ASAL
USUL TARI TELANJANG
Kutang
Barendo (Maaf)
Acara-acara asal usulnya, pesta
yang akan dilakukan, wanita akan merayakan dengan sesama wanita lainnya, dan
laki-laki melakukan pesta yang terpisah dengan sesama laki-laki. Sejarahnya,
laki-laki dan perempuan tidak bercampuran. Dalam beberapa Negara Muslim, itu
masih terjadi sampai hari ini. http://anehdidunia.blogspot.com
Pada sore hari, selesai memberi makan suami mereka dengan makanan sore yang besar, tarkadang wanita itu berkumpul di rumah saudaranya, tante, sepupu, teman atau neneknya untuk menikmati waktu bersama-sama.
Dalam kebersamaan yang tidak resmi itu, mereka mungkin bangkit dan mengambil kesempatan untuk menari satu sama lainnya. Disinilah salah satu kesempatan bagi seorang ibu yang mempunyai anak laki-laki bujang untuk mencari gadis yang memenuhi syarat bagi anaknya didalam komunitas tersebut.
Pada sore hari, selesai memberi makan suami mereka dengan makanan sore yang besar, tarkadang wanita itu berkumpul di rumah saudaranya, tante, sepupu, teman atau neneknya untuk menikmati waktu bersama-sama.
Dalam kebersamaan yang tidak resmi itu, mereka mungkin bangkit dan mengambil kesempatan untuk menari satu sama lainnya. Disinilah salah satu kesempatan bagi seorang ibu yang mempunyai anak laki-laki bujang untuk mencari gadis yang memenuhi syarat bagi anaknya didalam komunitas tersebut.
Oriental dance (nama yang benar untuk Tari Perut) sebenarnya bukalah tarian penggoda yang dilakukan oleh para selir untuk merangsang Sultan atau sang Raja. Hal ini berlawanan dengan kepercayaan banyak orang barat.
Peranan Oriental dance (belly dance) dalam kehidupan social Negara Timur Tengah yang sudah berlangsung berabad-abad, bahwa dari tarian rakyat itu orang-orang dapat melakukannya dengan penuh kegembiraan pada kesempatan tertentu seperti pada pesta pernikahan, kelahiran bayi, festival dalam komunitas tertentu, dan acara acara lainnya yang membawa orang-orang dalam sebuah kebersamaan acara pesta.
Awalnya, AAwalnya, semata-mata penunjuk ke bagian
rumah dimana wanita melakukan kegiatan hiburan mereka sehari-hari seperti sambil
memasak, menjahit, sambil bergosip dengan teman-teman dan memikirkan
anak-anaknya. “Harem” berasal dari kata “Haram” yang artinya terlarang.
Laki-laki yang bukan bagian dari keluarga secara langsung atau Muhrimnya
dilarang memasuki daerah markas wanita ketika mereka mengunjungi temannya..http://anehdidunia.blogspot.com
Tarian dalam Kehidupan Sosial
Seiring pertumbuhan Islam, masyarakat hidup dalam rumah tangga yang terpisah-pisah. Laki laki hidup dalam satu bagian didalam rumah sedangkan wanita dan anak-anak hidup dalam bagian lain pada rumah tersebut. Kata “Harem” bukan merujuk ke beberapa kamar erotik penggoda yang berisi dengan wanita telanjang tergolek di atas bantal menunggu kesempatan mereka untuk menggoda Sultan. http
Waktu
berubah, dan orang-orangpun berubah seiring berjalannya waktu. Pada abad ke 20 telah membawa beberapa perubahan bahwa bentuk dan peranan
tarian dalam kehidupan sosial di negara negar Timur Tengah yakni sebagai
berikut:
- Penjajahan dari eropa telah membawa gaya kebarat-baratan mereka mempengaruhi Timur Tengah, yang mana di dalam beberapa negara telah menghancurkan garis pemisah tradisional antara laki laki dan wanita pertemanannya menjadi bercampur baur didalam kehidupan sosialnya.
- Telah tumbuhnya Night Club sebagai tempat orang orang untuk mencari hiburan.
- Composer seperti Mohammed Abdel yang telah menciptakan music gaya baru dengan pengaruhnya yang berat sekali pada suara orkestra barat.
- Telah munculnya Cairo dan Beirut sebagai pusat kebudayaan penting didalam dunia Arab. http://anehdidunia.blogspot.com
- Pada awalnya industri perfilman Mesir tertuju pada Samia Gamal, Tahia Carioca, dan pada penari penari lainnya sebagai bintang-bintang Internasional, dan Hollywood telah terinspirasi pada costume kutang dan ikat pinggang yang dibuat dipenuhi dengan kerlap kerlip perhiasan dan mote-mote pada pemunculannya yang pertama.
- ”Industri hiburan” sepenuhnya telah menyapu dunia untuk mengambil keuntungan dari film, radio dan teknologi pertelivisian.
PERBUKAN
DAN POLITIK ADU DOMBA
Drs.H.Mhd.Rakib,S.H.,M.Ag..LPMP
RIAU INDONESIA
PERUDAKAN DI
KANTOR-KANTOR MODEREN
HAK ASASI WIDYAISWARA IALAH SELRUH WIDYAISWARA SEHARUSNYA MEMPUNYAI
KESEMPATAN YANG SAMA
UNTUK DITATAR DAN MENATAR SERTA HONOR-HONOR YANG PATUT DITERIMANYA
Budak- budak juga dapat diartikan
sebagai manusia yang terenggut hak asasinya sebagai manusia bebas dan bermartabat. Budak adalah manusia yang
tereksploitasi secara fisik maupun psikis. Apapun yang dikehendaki oleh tuannya
harus diikuti bila tidak, dia akan mendapatkan hukuman. Para
budak adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang tuan, bekerja tanpa
gaji dan tiada punya hak asasi manusia. "Slave" berasal dari
perkataan slav, yang merujuk kepada bangsa Slavia yang tiada berharta dari
Eropa Timur, termasuk Kekaisaran Romawi.
Konsep
perbudakan berdiri di atas pengandaian, bahwa ada tingkatan manusia. Kelompok
manusia tertentu dianggap lebih unggul daripada kelompok manusia lainnya. Maka
kelompok yang lebih kuat punya hak untuk menindas kelompok yang lebih tak
berdaya.
“Maka tidakkah sebaiknya (dengan
hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah
jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
atau memberi makan pada hari kelaparan.” (Al Balad: 11-14).
Ayat ini sudah memperjelas sikap
Islam terhadap perbudakan, yaitu Islam datang untuk memurnikan penghambaan
manusia hanya kepada Alloh swt semata, sehingga penghambaan manusia terhadap
manusia lainnya tidaklah dibenarkan. Karena itu Islam pun juga bertujuan untuk
menghapus perbudakan.
Dari Abu Hurairoh ra, dari Nabi saw:
“Alloh berfirman: Ada tiga orang
yang Aku akan menjadi lawan mereka pada Hari Kiamat kelak, yaitu orang yang
memberi janji atas nama-Ku kemudian berkhianat, orang yang menjual orang
merdeka dan memakan hasil penjualannya, serta orang yang memperkerjakan seorang
pekerja yang pekerja itu telah mengerjakan pekerjaannya dengan baik tetapi
orang tersebut tidak mau memberinya upah.” (HR Bukhari).
Dalam Deklarasi Emansipasi hampir 150
tahun yang lalu di Amerika Serikat , Presiden Abraham Lincoln, menegaskan
komitmen Amerika Serikat untuk mencapai kebebasan.
Sampai
saat ini, Amerika tetap teguh dalam memandang bahwa pria, wanita, dan anak-anak
memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesetaraan. Namun jutaan orang di
seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat saat ini masih berjuang di bawah
tekanan perbudakan modern. Berbagai macam
perbudakan modern yang dimaksud adalah kerja paksa, renternir, penjualan anak,
dan kekerasan seks.
