MEYELESAIKAN
PERTENTANGAN DALIL
Catatan
Kecil M.Rakib Jamari Pekanbaru Riau Indonesia
Solusi Pertentangan Dlil Metode Syafi`iyyah
Ada hadits yang menyatakan orang yang mati tidak
terputus pada 3 amalnya saja, tapi juga dapat dari amal orang lai juga,
misalnya Allahummagfir al _ahya’Wal Amwat,
artinya ampunilah dosa saudara kami yang dan sudah mati, maka orang yang sudah
mati tidak terputus aliran pahalanya, jika adfa kiriman doa dari orang lain,
sekalipun tidak dikenalnya, padahal dia sudah mati ribuan tahun yang lalu. Apakah
dalil ini bertentangan dengan hadits yang menyatakan, terputus amalnya kecuali
3, yaitu anak yang saleh,sedekah jariyah dan ilmu yang bermanfaat.Apakah juga
dia tidak berhak lagi untuk mendapatkan syafaat kelak dari Nabi SAW, karena ada
ayat yang menyatakan ILLA MA SA’A(Dia
tidak akan mendapatkan apa-apa selain dari usahanya sendiri?) Bagaimana
menyelesaikan pertentangan dalil ini?
Ulama Syafi`iyyah dalam menyelesaikan pertentangan antara dalil-dalil menggunakan beberapa metode, metode tersebut juga digunakan oleh ulama Malikiyyah, Hanabilah, dan Zahiriyyah.
a. Al-Jam`u wa al-Taufiq
Menurut Syafi`iyyah, Malikiyyah, dan Zahiriyyah bahwa metode pertama yang harus digunakan dalam dalam menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan adalah dengan menghimpun dan mengkompromikan antara dalil-dalil tersebut, meskipun hanya dilakukan dari satu sisi. Mereka beralasan pada prinsipnya dalil itu harus diamalkan bukan untuk diabaikan.
Untuk menggunakan dalil-dalil yang bertentangan dapat dilaksanakan dengan tiga langkah berikut:
1. Adakalanya hukum kedua dalil yang bertentangan dapat dibagi, maka boleh dilakukan pembagian secara baik. Ini sangat mungkin terjadi pada kasus dua orang yang memberikan, misalnya pengakuan tentang kepemilikan keduanya terhadap sebuah rumah. Pernyataan masing-masing tentang kepemilikan terhadap rumah itu meniadakan kepemilikan yang lain terhadap rumah tersebut. Pernyataan masing-masing pihak jelas bertentangan dan sulit untuk menyelesaikan dengan mengkompromikan antara kedua pernyataan tersebut. Namun, mengkompromikan kedua pernyataan itu dari salah satu sisi dapat dilakukan dengan jalan membagi rumah menjadi dua bagian.
2. Adakalanya hukum dari dalil yang bertentangan merupakan sesuatu yang berbilang sehingga memungkinkan lahir hukum yang banyak. Dalam keadaan seperti ini sangat mungkin mengamalkan kedua dalil yang bertentangan itu.
3. Adakalanya hukum yang terdapat dalam dua dalil yang bertentangan bersifat umum yang terkait dengan sejumlah hukum lain, sehingga memungkinkan menggunakan kedua dalil yang bertentangan. Untuk maksud tersebut dihubungnkan hukum salah satu dari dua dalil yang bertentangan
b. Tarjih
Menggunakan tarjih yaitu menguatkan satu dari dua dalil yang bertentangan karena ada indikator yang mendukungnya. Metode ini digunakan manakala pengkompromian antara dalil yang bertentangan tidak dapat dilakukan. Upaya mentarjih ini dapat dengan empat cara, yaitu mentarjih dari sisi sanad, mentarjih dari sisi matan, mentarjih dari sisi hukum dan mentarjih dari sisi lain diluar nash. Mentarjih dari sisi sanad adalah khusus untuk menyelesaikan pertentangan dalil yang terjadi pada sunah atau hadits. Sementara cara tarjih yang lainnya dapat digunakan untuk mengatasi pertentangan dalil yang terjadi pada al-Qur`an, Sunnah, dan Ijma`.
c. Naskh
Naskh dengan membatalkan hukum syara` yang datang lebih dahulu dengan hukum syara` yang sama yang datang kemudian. Metode digunakan ketika kedua metode sbelumnya tidak dapat menyelesaikan pertentangan antara dua dalil. Metode dapat digunakan apabila diketahui kedua dalil yang bertentangan dapat diketahui mana dalil yang lebih dahulu datang dan mana dalil yang datang kemudian. Dalil yang datang kemudian yang diambil dan diamalkan, seperti hadits Nabi Saw :
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُحُوْمِ اْلأَضَاحِى فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فَالآنَ فَكُلُوْا وَادَّخِرُوا
Artinya : Aku pernah melarang kamu menyimpan daging kurban melebihi kebutuhan tiga hari, maka sekarang makan dan simpanlah (HR. Ibnu Majah)
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa larangan menyimpan daging kurban melebihi kebutuhan tiga hari merupakan hukum yang pertama datang dan kebolehan menyimpan daging kurban melebihi kebutuhan tiga hari merupakan hukum yang datang kemudian.
d. Tasaqut al-Dalalain
Tasaqut al-Dalalain, yaitu mengabaikan kedua dalil yang bertentangan dan beralih mencarai dalil lain, meskipun kualitasnya lebih rendah. Kalangan Syafi`iyyah, Malikiyyah, Hanabilah, dan Zahiriyyah menggunakan metode Tasaqut al-Dalalain apabila ketiga cara sebelumnya tidak dapat menyelesaikan pertentangan dua dalil tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah kami sampaikan dalam makalah ini. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa penyelesaian terhadap ta`arudh al-adillah atau dalil-dalil yang bertentangan dapat menggunakan metode al-jam`u wa al-taufiq, tarjih, naskh, dan tasaqut al-dalalain.
Tidak ada perbedaan pendapat dalam metode penyelesain terhadap ta`arudh al-adillah atau dalil-dalil yang bertentangan. Namun terjadi perbedaan pendapat dalam tahapan metode antara ulama Hanafiyyah yang mendahulukan tarjih, lalu naskh,lalu al-jam`u wa al-taufiq, dan terakhir tasaqut al-dalalain. Sedangakan ulama Syafi`iyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah mendahuluan al-jam`u wa al-taufiq, tarjih, naskh, dan tasaqut al-dalalain.
No comments:
Post a Comment