KONFLIK ANTAR SESAMA WIDYAISWARA
Analisis M.Rakib Ciptakarya.Pekanbaru Riau Indonesia
Banyak
konflik dan kecemburuan sosial di antara sesama widyaiswara LPMP Riau, Ada pula
pembunuhan karakter temannya sendiri. Ada yang mengadu domba. Widyaiswara harus
menjaga hubungan antarpribadi dalam melakukan hubungan dan kerjasama dengan
lingkungan kerjanya. Oleh karena itu dalam berinteraksi dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran dalam kediklatan diperlukan koordinasi antar
widyaiswara dengan peserta diklat, widyaiswara dengan widyaiswara dan antar
widyaiswara dengan penyelenggara diklat. Agar koordinasi dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan yang diharapkan maka dibutuhkan adanya komunikasi.
Kalau tidak, punya etik
WI akan, terlibat konflik
Setan akan, menggelitik
Menampilkan, sifat munafik
Kode etik sangat diperlukan agar
komunikasi berjalan efektif dibutuhkan hubungan interpersonal yang baik.
Berbagai penyebab kegagalan dan rintangan dalam berkomunikasi akan berakibat
kecil bahkan tidak berdampak, bila ada hubungan baik di antara komunikan.
Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak
dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang tidak baik antar
komunikan.
Untuk
mewujudkan terciptanya hubungan baik, Setiap Widyaiswara harus dapat
mengembangkan sikap tenggang rasa, membangun kepercayaan terhadap peserta
diklat, widyaiswara yang lain dan dengan penyelenggara diklat. Widyaiswra juga
seharusnya saling membuka diri, tidak memaksakan kehendak diri sendiri,
bersedia menolong dan ditolong, sedapat mungkin mampu meredam timbulnya bibit-bibit
konflik dan apabila terjadi konflik mampu mengelola konflik dengan baik
sehingga tidak berlarut dan meluas.
Selama ini di antara
widyaiswara mungkin tidak sadar bahwa
seringkali tanpa kita sadari ada pembunuh karakter di sekitar kita. Pembunuh
karakter itu biasanya selalu berbicara negatif dan suka menfitnah yang menjurus
pada seseorang sehingga image negatif jika dilakukan secara terus menerus akan
membunuh karakter dari orang tersebut.Pembunuh karakter ini biasanya diawali oleh kebencian atasan ke pada salah satu bawahannya. Dan jika ini terjadi maka akan menghambat karier dari bawahannya tersebut, al hasil bawahannya akan sulit mendapatkan promosi untuk perkembangan kariernya.
Oleh sebab itu pembunuh karakter tidak hanya secara vertikal akan tetapi bisa juga secara horisontal artinya bisa juga dilakukan teman selevel kita untuk menjatuhkan orang lain dan dengan maksud untuk menguntungkan posisinya.
Waspadalah pembunuh karakter lebih sadis dari pembunuh bayaran, lebih sadis dari perampok dan lebih sadis dari segala bentuk kejahatan.
Waspadalah pembunuh karakter biasanya bermula dari faktor like and dislike dan muncul dari kebencian maupun dari sebuah obesesi tertentu agar rivalnya mati secara karakter.
Berhati-hatilah karena si pembunuh karakter itu ada disekeliling kita.
Jadi makhluk macam apakah sebenarnya yang disebut
pembunuhan karakter itu?
Menurut Wikipedia, pembunuhan karakter atau character assassination
adalah usaha-usaha untuk mencoreng nama seseorang. Tindakan ini dapat meliputi
pernyataan yang melebih-lebihkan atau manipulasi fakta untuk memberikan citra
yang tidak benar tentang orang yang dituju.
Istilah tersebut mungkin sudah banyak kita dengar
di media massa pada kasus-kasus yang melibatkan politisi atau artis terkenal.
Seringkali ketika seorang public figure dituduh terlibat dalam suatu
kasus yang mencoreng imej yang sudah dibangun selama ini, isu pembunuhan
karakter oleh pihak-pihak yang iri pada kesuksesannya menjadi excuse
andalan, mungkin benar mungkin tidak. Dampak buruk yang sangat mungkin terjadi
tentu saja tercorengnya nama baik, bahkan lebih jauh lagi dapat mengganggu
kestabilan mental dan kehidupan sosial korban. Yah, untuk contoh kasus yang
ini(kita sebut saja model lama) sudah banyak macamnya(bisa dicari
sendiri.hehe).
Oke sudah saatnya kita membahas kasus kedua yang
merupakan hasil perasaan dan pikiran saya sendiri. Langsung saja saya berikan
contoh kasus yang diilhami dari kisah nyata dan banyak terjadi di sekitar
kita. Berikut contohnya:
Tetangga sebelah rumah saya, sebut saja namanya
Okky(menggunakan nama sendiri agar tidak menyinggung pihak manapun yang tidak
sengaja disebut namanya) adalah seorang pemuda yang baru saja lulus SMA dan
Alhamdulillah berhasil diterima di salah satu universitas terbaik di negaranya.
Okky adalah anak yang selalu semangat belajar, rasa ingin tahunya tinggi, dan
suka mengungkapkan pemikiran-pemikirannya.
Hari pertama masuk kuliah, Okky mengikuti
perkuliahan dengan semangatnya yang menggebu-gebu sebagai mahasiswa baru.
Selesai menjelaskan materi, seorang dosen melemparkan pertanyaan pada para
mahasiswa di kelasnya, tiba-tiba suasana kelas hening, bahkan sebagian mahasiswa
menundukkan kepalanya takut ditunjuk untuk diminta menjawab. Ditengah
keheningan Okky mengacungkan tangan untuk mencoba menjawab, mahasiswa yang
tadinya terdiam sontak menyerukan “uwooo” layaknya paduan suara. Setelah
mahasiswa lain diam, barulah Okky mencoba menyampaikan jawabannya, syukurlah
walau bermodal pengetahuan pas-pasan jawaban yang ia berikan kebetulan benar
dan lagi-lagi terdengar paduan suara dengan lirik “uwooo” atau “widiiihhh” atau
yang lainnya. Kejadian tersebut cukup sering terulang ketika ada seseorang yang
dengan berani mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan dosen, entah
jawabannya benar atau salah, atau untuk sekedar bertanya, entah pertanyaan yang
diberikan “ngaco” atau tidak.
Baru sebulan berkuliah di universitas idamannya
tersebut, tidak terasa telah terjadi perubahan dalam diri Okky(dalam hal ini
kepribadiannya). Okky yang tadinya bersemangat dan berani, menjadi Okky yang
pasif pemalu. Okky yang tadinya percaya diri sekarang menjadi sering minder
sampai tidak berani mengungkapkan pendapatnya.
Apakah terjadi sesuatu yang salah dalam contoh
kasus diatas?
Kalau ada lalu siapa yang salah?
Okky kah karena mentalnya lemah?
atau teman-temannya yang menyoraki dengan “jahat”
nya?
Untuk postingan kali ini silakan teman-teman
menyimpulkan sendiri, tapi saya berharap semoga kita tidak termasuk orang yang
dengan “jahat” melakukan hal-hal kecil yang tampak sepele tapi sebenarnya
berdampak buruk bagi orang lain. Mari biasakan mengapresiasi. Semua orang
berhak menjadi dirinya sendiri.
No comments:
Post a Comment