“Pria dan wanita dipaksa untuk bekerja
di ladang dan pabrik-pabrik atau adanya jasa pemberian hutang yang tidak
mungkin bisa dilunasi. Anak-anak dan perempuan dijual menjadi pekerja seks,
diculik dan dijadikan sebagai tentara anak atau dipaksa bekerja,” kata Obama,
Presiden Amerika Serikat, dalam pernyataan tertulisnya.
Di
negara kita sendiri , Indonesia , kita mengalami ini semua. Katanya perbudakan
telah dihapus di atas dunia. Namun fakta sehari-hari mengatakan berbeda. Masih
banyak saudara kita di pelosok tanah air yang hidup dengan pendapatan amat
rendah, bahkan tak dibayar, setelah bekerja seharian untuk pihak yang berkuasa.
Masih juga banyak orang yang merasa,
bahwa mereka lebih mulia dari orang lainnya. Arogansi tercium di udara,
walaupun sesungguhnya arogansi itu tidak memiliki dasar yang bermakna. Yang
berkuasa secara uang, politik, ataupun agama merasa berhak untuk bertindak
seenaknya. Mereka menindas orang-orang yang lemah, tanpa pernah merasa bersalah.
Perbudakan
ternyata tak hanya dialami bangsa Afrika yang dibawa ke Benua Amerika, tetapi
juga dialami nenek moyang kita. Mereka dipaksa bekerja tanpa upah oleh Belanda.
Sekalipun Belanda, yang kala itu menjadi pedagang budak terbesar di dunia,
secara resmi menghapus perbudakan di seluruh wilayah jajahannya pada pada 1
Juli 1863.
Sejarawan
Universitas van Amsterdam, Lizzy van Leeuwen, mengatakan bahwa penghapusan
perbudakan di Oost Indie atau Indonesia, baru berakhir secara resmi 100 tahun
lalu saat Belanda menghapus praktek perbudakan yang diterapkan di Kepulauan
Sumbawa. "Ini adalah sejarah yang belum terungkap," van Leeuwen
seperti dimuat situs Radio Nederland.
Dia
menambahkan, hal ini terkait dengan sejarah perbudakan di timur. Tak hanya di
Indonesia melainkan juga di wilayah Asia Tenggara. Mencakup jangka waktu yang
sangat panjang dan meliputi berbagai bentuk perbudakan. "Mengingat cakupan
ini, masalah perbudakan di wilayah sekitar Samudera Hindia sulit sekali untuk
diungkap. Sedikit sekali penelitian tentang masalah ini," jelas van
Leeuwen. Dalil van Leeuwen diperkuat sebuah penelitian yang dilakukan oleh
sejarawan Amerika Serikat, Marcus Vink. Menurut Vink, Belanda juga menjalankan
praktek perbudakan di Indonesia.
"Jan
Pieterszoon Coen membunuh semua penduduk asli Pulau Banda untuk membuka
perkebunan pala. Ia kemudian membeli budak-budak dari wilayah Pulau Banda. Dari
situlah dimulai praktek perdagangan budak di Indonesia," jelas Van Leeuw.
Perbudakan,
kata dia, sejatinya sudah menjadi bagian dari sistem kemasyarakatan di berbagai
wilayah di Indonesia, seperti di Sumbawa, Bali dan Toraja. Penjajah Belanda
membiarkan praktek perbudakan itu terus berlangsung karena itu menguntungkan
posisi mereka di wilayah jajahan.
Kebanyakan
budak dipakai untuk keperluan rumah tangga. "Tapi, bukan berarti budak di
sana hidupnya lebih nyaman. Terjadi berbagai hal mengerikan, bagaimana
budak-budak rumah tangga itu dihukum dengan sangat kejam. Hal itu bahkan masih
terus saja terjadi sampai abad ke-20 di beberapa rumah tangga di Oost
Indie."
Sejarah
perbudakan secara legal yang dilakukan oleh orang Eropa dimulai pada abad ke
14. Spanyol, Portugis, Inggris, Perancis menancapkan perbudakan sejak abad 14
hingga 18.
