DIMENSI
HUKUM PIDANA ISLAM
(Drs.Muhammad Rakib ,S.H.,M.Ag. Mhs S3 UIN Suska.Pekaanbaru. Riau.2014)
A.Esensi Hukum Pidana Islam
1. Jarimah
Dalam
kitab al-Ahkam as-Sultaniyyah,
Al-Mawardi mengungkapkan, esensi hukum Islam adalah
menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud
ketertiban dan ketentraman masyarakat.Namun apabila
hukum Islam dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi
Muhammad, baik yang termuat di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits dalam hukum Islam, tindak pidana (delik, jarimah), [1]diartikan
sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak atau agama yang diancam
oleh Allah dengan hukuman hudud (hukum atau ketetapan Allah SWT) atau takzir
(putusan hukum yang ditetapkan oleh hakim). Larangan-larangan syarak tersebut,
menurut Al-Mawardi, bisa berupa mengerjakan perbuatan yang memang dilarang atau
meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.
Abdul Qadir Audah dalam At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil bil
Qanunil Wad'iy menegaskan, pengertian tindak pidana menurut hukum Islam
sangat sejalan dengan pengertian tindak pidana (delik) menurut hukum
konvensional kontemporer. Pengertian tindak pidana dalam hukum konvensional
adalah segala bentuk perbuatan yang dilarang oleh hukum, baik dengan cara
melakukan perbuatan yang dilarang maupun meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan. Jinayah didefinisikan sebagai perbuatan
yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan
agama, jiwa, akal, atau harta benda.Dalam Islam dikenal dengan istilah al-Ahkam al-Jina'iyah atau hukum
pidana. Al-ahkam al-jina'iyah
bertujuan untuk melindungi kepentingan dan keselamatan umat manusia dari
ancaman tindak kejahatan dan pelanggaran sehingga tercipta situasi kehidupan
yang aman dan tertib.
Dasar larangan dan hukuman,
menurut Audah, perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana
adalah suatu perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan
dampak yang buruk, baik bagi sistem ataupun aturan masyarakat, akidah,
kehidupan individu, keamanan harta, kehormatan diri (nama baik), perasaannya,
maupun berbagai pertimbangan lain yang harus dipelihara. Pensyari’atan hukuman
terhadap setiap tindak pidana dalam hukum Islam bertujuan untuk mencegah
manusia melakukan tindakan tersebut. Seandainya tidak ada hukuman, perintah dan
larangan tersebut tidak memiliki arti apa pun dan tidak memberikan pengaruh.
"Karena itu, kenyataan bahwa hukuman dapat melahirkan rasa aman dan pengendalian
(atas manusia) merupakan suatu perkara yang telah dipahami dan hasilnya sesuai
yang diharapkan," papar Audah. Menurut Audah,
hukuman juga dapat mencegah manusia untuk berbuat tindak pidana, menolak
kerusakan di muka bumi, dan mendorong manusia untuk menjauhi perkara yang
membahayakan.
Dalam hal ini, walaupun hukuman
ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan umum, hakikat pidana itu sendiri
bukanlah suatu kebaikan, melainkan suatu perusakan bagi pelaku itu sendiri
(seperti hukuman mati, potong tangan, dan lainnya). "Meskipun begitu,
hukum Islam tetap mewajibkan adanya hukuman. Sebab, hukuman dapat membawa
kemaslahatan yang hakiki bagi masyarakat sekaligus memelihara kemaslahatan
tersebut," tuturnya.Penetapan suatu hukuman cenderung mengarah kepada
hal-hal yang tidak disukai manusia, yakni selama hukuman itu memberikan
kemaslahatan masyarakat dan mencegah hal-hal yang disukai mereka, selama hal
itu dapat merusak mereka. Ada data
penelitian yang dihimpun melalui kajian atas isi putusan Pengadilan
Negeri Surabaya tentang pencabulan yang dilakukan anak di bawah umur dan
dokumenter (literature) dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif
analisis serta kesimpulan diperoleh melalui pola berfikir deduktif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa putusan hakim dalam menjatuhkan perkara Nomor : 33/Pid.B/2008/PN.Sby, bagi pelaku pencabulan yang dilakukan anak di bawah umur dengan memvonis 6 (enam) bulan, membebankan biaya perkara Rp. 1000 (Seribu Rupiah) dan denda Rp. 1.000 (Seribu Rupiah), selain memenuhi Pasal 290 KUHP hakim juga berdasarkan pada pertimbangan hal-hal yang mem beratkan dan pada hal-hal yang meringankan. Menurut UU perlindungan anak No. 23 Tahun 2002 pasal 81 dan 82 pelakunya dijatuhi dengan hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000 (Enam Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000 (Tiga Ratus Juta Rupiah).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa putusan hakim dalam menjatuhkan perkara Nomor : 33/Pid.B/2008/PN.Sby, bagi pelaku pencabulan yang dilakukan anak di bawah umur dengan memvonis 6 (enam) bulan, membebankan biaya perkara Rp. 1000 (Seribu Rupiah) dan denda Rp. 1.000 (Seribu Rupiah), selain memenuhi Pasal 290 KUHP hakim juga berdasarkan pada pertimbangan hal-hal yang mem beratkan dan pada hal-hal yang meringankan. Menurut UU perlindungan anak No. 23 Tahun 2002 pasal 81 dan 82 pelakunya dijatuhi dengan hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000 (Enam Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000 (Tiga Ratus Juta Rupiah).
Sedangkan Hukum Pidana Islam tidak membolehkan untuk menjatuhkan hukuman pidana bagi anak di bawah umur, tetapi dalam rangka mendidik dan mengarahkan kepada kemaslahatan, maka anak di bawah umur dapat dijatuhi hukuman taâzir.[2] Berdasarkan analisis di atas, penulis menyarankan bagi penegak hukum agar dapat melindungi hak-hak anak sebagaimana dalam undang-undang tersebut, bagi orang tua agar masa depannya lebih baik.
