Agama tidak punya daya tarik di
Barat
HM.Rakib, SH.,Drs.,M.Ag
Agama Barat,
kehilangan daya tarik
Agama Tmur,
mulai dilirik
Dunia Eropa,
seakan terbalik
Bank Syari’ah,
kini terbaik.
Bank Barat,
dipenuhi riba
Uang
pinjaman, bunga berbunga
Yang miskin,
kian merana,
Yang
kayalah, akan semakin kaya.
Benarkah Agama yang Menyebabkan Tindakan Kekerasan?
“Jika aku bisa mengayunkan tongkat sihirku dan
harus memilih apakah melenyapkan perkosaan atau agama, aku tidak akan ragu-ragu
lagi untuk melenyapkan agama,” tulis Sam Harris, tokoh yang dianggap salah satu
oknum dalam “The Unholy Trinity Of Atheism”. Dua orang oknum lainnya adalah
Daniel Dennet dan Richard Dawkins. (Artikel Jalaludin Rakhmat dengan judul yang
sama).
Di
lain kesempatan, Harris berkata, “Agama telah menjadi sumber kekerasan sekarang
ini dan pada setiap zaman di masa yang lalu.” Karenanya, agama -menurut Harris-
harus ditinggalkan oleh manusia. Bukan karena alasan teologis, tetapi karena
agama merupakan sumber kekerasan.
Doktrin
bahwa agama menyebabkan tindakan kekerasan telah melahirkan atheis lebih banyak
dari aliran pemikiran filsafat mana pun. “Religion makes enemy instead of
friends. That one world, “religion” covers all the horizon of memory with
visions of war, of outrage, of persecution, of tyranny, and death,” ujar
Ingersoll salah satu ateis asal Amerika yang terkenal itu.
Kaum
agamawan adalah kaum yang paling keras menolak anggapan agama sebagai biang
dari kekerasan. Penolakan yang paling sederhana ialah kenyataan sejarah bahwa
agama bukan hanya “memecah-belah”, agama juga mampu mempersatukan. Agama-agama
besar seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha telah mempersatukan miliaran umat
manusia dalam label yang sama.
Penolakkan
yang lebih mendalam ialah bukti menunjukkan dengan data-data historis bahwa
peperangan lebih banyak disebabkan kepentingan ekonomis, persoalan etnis, isu
kebangsaan (nasionalisme), dan terutama sekali masalah politik. Dengan kata
lain, tindakan kekerasan yang menimbulkan kehancuran lebih banyak disebabkan
oleh sebab-sebab non agama.
Perang
Dunia I dan II, meski melibatkan banyak negara dan jatuhnya korban tak
terhingga, tidak disebakan karena perbedaan agama. Konflik Israel-Palestina
juga bukan dominan diwarnai oleh faktor agama. Perang Amerika-Vietnam juga
bukan karena agama. Perang Iraq-pun demikian, mseki Bush sempat terselip lidah,
tapi kalangan pengamat lebih menitikberatkan perang itu sebagai “War Of Oil”
ketimbang “The Holly War”.
Last
but not the least, ternyata lebih banyak orang dibunuh dan dilenyapkan oleh
rezim-rezim otoriter ketimbang oleh rezim-rezim “beragama”.
Meski
demikian kalangan agamawan juga tak menutup mata adanya tindak kekerasan yang
mengatasnamakan agama. Namun hendaknya tak menutup mata pula bahwa tak ada satu
pun ajaran agama di dunia ini yang mengajarkan, menyebarkan dan mendoktrin
umatnya untuk melakukan kekerasan.
Di
sinilah kita wajib berhenti untuk kembali mendefinisikan apa agama itu untuk
kemudian bertanya, “Benarkah agama menyebabkan tindak kekerasan?.”
No comments:
Post a Comment