Peta
jalur perbudakan
Pada
awalnya bangsa Afrika adalah bangsa yang berdaya. Potensi kekayaan alam yang
melimpah. Sejak jaman dahulu telah melakukan hubungan dagang dengan bangsa
Eropa. Ketika abad penjelajahan yang dilakukan oleh Bangsa Eropa melewati
samudera Atlantik lalu berlanjut ke semua samudera di Dunia. demi tahapan model
hubungan dilakukan oleh Bangsa Eropa. Pada awalnya merupakan Hubungan dagang,
lalu menjadi hubungan dengan model penghisapan dengan cara Kolonialisme dan
Imperialisme.
Hal
ini berlaku pula ketika bangsa Eropa datang ke Benua Afrika. Awalnya hanya
menjalin Hubungan dagang. Lalu dengan kecerdasan orang Eropa yang mampu melihat
peluang dengan jeli sehingga terjadilah perdagangan budak dan perbudakan
menjadi sebuah system yang diskenario secara sistemik.
Awal
Perbudakan di Afrika
Mengapa
terdapat perbudakan di Afrika? Pada mulanya sebagai bentuk hukuman bagi
orang-orang yang telah melakukan perbuatan kriminal dan melanggar hukum yang
berlaku. Orang yang terhukum di hukum dengan cara dipaksa untuk melakukan
apapun yang disuruh oleh Tuannya atau penguasanya.
Ketika
Bangsa Eropa mengunjungi dan mengadakan hubungan dagang dengan penguasa lokal
Afrika. Mereka mulai meminta budak sebagai barter dengan alcohol, senjata dan
berbagai macam alat yang dibawa Orang Eropa untuk ditukar dengan budak, orang
yang terhukum tadi. Kebutuhan akan pekerja manusia untuk dipekerjakan sebagai
pekerja kasar terus meningkat, maka Eropa memilih Orang Afrika untuk dijadikan
Budak.
Perekrutan
Budak
Para
budak itu diperoleh dengan cara barter para penguasa local Afrika dengan Orang
Afrika. Lalu untuk menambah jumlah budak yang dibutuhkan maka selanjutnya
perburuan budak pun dilakukan dengan cara penculikan dan penyerbuan di
desa-desa di Benua Afrika.
Orang
- orang Afrika yang berhasil di culik memang kalah dalam hal persenjataan dengan
Orang Eropa. Selain itu juga politik adu domba dilakukan oleh Orang Eropa untuk
menambah budak.
Budak-Budak
yang telah didapatkan selanjutnya dibawa ke Benua Amerika untuk dipekerjakan di
perkebunan. Sejak itulah fase “Triangular Trade” berkembang.
Sebuah
model segitiga perdagangan dan rute (jalur) pelayaran budak dari Afrika ke
Benua Amerika melewati samudera Atlantik lalu dipekerjakan di Benua Amerika.
Dan Hasil Bumi perkebunan berupa Kopi, Gula, Rum dan sebagainya dibawa ke
Benua Eropa. Dan lalu Bangsa Eropa mengirimkan senjata, alcohol untuk penguasa
eropa dan memburu budak hingga hal tersebut terus berlangsung disebut oleh para
pedagang Eropa dengan Triangular Trade.
Dan
itu berlangsung secara sistemik selama 4 abad. Dari abad ke 14 hingga 18 ketika
abolishment (penghapusan perbudakan) terjadi.
Middle
Passage
adalah sebuah perjalanan yang begitu mengerikan bagi para Budak. Sebuah rute
pelayaran para budak dari Benua Afrika ke Benua Amerika melewati samudera
Atlantic yang juga terkenal dengan Transatlantic. Perjalanan dengan kapal laut
yang membutuhkan waktu selama 8 hingga 10 minggu untuk sampai ke Benua Amerika.
Middle
Passage adalah perjalanan yang dehumanis karena:
Perlakuan
para pedagang Eropa yang membawa budak diperlakukan secara menyedihkan dengan
model “loose Pack”. Para Budak berdesak-desakan di dek kapal. Di beri makan
sedikit, tidak ada toilet, sehingga Muntahan, berak, kencing dilakukan di
tempat yang sama. Bisa dibayangkan apa terjadi? Banyak Budak yang menderita
sakit. Bahkan begitu kejamnya perlakuan ketika “Middle Passage” banyak budak
yang stress berupaya untuk bunuh diri dengan cara mogok makan.
