SATU AYAT MENYATAKAN, TUHAN ITU TEMPATNYA DI
ATAS ARAS
AYAT YANG LAIN MENYATAKAN TUHAN ITU TIDAK ADA
BERTEMPAT
(Laisa kamislihi)
Secara Lafalz lahiriyah ayatm bahwa Tuhan itu tempatnya di Aras, di atas langit.tapi ada ayat lain yang menyatakan bahwa Allah tidak mengambil tempat. “Nah Apabila dua nash saling
bertentangan menurut lahiriyahnya, maka wajib dilakukan pembahasan dan
ijtihad dalam rangka menggabungkan dan menyesuaikan antara keduanya melalui
cara yang shahih dari berbagai cara penggabungan dan penyesuaian : Jika hal
tersebut tidak mungkin dilakukan, maka wajib dilakukan pengkajian dan ijtihad
dalam rangka mentarjihkan salah satu dari kedua nash itu dengan salah satu cara
tarjih. Kemudian jika hal ini tidak mungkin dan itu juga tidak mungkin,
sedangkan sejarah kedatangan kedua nash itu diketahui, maka nash yang menyusul
menashkan nash yang tedahulu; dan jika sejarah kedatangan nash itu tidak
diketahui, maka pemberlakuan terhadap kedua nash itu ditangguhkan. Apabila dua
qiyas dan dua dalil selain nash bertentangan, dan tidak mungkin mentarjih salah
satu dari keduanya, maka istidlal dengan kedua qiyas atau dua dalil ini
dikesampingkan”. (Abdul Wahhab Khallaf)
Bagi
seseorang yang hendak mengkaji dalil-dalil syara’ dan metode istimbath hukumnya
maka wajib baginya untuk mengetahui ilmu dan hukum yang berkaitan dengan objek
pembahasan serta kaidah-kaidahnya. Seorang peneliti, misalnya, memandang dan
menemukan adanya dua dalil yang dia anggap saling bertentangan/ta’arud
(semisal, satu dalil menetapkan adanya hukum atas sesuatu, sementara dalil yang
lain meniadakannya), maka diperlukan cara/ilmu untuk mengetahui cara-cara
menolak pertentangan yang tampak secara lahiriah tersebut serta mengetahui metode tarjih antara
dalil-dalil yang saling bertentangan tersebut. Karena pada
hakekatnya dalil-dalil syara’ (al-Qur’an dan hadis) tersebut selaras dan tidak
ada pertentangan diantaranya. Karena dalil-dalil tersebut datangnya dari Allah
SWT.
Kata
ta’arud secara
bahasa berarti pertentangan antara dua hal .
sedangkan menurut istilah ,seperti di kemukan Wahbah
Zuhaili,bahwa satu dari dua dalil menghendaki hukum yang berbeda oleh hukum
yang di kehendaki oleh dalil yang lain .
Pada dasarnya ,seperti di tegaskan
Wahbah Zulaili, tidak ada pertentangan dalam kalam Allah dan Rasul-nya .
oleh sebab itu , adanya anggapan ta’arud antara dua atau beberapa
dalil, hanyalah dalam pandangan mujtahid,bukan pada
hakikatnya.dalam kerangka pikir ini ,maka ta’arudh mungkin
terjadi baik pada dalil-dalil yang qath’i,maupun dalil yang Zhanni.
Bilamana dalam
pandangan seorang mujtahid terjadi ta’arud antara
dua dalil ,maka perlu di carikan jalan keluarnya ,dan di sini
terdapat perbedaan pendapat antara kalangan Hanafiyah dan
kalangan Syafi’iyah.
1. Ta’arudh secara bahasa : saling berhadapan (التقا بل) da saling menghalangi (التما نع)
Secara istilah :
تقا بل الدليلين بحيث يخا لف احد هما الا خر
Saling menghadapinya dua dalil dari sisi salah satunya menyelisihi yang lain.
2. Macam-macam ta’arudh ada empat :
a. terjadi pada dua dalil yang umum padanya ada empat kondisi :
1) Mungkin untuk di jama’ antara keduanya dari si masing-masing dalil tersebut bisa di bawa pada kondisi yang tidak bertentangan dengan yan lain ,maka harus di jama’.
Misalnya:firman Allah kepada nabi SAW :
وانك لتهد ي الى صر ط مستقيم
“ Dan Sesungguhnya benar-benar memberi petunjuk kepada yang lurus.”[QS.Asy-Syuuro’ :52]
Dan firman Allah ta’ala:
انك لا تهدي من احببث
“sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi”. [QS. Al-Qoshosh: 56]
Dan jama’ antara keduanya adalah bahwa ayat yang pertama maksudnya adalah hidayatud dalalah ( atau yang di sebut hidayatul irsyad atau hidayatul bayan, pent )
Kepada al-haq, dan sifat ini tetap bagi rosul SAW.
Dan ayat yang kedua maksudnya adalah hidayatut taufiq untuk ber amal hidayatut taufiq ini di tangan Allah sedangkan rosululluah SAW dan yang selainnya tidak memilikinya .
No comments:
Post a Comment