ISTRI TIDAK BERSYUKUR, KOK BENCI SUMAINYA
BOLEH JADI KAMU BENCI SUAMIMU
PADALAHL TERBAIK BAGMU
LAKI-LAKI DALAM IMPIANMU
MUNGKIN AKAN, MERUSAK HIDUPMU
Ini adalah pengakuan wanita yang dahulunya durhaka pada suami.."Aku membencinya", itulah yang selalu kubisikkan
dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak
pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua,
membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah
menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya
sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya
pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan
siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka,
suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja
masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang
diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa
mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia
memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah
kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia
memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia
menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan
teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak.
Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung
dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya
begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil
KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya
setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan
semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus
mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan
semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak
kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa
berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling
akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa,
dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari
itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya
menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan
peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di
acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci
kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium
pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga
anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan
pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali
mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke
salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku
beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang
yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan
kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa
terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun
merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil
berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan
aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan
dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya
kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya
menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar.
Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian,
handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan
setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil
dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku
cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa
menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan
kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya
Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku
bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku
juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan
berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin
tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban
meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering
teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba.
Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab
telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu
memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?”
kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,
ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa
ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima
kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku
menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku
dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah
sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana
menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang
gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang
melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam,
tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan
menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan
itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai
mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan
orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua
mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul
memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku
menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di
hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku
benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan
kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang
telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan
wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh
wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku,
mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak
menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian
wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi
bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan
dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti
menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah
kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan
kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu
mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus
kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah
absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku
sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah
bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir
seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi
kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan
mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak
untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum
ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang
larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak
pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya
karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri
lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang
menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku
terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku
dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka
kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya
bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak
di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk
termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan.
Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang
mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak
memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok
menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang
meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat
teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di
kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara
dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya
kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi
kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal
jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out,
sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas
jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat
kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi
terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya,
sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti
kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan
karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah
karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena
baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah
karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi
yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun
kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta
maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta
ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu
sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta
Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga
untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak
pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga
mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku
dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres
dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya
selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia
transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan
uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku
memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku
terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama
ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah
tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang
aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji
terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga.
Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali.
Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian.
Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu
notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan
seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat
tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu,
sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya
sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah
memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah
hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang
selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja.
Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian
nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa
kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan
mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan
banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi
kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan
selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh
yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena
ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan,
ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi
dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke,
Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun
dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan
note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku
memiliki beberapa tabungan dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat
beberapa usaha dari hasil tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil
meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis
terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal
menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi.
Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu
hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika
orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak
satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga
tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri
kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya
Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang,
cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan
kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan
hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun
persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah?
Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah
suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua.
Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian
berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat
menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk
membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk
mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas
dari cintanya yang begitu tulus.
WANITA PENGHUNI NERAKA
Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda :
« اطَّلَعْتُ فِى الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ
أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِى النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا
النِّسَاءَ ».
“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat
kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke
dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR.
Bukhari, no. 3069 dan Muslim no.7114, dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain
keduanya)
Dari Usamah Bin Zaid –radhiyallahu anhu- beliau
berkata: Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
«قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَإِذَا عَامَّةُ
مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِينُ، وَإِذَا أَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوسُونَ إِلاَّ
أَصْحَابَ النَّارِ فَقَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ وَقُمْتُ عَلَى بَابِ
النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ». رواه مسلم (رقم:7113).
“Aku berdiri di depan pintu syurga, lalu
(kulihat) kebanyakkan orang yang masuk kedalamnya adalah orang orang miskin,
dan orang orang yang kaya di tahan kecuali penghuni neraka mereka di suruh
untuk masuk keneraka, dan aku berdiri di depan pintu neraka maka (kulihat)
kebanyakkan yang masuk kedalamnya adalah wanita”. (H. R Muslim, no. 7113).
Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi
-Shalallahu ‘alaihi wassalam- bersabda :
( إن أقل ساكني الجنة النساء ). رواه مسلم (7118).
“Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit
adalah wanita.” (HR. Muslim, no. 7118).
Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di
atas seraya berkata:
(قال علماؤنا: إنما كان النساء أقل ساكني الجنة لما
يغلب عليهن من الهوى و الميل إلى عاجل زينة الدنيا لنقصان عقولهن أن تنقدن بصائرها
إلى الأخرى فيضعفن عن عمل الآخرة والتأهب لها ولميلهن إلى الدنيا والتزين بها و
لها ثم مع ذلك هن أقوى أسباب الدنيا التي تصرف الرجال عن الأخرى لما لهم فيهن من
الهوى والميل لهن فأكثرهن معرضات عن الآخرة بأنفسهن صارفات عنها لغيرهن سريعات
الانخداع لداعيهن من المعرضين عن الدين عسيرات الاستجابة لمن يدعوهن إلى الأخرى و
أعمالها من المقتين). التذكرة
“Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga
adalah hawa nafsu yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada
kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya akal
mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan kesenangan-kesenangan dunia
yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal. Kemudian mereka juga sebab yang
paling kuat untuk memalingkan kaum pria dari akhirat dikarenakan adanya hawa
nafsu dalam diri mereka, kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka
dan selain mereka dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan
terhadap agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha
wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369)
Hadits hadits diatas menjelaskan kepada kita apa
yang disaksikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang penduduk
Surga yang mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang
mayoritas penduduknya adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan
sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi mayoritas
penduduknya, namun disebutkan dalam hadits lainnya.
Ciri ciri wanita penghuni neraka:
Jika kita membaca hadits Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam tentang penghuni neraka, niscaya kita akan dapati
beberapa sebab yang menjerumuskan kaum wanita ke dalam neraka bahkan menjadi
mayoritas penduduknya dan yang menyebabkan mereka menjadi golongan minoritas
dari penghuni Surga, diantaranya:
1. Kufur Terhadap Suami dan
Kebaikan-Kebaikannya
Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana
padanya dengan shalat yang panjang, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat
Surga dan neraka, seraya bersabda:
((…ورأيت النار فلم أر منظرا كاليوم قط ورأيت أكثر
أهلها النساء قالوا: بم يا رسول الله ؟ قال بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن
العشير ويكفرن الإحسان لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما
رأيت منك خيرا قط )) رواه البخاري.
“ … Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku
melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya
adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya :“Mengapa (demikian) wahai Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab :
“Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada
Allah?” Beliau menjawab :“Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur
terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah
seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu
pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah
melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari, no. 1053, dari Ibnu
Abbas radliyallahu ‘anhuma)
Kekufuran model ini terlalu banyak kita dapati di
tengah keluarga kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn mengingkari
kebaikan-kebaikan suaminya selama sekian waktu yang panjang hanya dengan sikap
suami yang tidak cocok dengan kehendak sang istri sebagaimana kata pepatah,
panas setahun dihapus oleh hujan sehari. Padahal yang harus dilakukan oleh
seorang istri ialah bersyukur terhadap apa yang diberikan suaminya, janganlah
ia mengkufuri kebaikan-kebaikan sang suami karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak akan melihat istri model begini sebagaimana dijelaskan Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam :
(لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى
امْرَأَةٍ لاَ تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ). رواه النسائي
في السنن الكبرى (رقم:9086) والبزار في مسنده (2349). وصححه الشيخ الألباني في
الصحيحة (رقم: 289).
“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang
tidak mensyukuri suaminya sedang ia selalu membutuhkannya.” (HR. Nasa’i di
dalam Al Kubra (9086) dan Al Bazzar dalam musnadnya (2349) dari Abdullah bin
‘Amr). Di shohihkan oleh syekh Al Bani (no. 289).
Hadits di atas adalah peringatan keras bagi para
wanita Mukminah yang menginginkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Surga-Nya. Maka tidak sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk
mengkufuri kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau
meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk
dibesar-besarkan.
Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok
sekali jika wanita yang kufur terhadap suaminya serta kebaikan-kebaikannya
dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai mayoritas kaum yang
masuk ke dalam neraka walaupun mereka tidak kekal di dalamnya.
Cukup kiranya istri-istri Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam dan para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi istri-istri
kaum Mukminin dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang diberikan suaminya
kepadanya, agar mereka tergolong kedalam orang orang yang mensyukuri Allah
Ta’ala, sebagaimana yang di jelaskan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam
dalam sabda beliau:
(( لا يشكر الله من لا يشكر الناس )). أبو داود
(رقم: 4813).
“Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak
bersyukur kepada manusia”
2. Durhaka Terhadap Suami (النشوز)
Kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap
suaminya pada umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang sering kita jumpai
pada kehidupan masyarakat kaum Muslimin.