Bahkan
banyak budak yang berusaha meloncat dari kapal untuk Bunuh diri karena tidak
tahan selama perjalanan yang mengerikan. Tetapi cerdasnya para awak kapal
Bangsa Eropa, mereka memasang jaring dan jala di sekeliling kapal sehingga para
budak tersebut tidak bisa terjun ke laut untuk bunuh diri. Sebab kematian budak
adalah kerugian bagi pedagang budak.
Kapal
yang berisi budak-budak yang telah merapat di pelabuhan di Benua Amerika oleh
selanjutnya dilelang/dijual oleh pedagang budak melalui pelelangan (The Slave
Auction). Poster-poster pelelangan budak disebarkan di penjuru kota. Jadwal
pelelangan ditetapkan.
Budak
yang kuat, sehat merupakan budak dengan harga yang paling tinggi/mahal.
Selanjutnya budak yang kecil, muda, tua, sakit terjual paling akhir dengan
harga yang murah.
Biasanya
budak yang datang dengan keluarganya dipisahkan dan dijual terpisah oleh para
pedagang Budak.
Yang
mengenaskan bagi para budak adalah ketika saat pelelangan, mereka tidak
paham akan situasi yang mereka hadapi. Pelelangan dilakukan dengan bahasa yang
tidak mereka pahami. Dan saat mereka tahu majikan mereka telah berganti.
Kehidupan
Para Budak (How Slaved Lived)
Para
Budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik. Dan para
Budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan. Kehidupan
para budak sungguh menyedihkan.Setiap
hari mereka harus bekerja keras dari matahari terbit hingga matahari terbenam
tanpa gaji dan perlakuan kasar.Untuk tempat berlindung para budak harus
membangun rumahnya sendiri dengan bahan seadanya.Untuk makan, biasanya mereka
makan makanan seadanya.Dalam setahun hanya diberikan 3 underwears, sepasang
sepatu dan pakaian seadanya oleh Tuannya.Para budak tidak diperkenankan
berbicara ketika bekerja dengan bahasa mereka. Bila berbicara akan mendapatkan
hukuman.Para budak tidak boleh belajar membaca dan menulis. Tetapi Pada hari
minggu mereka diperbolehkan pergi ke Gereja
Kehidupan Budak di Perkebunan
Tembakau, kapas,
Gula, kopi adalah hasil perkebunan yang dikerjakan oleh para budak. Selanjutnya
hasil bumi tersebut dikirim ke Eropa. Budak adalah orang yang harus menuruti
kehendak Tuannya. Bila tidak menuruti kemauan Tuannya. Budak akan mendapatkan
hukuman jika mereka tidak bekerja giat, banyak berbicara selama bekerja,
mencuri dari tuannya, berupaya melarikan diri atau berupaya mengadakan
pemberontakan.
Hukuman
para budak dilakukan didepan umum dengan tujuan sebagai bentuk intimidasi
kepada para budak agar tidak melakukan pembangkangan.Tingkat dan model Hukuman
tergantung dari kesalahan yang telah dilakukan oleh para Budak.
Demikianlah
sejarah perbudakan yang telah berlangsung selama 4 abad. Abilitionism
(penghapusan perbudakan) mulai terjadi pada abad 18 dan awal abad 19.
Abraham
Lincoln adalah tokoh penting yang berupaya untuk menghapuskan perbudakan di
Amerika Serikat walaupun akhirnya menyebabkan perang sipil di Amerika.
Tetapi
hingga sekarang perbudakan masih terus berlangsung walaupun telah terdapat
ratifikasi hak asasi manusia.
Perbudakan
di Zaman Modern
Jika
pada zaman dahulu perbudakan dilakukan dengan cara yang kasar, eksploitatif,
menghisap, menindas dan sewenang-wenang. Maka ciri itu sepertinya masih ada di
tengah zaman yang modern ini. Kemiskinan, ketidak berbedayaan, tidak adanya
akses terhadap pekerjaan di negeri ini membuat manusia seperti seorang TKW
bernama Ruyati yang nekad mencari pekerjaan di sebuah negeri di timur
tengah dengan resiko nyawa menjadi taruhannya.
