Wednesday, July 20, 2016

JIKA TERJADI PERTENTANGAN ANTARA SESAMA AYAT QURAN

JIKA TERJADI PERTENTANGAN
ANTARA SESAMA AYAT QURAN

Analisis Ringan Dr.M.Rakib S.H.,M.Ag. Riau Indonesia

Nah ini ada pertentangan antar sesama ayat. Salah satu contoh dalam QS al-Baqarah : 240 dijelaskan tentang ketentuan iddah wanita yang ditinggal mati suami sebagai berikut :

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاج

Orang-orang yang yang akan meninggal dunia diantara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
Ayat ini menjelaskan secara umum tentang iddah wanita yang ditinggal mati suaminya yaitu satu tahun. Ayat ini bertentangan secara zahir dengan QS al-Baqarah : 234

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

Orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari.


Dalam ayat terakhir ini Allah memegaskan bahwa iddah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah 4 bulan 10 hari. Jadi terjadi pertentangan hukum yang dikandung antara kedua ayat tersebut.
Pertentangan juga terjadi antara QS al-Baqarah : 234 di atas dengan QS at-Talaq : 4
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.

      Dikutip dari tulisan Muhammad Idrus bahwa, dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa iddah wanita yang hamil hingga melahirkan anaknya. Ayat ini tidak membedakan antara iddah wanita yang dicerai suaminya dan cerai karena meninggal dunia. Ayat ini menetapkan iddah wanita yang dicerai suami, baik cerai hidup maupun cerai mati sampai melahirkan anaknya. Ini tentu berbeda dengan hukum yang dikandung QS al-Baqarah : 234 yang menyatakan bahwa masa iddah wanita yang cerai karena meninggal dunia yaitu 4 bulan 10 hari.
Sehubungan dengan itu, ta`arudh al-adillah baru terjadi apabila kedua dalil yang bertentangan sama derajat atau tingkatannya. Persamaan derajat yang dimaksud adalah antara ayat dengan ayat atau hadis dengan hadis. Atas dasar ini, tidak dipandang sah pertentangan antara dalil qath`i dengan dalil zhanni. Begitu pula tidak dipandang sah pertentangan antara nash dengan ijma`, antara nash dengan qiyas. Hal ini disebabkan tidak terpenuhi ketentuan karena antara masing-masing dalil yang bertentangan berbeda tingkatannya. Untuk itu dalil yang kuat mengalahkan dalil yang lemah dan dalil yang zhanni dikalahkan oleh dalil yang qath`i.
Pertentangan antara dalil ini tidak hanya terjadi pada dalil-dalil yang bersifat zhanni dalalahnya, tetapi meliputi pula pertentangan antara dalil-dalil yang qath`i. Bahkan pertentangan dalil terjadi pula antara dalil naqli dengan aqli. Namun sebagian besar ulama berpendapat tidak mungkin terjadi pertentangan antara dua dalil qath`i karena keduanya memfaedahkan yakin sehingga tidak logis melakukan tarjih antara sesuatu yang mengfaedahkan yakin dengan yakin lainnya.
B. Cara Penyelesaian Ta`arudh al-Adillah
Dalam mengahadapi ta`arudh al-adillah atau pertentang antara dua dalil secara zhahir dpat dilakukan dengan beberapa metode penyelesaian, yaitu :
1. Naskh
Secara bahasa naskh mengandung dua pengertian, pertama naskh berarti penghapusan atau peniadaan. Kedua naskh berarti pemindahan dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt dalam QS al-Jasiyat: 29 yaitu :
إِنَّا كُنَّا نَسْتَنْسِخُ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat atau memindahkan apa yang telah kamu kerjakan.
Secara istilah ada dua definisi naskh yang dikemukakan para ahli ushul fiqh. Definisi pertama seperti yang diungkapkan oleh Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami:
النسخ هو بيان انتهاء أمدحكم بط شرعي متراخ عنه
Naskh adalah penjelasan berakhirnya masa berlaku suatu hukum melalui dalil syara` yang datang kemudian.
Dari definisi ini dapat dipahami bahwa hukum yang dinaskh atau dihapus itu atas kehendak Allah dan penghapusan ini sebagai pertanda berakhir masa berlakunya hukum tersebut.
Definisi kedua seperti yang diungkapkan oleh Abd al-Karim Zaidan, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh yang menyatakan bahwa :

النسخ هو رفع حكم شرعي بدليل شرعي متأخر منه

Naskh adalah pembatalan hukum syara` yang telah ditetapkan terdahulu dengan dalil syara` yang datang kemudian.
Dari kedua dafinisi tersebut diatas dapat dipahami beberapa hal sebegai berikut :

a. Naskh atau pembatalan itu dilakukan dengan khitab atau tuntutan Allah. Atas dasar ini naskh tidak dapat dilakukan oleh selain Allah. Adapun perbuatan Nabi Saw yang kadangkala sebagai naskh sebenarnya hanya sebagai dalil yang menginformasikan tentang adanya tuntutan dari Allah untuk membatalkan suatu hukum. Khitab atau tuntutan naskh tidak dapat berasal dari Nabi karena beliau tidak memiliki kekuasaan untuk membatalkan hukum syara`.

b. Yang dibatalkan tersebut adalah hukum syara` yang mengandung perintah, larangan atau berita. Atas dasar ini pembatalan terhadap hukum yang didasarkan pada akal atau hukum yang didasarkan pada prinsip ibahah al-asliyah sebelum datang syara` dan hukum yang didasarkan pada adat istiadat tidak disebut sebagai naskh.
c. Hukum yang membatalkan hukum terdahulu datangnya kemudian. Hukum yang dibatalkan labih dahulu datangnya daripada hukum yang membatalkannya. Dengan demikian hukum yang berkaitan dengan istisna dan syarat tidak dapat disebut sebagai naskh.

2. Tarjih

Secara bahasa tarjih berarti menguatkan. Kajian tentang tarjih erat kaitannya dengan adanya dua dalil yang bertentangan secara zhahir dan sederajat. Untuk menyelesaikan pertentangan itu digunakan cara al-jam`u wa al-taufiq. Apabila cara ini tidak dapat menyelesaikan pertentangan antara dalil tersebut digunakan cara tarjih. Dalil yang dikuatkan disebut rajih dan dalil yang dilemahkan disebut marjuh.
Secara terminologi ada sejumlah definisi tarjih yang dikemukakan oleh para ulama diantaranya seperti yang dikemukakan al-Amidi .

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook