisme; adalah aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian
tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap
individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu
mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan
dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna
memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini lebih
menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri), penemuan yang
bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan.
Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas siswa
menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Saran
– Saran
Guru
IPS harus berperan aktif dalam tatanan kerja dimana saat ini sedang dalam kemajuan belajar melalui Informasi Teknologi, paling tidak guru IPS harus
dipertautkan kembali dalam keterlibatan filosofis atau filsafat yang berkembang
khususnya dalam bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas ;
pertama sikap reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati dan takut kepada
pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap paling keranjingan atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap
ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat menempati
salah satu titik utama yang terletak diantara dua ekstreminitas
tersebut. Agar jangan sampai dinilai oleh siswa sebagai guru yang kolot dan
ketinggalan, sebaiknya guru atau pengajar harus banyak belajar seiring dengan
kemajuan Informasi dan teknologi, karena perkembangan informasi Global membuka
seluas-luasnya pelajaran di dunia maya, internet dan media massa, paling tidak
guru mampu mengimbangi proses-belajar mengajar dengan memanfaatkan peralatan teknologi sebagai alat pengajaran.
Mubazir, Depdiknas Terlalu Cepat Merubah Kurikulum
Kamis, 09 Agustus 2007, 03:21:39 WIB
Rakyat Merdeka. Akibat terlalu cepatnya perubahan kurikulum pendidikan oleh Dinas Pendidikan Nasional, makanya pengadaan buku yang sudah dibeli Disdikpora tak cocok lagi dengan Kurikulum Terpadu Standar Pendidikan (KTSP).
Demikian dikatakan Kepala Sekolah SD 001 Limapuluh Naguib Nasution, Rabu (8/8) di ruang kerjanya. Menurutnya Pemko dalam hal ini Disdikpora tidak salah, sebab seharusnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) itu berjalan sepuluh tahun baru ada perubahan.
''Tapi yang tak abis pikir kurikulum yang ditetapkan Dediknas, tahun 2004 lalu hanya berjalan dua tahun sampai tahun 2006 saja, sedangkan tahun 2007 ini dengan sitem KTSP,'' kata Naguib Nasution.
''Jadi tak ada yang bisa disalahkan, apakah Disdikpora maupun Pemko. Perubahan kurikulum itu yang menyebabkan buku itu tidak sesuai lagi,'' katanya.
Bukan pihak sekolah saja, malahan penerbit yang sudah mencetak ribuan dan miliaran jumlah buku merasa kecewa dengan keputusan perubahan kurikulum begitu cepat.
Dikatakannya, untuk kurikulum itu maksimalnya bisa berubah paling maksimal 10 tahun, misalnya dari tahun 1984 dan berubah kurikulumnya tahun 1994 dan dari 1994 berubah kurikulumnya tahun 2004. ''Sayangnya kurikulum 2004 baru saja berjalan, sudah berubah lagi tahun 2007,'' katanya.
Dikatakannya, buku yang dibagikan dan telah dibeli Pemko itu tidak sia-sia dan masih tetap bisa dipakai, sebagai buku esensial terutama materi-materi dasar. Bahkan untuk Matematika dan IPA masih bisa dipakai.
''Meskipun demikian bukan yang sudah diserahkan Disdikpora itu tetap dipakai, dan dipinjamkan kepada siswa jika ingin meminjamnya. Jadi tidak sia-siakan,'' tuturnya. esi/jpnn
Kamis, 09 Agustus 2007, 03:21:39 WIB
Rakyat Merdeka. Akibat terlalu cepatnya perubahan kurikulum pendidikan oleh Dinas Pendidikan Nasional, makanya pengadaan buku yang sudah dibeli Disdikpora tak cocok lagi dengan Kurikulum Terpadu Standar Pendidikan (KTSP).
Demikian dikatakan Kepala Sekolah SD 001 Limapuluh Naguib Nasution, Rabu (8/8) di ruang kerjanya. Menurutnya Pemko dalam hal ini Disdikpora tidak salah, sebab seharusnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) itu berjalan sepuluh tahun baru ada perubahan.
''Tapi yang tak abis pikir kurikulum yang ditetapkan Dediknas, tahun 2004 lalu hanya berjalan dua tahun sampai tahun 2006 saja, sedangkan tahun 2007 ini dengan sitem KTSP,'' kata Naguib Nasution.
''Jadi tak ada yang bisa disalahkan, apakah Disdikpora maupun Pemko. Perubahan kurikulum itu yang menyebabkan buku itu tidak sesuai lagi,'' katanya.
Bukan pihak sekolah saja, malahan penerbit yang sudah mencetak ribuan dan miliaran jumlah buku merasa kecewa dengan keputusan perubahan kurikulum begitu cepat.
Dikatakannya, untuk kurikulum itu maksimalnya bisa berubah paling maksimal 10 tahun, misalnya dari tahun 1984 dan berubah kurikulumnya tahun 1994 dan dari 1994 berubah kurikulumnya tahun 2004. ''Sayangnya kurikulum 2004 baru saja berjalan, sudah berubah lagi tahun 2007,'' katanya.
Dikatakannya, buku yang dibagikan dan telah dibeli Pemko itu tidak sia-sia dan masih tetap bisa dipakai, sebagai buku esensial terutama materi-materi dasar. Bahkan untuk Matematika dan IPA masih bisa dipakai.
''Meskipun demikian bukan yang sudah diserahkan Disdikpora itu tetap dipakai, dan dipinjamkan kepada siswa jika ingin meminjamnya. Jadi tidak sia-siakan,'' tuturnya. esi/jpnn
No comments:
Post a Comment