Dan
Ironisnya, saat kita merayakan hari penghapusan perbudakan pada 1 Juli pada
saat yang sama di berbagai belahan dunia masih terjadi praktek-praktek
perbudakan.
Para
korban perbudakan zaman dulu dilelang dan dijual dari satu majikan ke majikan
yang lain. Jangankan untuk hidup bebas, hak atas diri mereka sendiri saja
mereka tidak punya.
Perbudakan
mengalami metamorfosa dalam bentuk baru yang lebih cerdas, bernama human
trafficking atau perdagangan manusia, yang mengarah pada
prostitusi, kerja paksa, buruh paksa, dan pekerja anak.
Perbudakan
dan perdagangan manusia, dua bentuk yang serupa tapi tak sama. Mereka tetap
menjadi budak yang terenggut hak asasinya sebagai manusia bebas dan
bermartabat. Mereka dieksploitasi secara fisik maupun psikis, dan apa pun yang
dikehendaki tuannya harus diikuti, bila tidak, akan mendapatkan hukuman
Perdagangan
manusia atau human trafficking saat ini tidak hanya sebatas perdagangan manusia,
tapi juga eksploitasi yang sering melanggar batas - batas kemanusiaan. Mulai
dari pemaksaan kerja para pekerja migran, anak-anak yang dipaksa bekerja dengan
kondisi yang memprihatinkan; wanita yang diperdagangkan sebagai budak seks;
nasib para TKW Indonesia di Arab Saudi juga mengingatkan kita pada kejamnya
praktek perbudakan, penculikan bayi untuk diadopsi, eksploitasi seksual
terhadap perempuan di bawah umur, hingga penjualan organ tubuh manusia‼. Oleh
karena itu, hari penghapusan perbudakan bukan hanya untuk memperingati masa
lalu tapi lebih penting untuk menjadi motivasi guna memerangi praktek-praktek
perbudakan di masa kini.
Coba
kita lihat beberapa contoh peristiwa di beberapa negara ini yang
mencerminkan bagaimana perbudakan dapat terjadi ditengah tengah kita dengan
tanpa kita sadari
Jika
dirata-rata satu pekerja domestik meninggal tiap minggu di Libanon – baik
akibat bunuh diri maupun kecelakaan ketika berusaha melarikan diri dari majikan
yang mengurung mereka di dalam rumah.
Kelompok
HAM menyatakan, penyiksaan dan isolasi yang diderita perempuan-perempuan ini
adalah faktor utama yang mendorong mereka mengambil risiko yang membahayakan
nyawa.
Pekerja
domestik adalah pemandangan umum di Libanon. Di swalayan banyak gadis Asia yang
mendorong kereta belanja untuk “madam” mereka atau gadis-gadis Afrika yang
membawa tas besar dan mengasuh balita.
Diperkirakan
keluarga Libanon mempekerjakan 200.000 pekerja domestik migran, terutama dari
Filipina, Sri Lanka dan Ethiopia. Kebanyakan dari mereka adalah gadis-gadis
muda yang meninggalkan keluarga di negeri asal dan memutuskan hidup bersama
keluarga Libanon yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Semua mereka
lakukan demi penghasilan rata-rata 150 dolar per bulan. Majikan mereka menjadi
sponsor izin tinggal mereka di Libanon. Ini menyebabkan terbatasnya kebebasan
dan mobilitas mereka.
Ketika
sejumlah kasus dibawa ke pengadilan, seperti pemukulan terhadap pekerja
domestik, pelaku hanya diganjar hukuman ringan. Bahkan majikan yang membunuh
pembantunya bisa lolos tanpa hukuman berat. Penelitian sejumlah organisasi HAM
mengindikasikan bahwa angka kematian pekerja domestik di Libanon tinggi.
Wawancara yang dilakukan HRW menunjukkan, tekanan finansial, pekerjaan yang
terlalu berat, ditambah penganiayaan dan isolasi adalah faktor-faktor utama di
balik angka ini.