Tiga bentuk kedurhakaan itu adalah :
1. Durhaka dengan ucapan.
2. Durhaka dengan perbuatan.
3. Durhaka dengan ucapan dan perbuatan.
Bentuk pertama ialah seorang istri yang biasanya
berucap dan bersikap baik kepada suaminya serta segera memenuhi panggilannya,
tiba-tiba berubah sikap dengan berbicara kasar dan tidak segera memenuhi
panggilan suaminya. Atau ia memenuhinya tetapi dengan wajah yang menunjukkan
rasa tidak senang atau lambat mendatangi suaminya. Kedurhakaan seperti ini
sering dilakukan seorang istri ketika ia lupa atau memang sengaja melupakan
ancaman-ancaman Allah terhadap sikap ini.
Termasuk bentuk kedurhakaan ini ialah apabila
seorang istri membicarakan perbuatan suami yang tidak ia sukai kepada
teman-teman atau keluarganya tanpa sebab yang diperbolehkan syar’i. Atau ia
menuduh suaminya dengan tuduhan-tuduhan dengan maksud untuk menjelekkannya dan
merusak kehormatannya sehingga nama suaminya jelek di mata orang lain. Bentuk
serupa adalah apabila seorang istri meminta di thalaq atau di khulu’ (dicerai)
tanpa sebab syar’i. Atau ia mengaku-aku telah dianiaya atau didhalimi suaminya
atau yang semisal dengan itu.
Permintaan cerai biasanya diawali dengan
pertengkaran antara suami dan istri karena ketidakpuasan sang istri terhadap
kebaikan dan usaha sang suami. Atau yang lebih menyedihkan lagi bila hal itu
dilakukannya karena suaminya berusaha mengamalkan syari’at-syari’at Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah-sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Sungguh jelek apa yang dilakukan istri seperti ini terhadap suaminya.
Ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam :
« أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا
فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ ».
“Wanita mana saja yang meminta cerai pada
suaminya tanpa sebab (yang syar’i, pent.) maka haram baginya wangi Surga.” (HR.
Abu Daud, no. 2228, dan Ibnu Majah, no. 2055). Di shohihkan oleh syekh Al Bani
dalam “shohih sunan abu daud” (no. 1928).
Bentuk kedurhakaan kedua yang dilakukan para
istri terjadi dalam hal perbuatan yaitu ketika seorang istri tidak mau melayani
kebutuhan seksual suaminya atau bermuka masam ketika melayaninya atau
menghindari suami ketika hendak disentuh dan dicium atau menutup pintu ketika
suami hendak mendatanginya dan yang semisal dengan itu.
Dalam hadits Rasulullah bersabda:
(إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فلم تأت لعنتها
الملائكة حتى تصبح) وفي لفظ (فبات و هو عليها غضبان لعنتها الملائكة حتى تصبح).
ولفظ الصحيحين أيضا: (إذا باتت المرأة هاجرة فراش زوجها فتأبى عليه إلا كان الذي
في السماء ساخطا عليها حتى يرضى عنها زوجها).
“Apabila suami mengajak istri keranjangnya (untuk
jima’) lalu ia tidak memenuhi maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai
subuh”. Dalam riwayat : “lalu ia tidur malam sedang suaminya murka maka para
malaikat akan melaknatnya sampai subuh”. Dalam riwayat lain: “Apabila istri
diwaktu malam meninggalkan ranjang suaminya, ia enggan mendatanginya, maka yang
di langit (Allah) akan murka kepadanya sampai ia minta keridhaan suaminya”.
Termasuk dari bentuk ini ialah apabila seorang
istri keluar rumah tanpa izin suaminya walaupun hanya untuk mengunjungi kedua
orang tuanya. Yang demikian seakan-akan seorang istri lari dari rumah suaminya
tanpa sebab syar’i. Demikian pula jika sang istri enggan untuk bersafar
(melakukan perjalanan) bersama suaminya, mengkhianati suami dan hartanya,
membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya,
berjalan di tempat umum dan pasar-pasar tanpa mahram, bersenda gurau atau
berbicara lemah-lembut penuh mesra kepada lelaki yang bukan mahramnya dan yang
semisal dengan itu.
Bentuk lain adalah apabila seorang istri tidak
mau berdandan atau mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya
menginginkan hal itu, melakukan puasa sunnah tanpa izin suaminya, meninggalkan
hak-hak Allah seperti shalat, mandi janabat, atau puasa Ramadlan.