B.Karakteristik Hukum Pidana Islam
Para ahli hukum Islam (fuqaha)
menempatkan jinayah (Hukum Pidana
Islam) memiliki sifat dan karakter yang berbeda dengan hukum pidana positif
suatu negara. Perbedaan ini terletak pada otoritas pembentukan hukumnya, yang
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, karena itu dari sudut pandang ini
pelaksanaan hukum pidana Islam sebagai bagian dari ibadah atau sebagai wujud
ketaqwaan hamba kepada Tuhannya, untuk mengawal tingkah laku manusia agar
sesuai dengan kehendak Sang Pencipta.[3]
Ketentuan hukum pidana Islam sering
dipahami sebagai doktrin, sehingga melahirkan pandangan bahwa hukum pidana
Islam tidak mungkin untuk diubah atau diganti dalam pelaksanaannya seperti
halnya melaksanakan doktrin agama mengenai aqidah dan ibadah. Sehingga timbul
kesan kurang memberi kesempatan atau peluang untuk mengkaji dari sudut pandang
ilmu pengetahuan yang berusaha membuktikan kebenaran hukum. Hukum pidana Islam
ditempatkan sebagai bagian hukum dari ajaran Islam, tetapi ketentuan hukum itu
masih memberi ruang gerak akal manusia untuk melakukan ijtihad guna merespon
perkembangan masyarakat yang terjadi saat ini. Hukum pidana Islam selain
sebagai hukum normatif dalam mengatur dan melaksanakan hukum, sedang ijtihad
yang dipergunakan untuk mengisi hukum ta’zir
dan hukum acaranya. [4]
Hukum pidana Islam dapat ditemukan dalam berbagai ayat yang tersebar
diberbagai surat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Dari kedua sumber tersebut
diperoleh suatu kaidah (asas) yang mengatur beberapa perbuatan yang
dilarang dan yang diancamkan kepada orang yang melakukan pelanggaran hukum. Selanjutnya
para fuqaha mensistematisir dalam bentuk kitab hukum, pada umumnya fuqaha
menggolongkan jarimah ke dalam: jarimah hudud, jarimah qishash-diyat, dan
jarimah ta’zir. Dalam hal ini, ketentuan Allah dalam jinayat itu berhubungan dengan perbuatan yang dilarang, karena itu
ia berfungsi sebagai social control dan social engeeniring of law dalam
mengawal tingkah laku atau perbuatan manusia agar sesuai dengan eksistensi dan
martabat manusia sebagai makhluk terbaik.
1.Ketentuan Allah Sebagai Penjaga Eksistensi Manusia
Ketentuan-ketentuan Allah yang
menjaga eksistensi manusia secara permanen itu disebut “had”, jamaknya “hudud”,
artinya ketentuan (hukum) yang telah ditentukan Allah, dan menjadi hak
Allah. karena itu cara penerapannya sangat teliti dan hati-hati, dalam hal ini
Nabi bersabda yang artinya: “ Hindarilah
hukuman hudud karena ada syubhat”[5]. Jarimah had dibagi menjadi dua yaitu hudud dan qisas-diyat.
Macam-macam jarimah hudud telah ditentukan yaitu zina, qadzaf, sirqah,
syurbah, hirabah, riddah, dan bughah.[6]
Dan jarimah qisas-diyat yaitu qatl al-‘amd, qatl syibh al-‘amd, qatl
al-khata’, jarh al-‘amd, dan jarh al-khata’.
Secara umum tujuan hukum Islam adalah
untuk kemaslahatan manusia, artinya semua kewajiban, baik perintah, larangan,
dan anjuran pada hakekatnya kembali untuk memelihara tujuan hukum[7](dhoruriyah,
hajiyah, dan tahsiniyah). Karena itu, hal-hal yang bersifat dharuriyah
(primer) dari tujuan hukum itu dapat diklasifikasi sebagai berikut:
Pertama, semua pokok ibadah pada dasarnya untuk memelihara agama dan eksistensinya,
seperti iman, mengucapkan dua kalimat syahadat. Sedangkan semua masalah kebiasaan
pada dasarnya untuk memelihara eksistensi jiwa dan akal, seperti makan, minum,
berpakaian, dan mendiami rumah.
[1] Ali
Bek Badawi dalam al-Ahkam al-'Ammah fil
Qanun al-Jina'i menyebutkan, dalam hukum konvensional, suatu perbuatan atau
tidak berbuat dikatakan sebagai tindakan pidana apabila diancamkan hukuman
terhadapnya oleh hukum pidana konvensional.Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan,
Jinayah (al-jinayah) berasal dari
kata jana-yajni yang berarti akhaza (mengambil) atau sering pula
diartikan kejahatan, pidana, atau kriminal.
[2] Penelitian
kepustakaan tentang "Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.33/Pid. B/2008/PN.Sby Tentang
Pencabulan Dalam Perspektif UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan
Hukum Pidana Islam" Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan
tentang apa Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara No. 33/Pid.B/2008/PN.Sby
dan.Bagaimana Perspektif UU No. 23 Tahun 2002 Terhadap
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 33/Pid. B/2008/PN.Sby serta
Bagaimana Perspektif Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya
No. 33/Pid.B/2008/PN.Sby.
[5]Marsum, Jinayat (Hukum
Pidana Islam), (Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fakultas Hukum UII,
1991), hlm. 62. Lihat juga: A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1967), 52. Bandingkan: Abdul Qadir Audah.
[7] TM. Hasbi Ash-Shiddieqy,
Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 186.
No comments:
Post a Comment