(Sumber:
Radio Netherlands)
Di
masa lalu para duta besar dan diplomat asing lain di Den Haag terbukti
mengeksploitasi dan memenjarakan para pembantu mereka. Demikian pernyataan sejumlah
pembantu kepada Radio Nederland Wereldomroep dan harian Trouw.
Menurut
pengacara Antoinette Vlieger dari Universiteit van Amsterdam, saat ini terjadi
apa yang disebut perbudakan modern. Para diplomat di Den Haag menyukai pembantu
Filipina. Mereka penurut dan senang bekerja keras. Para diplomat ini punya
kekebalan diplomatik dan tidak pernah diperiksa. Mereka bebas bicara, sementara
para pembantunya tutup mulut.
Di
sepanjang pantai di belakang perbukitan pasir Den Haag, berdiri villa-villa
megah yang disukai para diplomat asing. Mereka ini dipersenjatai sepasukan
pelayan, tukang bersih-bersih, penjaga anak dan koki, yang sering kali
didatangkan dari luar negeri. Salah satunya adalah Cheryl Barrio *nama samaran*
(50 tahun) asal Filipina.
Saat
itu awal tahun 2003. Cheryl Barrio tiba di villa milik duta besar baru Arab
Saudi di Belanda. Sebelumnya Cheryl sudah bekerja untuk keluarga tersebut di
Arab Saudi. Begitu tiba, dia harus menyerahkan paspor kepada sang duta besar
dan Cheryl dilarang meninggalkan rumah.
Cheryl
juga memasak untuk seluruh keluarga. Mereka hanya boleh makan makanan sisa,
tidak boleh masak sendiri. Pernah Cheryl masak nasi sisa kemarin untuk konsumsi
sendiri, istri Pak Dubes dengan berang langsung masuk dapur dan menggatakan
makanan sisa yang dimasak kembali itu haram.
Keluarga
Filipina itu digaji antara 200 – 400 dolar per bulan. Jauh lebih rendah dari
UMR Belanda. Setelah menyisihkan sedikit untuk uang saku, sang dubes mengirim
uang ke suami Cheryl dan 5 anak mereka lainnya di Filipina.
“Mereka
bilang sebaiknya saya memang tidak pergi keluar, karena kedutaan besar Filipina
tidak mau cari masalah sama Arab Saudi. Mereka bisa saja menghentikan visa
kerja untuk orang Filipina lainnya. Pihak kedutaan Filipina malah menyuruh saya
untuk minta gaji lebih besar, itu kan tidak realistis.”
Apa
yang terjadi pada Cheryl dan putra-putrinya adalah contoh perbudakan moderen,
demikian pengacara penyidik Antoinette Vlieger. Para pembantu tiba di rumah
majikan baru dengan iming-iming upah tinggi dan kontrak yang sepertinya
mengikat. “Tapi begitu tiba di tempat, para majikan merobek-robek kontrak dan
menginjak-injak peraturan perburuhan.”
Para
pembantu mau tidak mau menerima hal ini, karena keluarga mereka di tanah air
sangat mengharapkan upah mereka, dan para majikan tahu betul soal ini.
Antoinette mengatakan, “Visa para pelayan ini memang berdasarkan pekerjaan
mereka untuk para diplomat. Ini memberi para diplomat kekuasaan yang semakin
diperkuat oleh kekebalan diplomatik mereka. Mereka ini kan tidak terjangkau
sistem peradilan Belanda, jadi mereka pikir : saya pasti lolos.”
(Sumber:
Radio Netherlands)
Ketidakmampuan
dalam mengelola sumberdaya manusia di suatu negara menjadikan warganya
menyebrang ke negara yang dianggap lebih menjanjikan kehidupan yang layak
walaupun penuh resiko. Pemerintah yang seharusnya melindungi warganya di luar
negeri seakan hanya mengambil keuntungan dari pajak para pencari kerja di luar
negeri. Nasib para pekerja di luar negeri sebagian besar ditentukan oleh baik
tidaknya sang Majikan. Jika majikan mereka kejam, maka tamat sudah riwayat
untuk bermimpi mendapatkan rezeki untuk keluarga, justru yang didapat adalah
penyiksaan, penghisapan, pemerkosaaan hingga nyawa meregang oleh pedang sang
algojo.
