|
|
SIAPA PERNAH MENDUGA
Tak terduga, tak teramalkan sebelumnya. Jangan takut kepada siapapun,
Siapa pernah menduga, tuah dirimu
sbentar lagi kan menjelma.
Jangan cemas menghadapi apaun
masalah.
Siapa sangka, dirimu keluar jadi
pemenang.
Tuah ayam, dapat dilihat.
Tuah mausia, tiada yang tahu.
Siapa sangka, kayu yang berdiri
angkuh itu, kan terbelah
Ditetak kapak misteri, berbilah-bilah Tanpa kelihatan, siapa memanggul kapak Ayunkan saja tanganmu menyentak sentak Hei...teman, lihat! Kepala raja, yang melentuk penat, kelelahan? Berapakah banyak keringat, peluhnya tumpah Harus tak lelah Ini musim menutup celah Di ujung usia nanti Tak perlu lagi mengucah rezeki Duduk segak di beranda waktu Kini aku hanya si budak-budak Gemar pula mengintai Adakah hasrat kian menyidai Di tiup angin serakah, pun mengelepai Serupa pucuk-pucuk Dihantam badai membantai Tapi batang tubuhmu tidakkah lunglai Suatu waktu nanti yakinlah kan usai Kayu siapa kan terbelah Ditetak berbilah-bilah Kau jantan memanggul kapak Ayunmu menyentak sentak Hei...jeling! Doa siapa yang dah menggelinding? Lalu parut di lengan Tergores kisah berderai Tentang dosa berkarat Tentang khianat menumpat pepat Dan tentang air mata sebak menyumpah laknat Hati-hati kau kalau nak selamat INGAT KETIKA BERKUASA
Ingat ketika, dirimu berkuasa’
Siapa sangka esoknya engkau kan menjadi budak.
Ketika masuk penjara, terasalah negeri
ini terlampau sunyi
Tangan-tangan kuasa tiada lagi berarti. Enggan melambai pesan Betapa banyak panggung tercacak menung Laman tertimbun kenang menggunung Dan wajah-wajah tercangkung menghitung Memasang tampang terduduk murung Pernahkah berombongan kita Merapah semak membuat tapak Tidakkah patut menghitung jejak? Hutan mana yang tak dirapah Lalang mana yang tak ditebas Lubuk mana yang tak dipancing Lecah mana yang tak dipijak Kayu mana yang tak ditebang Sungai mana yang tak direnang Manakah tempat yang tak sama-sama bertandang Seingat-ingat, adakah keluh kesah Di bibir ini masih membasah Tidak juga jikalau saling membagi kisah Tidak membukitkan hasrat Memarkir istana di setempat Menunam ambisi sendiri Diantara barisan tangis disini Sungguh! Ada yang kabur di benderang makna Nafsu menyungkur di selaksa tanda Mengemas adab terbungkus azab Mengenal insan lupakan tuhan Menetaskan kata-kata sekaligus menisbikannya Kayu siapa kan terbelah Ditetak berbilah-bilah Kau jantan memanggul kapak Ayunmu menyentak sentak Hei...pandang! Langkah siapa yang dah lari hengkang? Dikepala masih tersimpan cerita Mengebat kayu di kolong rumah Setelah penat mengapaknya Pun membiarkan mengering Melepakkan bilah-bilah di laman Tak adakah yang kau jadikan pesan? Setual dua tual ada juga yang liat Berbuku-buku menyimpan umpat Tapi di siang pepat Tetak jua sebelum dikebat Kokah dengan tenaga bertungkah Kalau pun masih bergetah Ayun kapak kan tetap melaju pangkah Disini lukisan cinta bagai mengampung Menggayutkan kenang di pelupuk waktu Tapi aku yang sudah lama tak ke hutan Menangkap bayangmu di pandangan Kapak mencabut nyawa di bandar-bandar Melecitkan iba di kampung-kampung Bersimbah nestapa penuhi jagat Apa ternampak semua disikat Bagai mengaruk dunia akhirat Lalu kau kah itu si jantan Mengayun kapak melengak ke depan
TIADA
MANUSIA TANPA TUAH
Setiap mausia, ada tuahnya.
Ada kelebihan, ada potensi
kekuatan.
Ada bakat yang terpendam.
Pemimpinlah yang mengolah bakat
itu.
Sehingga yang terbuang menjadi
berguna.
Ohoi...! siapa menyangka terulit
sengketa kelak
Kalau tak pandai mengelak Bercucur sesal tak lagi berdaya Sebab khayalmu tamat riwayat Di sini kan menampi sunyi...! Perjamuan bukan tempat berhelah di sini, kau tahu! Antara kata menyidai di ujung lidahmu itu Kami menunam harap Serupa recup anak ikan di parit rumahmu, kau tahu! Jangan pula kau sauk Belum waktunya buat lauk Kami tau kau suka mengangguk-angguk... Selebih baik memancing kau Duduk memenung di tepian Menyulam mimpi sambil mengungkai asa Tak usah pula menumpah sumpah Tak zaman lagi menyerapah Lihat! Kail...kail...kailmu! Adakah ikan melakat Atau sampah dah berkarat! Ohoi...! Tersergam hikayat dalam untai kalimat Kan jelma nyata di hadapan Bila tak cepat kau pajangkan Bumi ini bukanlah mimpi Kita berpimpin menunggu mati Tak kah kau ingat lagi Atau sengaja mencuri takdir Dan nasib siapa itu yang kau banting...! Jangan coba menghunus Kerismu itu tak berlekuk daulat Di tapak kami letaknya kualat Dulu memang pusaka bertahta di singgasana Sampai saat ini, harus dipercaya Tapi kalau menyengat kau Kami datang serupa igau Tak tidur lena Sebab berjelaga tangis menghimpitmu, kau tahu! TAK ELOK BERPUTUS ASA
Jangan sedih, tak elok berputus
asa.
Ucapkan yang baik-baik, dan penuh
harap.
Tuahan senang, kalau dirimu, pandai
mengungkai ucap
Harap mencuat serupa api Tak padam disimbah ludah Kecuali hujan dari janji-janji Membasahi tanah sebelum teruji Kami menjunjung sepatah kata, kau tahu! Jika terbelit sengketa di dalamnya Usah harap nak pandang-pandangan Tujah kami laksana petir Sekali bunyi surut duduk sampai ke hilir Hujam kami menohak langit Sesentak saja terbujur meneran sakit. Ohoi...! Diantara kelam sekelam malam Lebih kan mengakap hati kami Membunuh harap dari bibirmu menyimpul kelu Sekelu-kelunya waktu Adalah kisah khianat Kepada siapa hendak melaknat Kalau dah mulutmu menyimpan kesumat. Ini penggal, sepenggal ingat Supaya laman tetap selamat Jangan tadahkan bala semerata negeri Sedulang janji tertumpah di muka sendiri...! Kami tak lupa memanjat doa Pada ketinggian kayu iba itulah ikhlas bersangga Kau sudi tak sudi! Siapa peduli! Kami tetap melepas duli Kau tahu! |
No comments:
Post a Comment