Dalam hadits Rasulullah bersabda:
((لا يحل لامرأة تؤمن بالله و اليوم الآخر أن تصوم
وزوجها شاهد إلا بإذنه ولا تأذن في بيته إلا بإذنه)) أخرجه البخاري.
“Tidak boleh bagi perempuan yang beriman dengan
Allah dan hari akhirat berpuasa (sunat) sedang suminya bersamanya kecuali
dengan izinnya, dan tidak mengizinkan (seseorangpun) masuk kedalam rumahnya
kecuali dengan izinnya”.
Maka setiap istri yang melakukan
perbuatan-perbuatan seperti tersebut adalah istri yang durhaka terhadap suami
dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika kedua bentuk kedurhakaan ini dilakukan
sekaligus oleh seorang istri maka ia dikatakan sebagai istri yang durhaka
dengan ucapan dan perbuatannya. (Dinukil dari kitab An Nusyuz karya Dr. Shaleh
bin Ghanim As Sadlan halaman 23-25 dengan beberapa tambahan).
Sungguh merugi wanita yang melakukan kedurhakaan
ini. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada jalan ke Surga karena memang
biasanya wanita yang melakukan kedurhakaan-kedurhakaan ini tergoda oleh
angan-angan dan kesenangan dunia yang menipu.
Ketahuilah wahai saudariku Muslimah, jalan menuju
Surga tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan dipenuhi dengan
rintangan-rintangan yang berat untuk dilalui oleh manusia kecuali orang-orang
yang diberi ketegaran iman oleh Allah. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini ada
Surga yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya yang sabar menempuhnya.
Ketahuilah pula bahwa jalan menuju neraka memang indah, penuh dengan syahwat
dan kesenangan dunia yang setiap manusia tertarik untuk menjalaninya.
Rasulullah bersabda:
«حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ
النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ». رواه مسلم (7308).
“(Jalan ke) Syurga dipenuhi dengan rintangan
rintangan dan (jalan ke) neraka di penuhi denga syahawat”. (H. R Muslim, no.
7308, dari Anas Bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-).
Dan ketahuilah bahwa suamimu wahai saudariku
Muslimah adalah syurgamu atau nerakamu, jika kamu mentaatinya balasanmu adalah
syurga, akan tetapi sebaliknya jika kamu mendurhakainya maka nerakalah
balasannya, sebagaimana dalam hadits:
(أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ مِحْصَنٍ أَخْبَرَ عَنْ
عَمَّةٍ لَهُ أَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَعْضِ
الْحَاجَةِ فَقَضَى حَاجَتَهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: كَيْفَ
أَنْتِ لَهُ ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ، إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ فَقَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ،
فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ). رواه النسائي في السنن الكبرى (رقم:8913) وأحمد
في المسند (رقم:27352) وصححه الألباني في الصحيحة (رقم:2612).
“Abdullah Bin Mihshan mengabarkan dari bibinya,
bahwasanya ia masuk menemui Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, lalu
Rasulullah berdiri (pergi) untuk sebagian keperluannya, lalu ia memenuhi
kebutuhannya, dan beliau bertanya kepadanya: apakah kamu mempunyai suami? Ia
menjawab: Ya, beliau bertanya: bagaimana (sikap/layanan) kamu kepadanya, ia
menjawab: Saya tidak membiarkannya (selalu memperhatikannya) kecuali jika saya
tidak mampu, maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda:
“perhatikanlah sikapmu (layananmu) kepadanya, sesungguh ia adalah syurgamu dan
nerakamu”).
Maksudnya adalah: ia (suami) adalah penyebab
istri masuk syurga dengan keredhaannya, dan juga penyebab istri masuk nereka
dengan kemurkaannya, maka hendaklah para istri bermu’amalah baik dan memberikan
layanan yang terbaik dan tidak menyelisihi perintahnya selagi dalam keta’atan
kepada Allah.
Dalam hadits Rasulullah –shalallahu’alahi
wasallam- bersabda:
(لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن
تسجد لزوجها). رواه الترمذي.
“Jika aku menyuruh seorang sujud kepda seseorang
tentu akan akau suruh istri sujud kepada suaminya”.
Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat
kepada Allah dan meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang
pernah ia lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan sabar dalam
mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan kesengsaraan di
dunia yang ia takuti dan tangisi.
3. Tabarruj
Yang dimaksud dengan tabarruj ialah seorang
wanita yang menampakkan perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang
seharusnya wajib untuk ditutupi dari hal-hal yang dapat menarik syahwat lelaki.