Perlu
upaya yang lebih serius dari masing – masing pemerintah, jika tidak ingin
warganya bernasib sebagai “budak” di luar negeri. Peningkatan pendidikan dan
keterampilan harus ditingkatkan.
Perbudakan
modern bukan hal yang tidak mungkin di tengah-tengah laju pertumbuhan manusia
yang sangat tinggi sementara lowongan pekerjaan sangat sempit dikarenakan
konsentrasi permodalan hanya ada di segelintir manusia.
Di
Indonesia sekarang ini, banyak orang yang hidup dalam situasi yang lebih parah
dari perbudakan.
Secara
legal perbudakan telah dilarang. Namun faktanya semua itu berlangsung di depan
mata kita.
Perbudakan
bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal harkat dan martabat manusia yang memiliki
kebebasan. Walaupun secara ekonomi tampak menguntungkan, namun sistem
perbudakan menyangkal status kemanusiaan tiap orang, karena mereka direndahkan
semata menjadi harta benda yang bisa dimiliki. Pendapatan yang mereka terima
tidak cukup untuk hidup sehari-hari. Mereka bekerja keras dengan upah yang amat
tidak manusiawi. Maka itulah sistem perbudakan tidak pernah boleh diterapkan.
Kebebasan
adalah prasyarat demokrasi. Tanpa kebebasan tidak akan ada demokrasi. Tanpa
demokrasi yang kemungkinan besar tercipta adalah tirani. Di dalam masyarakat
seperti itu, penyalahgunaan kekuasaan amat banyak ditemukan. Keadilan akan
semakin jauh dari genggaman tangan.
Inilah
fenomena perbudakan modern. Prakteknya tidak disebut perbudakan, namun secara
langsung mengandung unsur-unsur perbudakan di dalamnya.
Simak
saja nasib para TKI, buruh tani, buruh pabrik, apakah mereka sungguh telah
keluar dari sistem “perbudakan”? Para TKW/TKI hanya menjadi mesin devisa negara
yang tak pernah diperhatikan hak-hak dasarnya.
Selama masalah kemiskinan dan
pendidikan belum tuntas perbudakan akan terus terjadi dan bermetaforsis bentuk
eksploitasi manusia.
Indonesia
sendiri sebagai negara berkembang menjadi lahan subur perdagangan manusia,
masalah ini hanya sebagian yang terlihat. Ibarat fenomena gunung es, jauh lebih
banyak kasus terjadi yang tidak diketahui. Tingginya angka human trafficking,
tak jauh dari masalah ekonomi, baik korban maupun pelaku. Karena desakan
ekonomi dan rendahnya pendidikan, banyak pula orang yang menjual anaknya
sendiri. Dari sisi pelaku, trafficking dinilai menguntungkan.
Perbudakan
atau apa pun namanya, tentu harus diperangi. UUD 1945 secara tegas mengatur
tentang pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk perempuan
dan anak-anak. Juga diperkuat dengan UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang dan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Yang
jelas, penanggulangan human trafficking harus menyentuh masalah dasarnya, yakni
ketidakberdayaan ekonomi dan rendahnya pendidikan. Karena selama dua hal
tersebut masih menjadi persoalan, selama itu pula bentuk perbudakan modern
tersebut akan terus terjadi. Dan permasalahan ini tidak hanya bisa diatasi oleh
satu elemen saja, karena Perdagangan Manusia atau Perbudakan Modern ini sudah
layaknya seperti sebuah lingkaran setan yang tidak ada ujung pangkalnya.
Maka
cobalah buka mata, dan lihatlah dunia sekitar. Apakah masih ada pola-pola
perbudakan yang tersisa? Jika ya nyatakanlah dengan tegas, dan perangilah
secara beradab. Hanya dengan begitu kita bisa keluar dari penjara kemunafikan,
dan mulai bekerja menciptakan keadilan.
Mari
kita lihat nanti, apakah negara ini masih punya hati?
No comments:
Post a Comment