(Jilbab Al Mar’atil Muslimah halaman 120)
Hal ini kita dapati pada sabda Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang wanita-wanita yang berpakaian tapi
hakikatnya telanjang dikarenakan minimnya pakaian mereka dan tipisnya bahan
kain yang dipakainya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
« صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا
قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ،
وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ، رُءُوسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا ». رواه مسلم
(رقم: 5704).
“Dua golongan dari penghuni nereka yang tidak
(perna) aku lihat: suatu kaum yang memiliki cambuk (cemeti) seperti ekor sapi
yang mereka gunakan untuk memukul manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian
tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka (karena
sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya), kepala mereka
seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan
wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan
sekian.” (HR. Muslim, no. 5704 ).
Ibnul ‘Abdil Barr rahimahullah mengomentari
hadits diatas seraya berkata: “Wanita-wanita yang dimaksudkan Nabi Shalallahu
‘alaihi wassalam adalah yang memakai pakaian yang tipis yang membentuk tubuhnya
dan tidak menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian pada
dhahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .” (Dinukil oleh Suyuthi di dalam
Tanwirul Hawalik 3/103 )
Mereka adalah wanita-wanita yang hobi menampakkan
perhiasan mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hal ini
dalam firman-Nya :
(ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها ) النور: 31
“Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan-perhiasan mereka kecuali yang tampak darinya.” (An Nur : 31)
Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan di dalam
kitab Al Kabair halaman 131 : “Termasuk dari perbuatan-perbuatan yang
menyebabkan mereka dilaknat ialah menampakkan hiasan emas dan permata yang ada
di dalam niqab (tutup muka/kerudung) mereka, memakai minyak wangi dengan misik
dan yang semisalnya jika mereka keluar rumah … .”
Dan ini adalah termasuk dosa besar sebagaiamana
yang di sebutkan oleh Ibnu Hajar AL Haitami dalam kitabnya (Az zawajir ‘anil
iqtiraafil kabaair), dosa besar no. 108.
Dengan perbuatan seperti ini berarti mereka
secara tidak langsung menyeret kaum pria ke dalam neraka, karena pada diri kaum
wanita terdapat daya tarik syahwat yang sangat kuat yang dapat menggoyahkan
keimanan yang kokoh sekalipun. Terlebih bagi iman yang lemah yang tidak
dibentengi dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam sendiri menyatakan di dalam hadits yang shahih bahwa fitnah yang
paling besar yang paling ditakutkan atas kaum pria adalah fitnahnya wanita.
Sejarah sudah berbicara bahwa betapa banyak
tokoh-tokoh legendaris dunia yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala hancur karirnya hanya disebabkan bujuk rayu wanita.
Dan berapa banyak persaudaraan di antara kaum
Mukminin terputus hanya dikarenakan wanita. Berapa banyak seorang anak tega dan
menelantarkan ibunya demi mencari cinta seorang wanita, dan masih banyak lagi
kasus lainnya yang dapat membuktikan bahwa wanita model mereka ini memang
pantas untuk tidak mendapatkan wanginya Surga.
Hanya dengan ucapan dan rayuan seorang wanita
mampu menjerumuskan kaum pria ke dalam lembah dosa dan hina terlebih lagi jika
mereka bersolek dan menampakkan di hadapan kaum pria. Tidak mengherankan lagi
jika di sana-sini terjadi pelecehan terhadap kaum wanita, karena yang demikian
adalah hasil perbuatan mereka sendiri. Oleh karenanya Allah menyuruh mereka
untuk menetap dirumah dan melarang bertabarruj, sebagaimana dalam firman-Nya:
(وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى)
الأحزاب: 33
“Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan
janganlah kalian bertabarruj dengan tabarrujnya orang-orang jahiliyyah pertama
dahulu.” (Al Ahzab : 33)
Masih banyak sebab-sebab lainnya yang mengantarkan
wanita menjadi mayoritas penduduk neraka. Tetapi kami hanya mencukupkan tiga
sebab ini saja karena memang tiga model inilah yang sering kita dapati di dalam
kehidupan masyarakat negeri kita ini.
Sebagian amalan yang menyelamatkan dari nereka:
Dari salah satu hadits diatas kita dapatkan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menuntunkan satu amalan yang dapat
menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka. Ketika beliau selesai khutbah hari
raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita,
beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian
beliau bersabda : “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu
bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara
wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya :
“Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Karena kalian banyak
mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)
No comments:
Post a Comment