JIL TERLALU KIRI ISIS
TERLALU KANAN
KEDUANYA MERUGIKAN ISLAM
Nah JIL
perlu tahu bahwa ada kalanya dalam diri manusia timbul pikiran-pikiran aneh
karena bisikan syaitan. Misalnya dia berpikir, bahwa alam semesta ini
diciptakan oleh Allah. Lalu siapa yang menciptakan Allah? Nabi menasehatkan,
kalau ada bisikan-bisikan seperti itu, seorang Muslim cukup mengatakan, “Amantu
billahi wa bi Rusulihi” (aku beriman kepada Allah dan kepada
Rasul-rasul-Nya). HR. Imam Ahmad.
Dzat
Allah sangat berbeda dengan makhluk-Nya. Allah menciptakan, tetapi tidak
membutuhkan diciptakan. Allah adalah Awal, tetapi tanpa diawali. Dia ada, tanpa
diadakan. Dia adalah Akhir, tetapi tanpa diakhiri. Allah bisa membolak-balikkan
siang dan malam, gelap dan terang, panas dan dingin, sesuka diri-Nya. Jadi kita
tidak perlu bertanya, “Siapa yang menciptakan Allah?” Sebab logika demikian
hanya berlaku bagi makhluk-Nya. Allah Ta’ala ada tanpa diadakan, Dia kuasa
tanpa diberi kekuasaan, Dia mencipta tanpa pernah terciptakan. Dia bisa
membolak-balikkan dimensi-dimensi tanpa berkurang sedikit pun Kemuliaan dan
Keagungan-Nya. Dia Tinggi tanpa ada yang lebih tinggi dari-Nya, Dia bisa turun
tanpa menjadi lebih rendah. Allah tidak terikat sifat-sifat makhluk-Nya.
Kalau
manusia mencari hal-hal di luar semua itu, ingin menerobos hakikat-hakikat
seputar Sifat Rubibiyyah Allah; demi memuaskan hawa nafsu akalnya, jelas dia
akan binasa. Na’udzubillah min dzalik. Ketahuilah, akal manusia dibatasi oleh
hukum-hukum yang berlaku di alam semesta (universe). Sedangkan Allah bebas dari
semua hukum-hukum itu. Sekali-kali, jangan memahami Allah dengan ukuran-ukuran
makhluk-Nya.
Ada logika
yang diyakini sebagian orang, “Kalau Allah di atas Arasy, lalu dimana Dia
sebelum Arasy itu diciptakan? Apakah Dia sebelumnya berada di suatu “tempat”,
kemudian pindah ke atas Arasy? Mungkinkah Dzat Allah berpindah-pindah? Sungguh
mustahil.” Logika demikian kan sangat kelihatan kalau si penanya berpikir dalam
dimensi makhluk. Dia ingin memahami Allah dengan persepsi makhluk. Sebenarnya,
Allah mau mengambil “posisi” dimanapun, itu hak Dia. Andaikan Allah tidak
menunjuki diri-Nya di atas Arasy, tidak ada masalah bagi-Nya. Tetapi karena
kasih-sayang Allah, di atas Keghaiban-Nya, Dia ingin memudahkan manusia
memahami keghaiban itu, maka Dia berkehendak istiwa’ di atas Arasy. Dengan
demikian, manusia mendapati satu kemudahan ketika ditanya “aina Allah” (dimana
Allah). Maka kita bisa menjawab secara pasti: Fis
sama’i ‘alal Arsy (di
langit, di atas Arasy).
Mungkinkah
Allah berpindah-pindah dari satu posisi ke posisi lain? Mula-mula, Anda harus
bebaskan Dzat Allah dari ikatan-ikatan yang berlaku atas makhluk-Nya. Makhluk
dibatasi oleh dimensi-dimensi, sedangkan Allah bebas dari semua itu. Kemudian, ingat
selalu bahwa Allah memiliki SifatIradah (Maha Berkehendak). Kalau Allah
berkehendak berbuat sesuatu, tidak ada satu pun yang mampu menghalangi-Nya.
Seperti sebuah doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam: “Allahumma
laa mani’a li maa a’thaita, wa laa mu’thiya li maa mana’ta” (ya Allah,
tidak ada yang sanggup menolak apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa
menerima apa yang Engkau tolak).
Jika
demikian, lalu bagaimana insan-insan yang lemah, otak-otak yang bodoh, dan hawa
nafsu yang meluap-luap ini, hendak menolak Sifat-sifat Allah, jika Dia
berkehendak terhadap sesuatu. Itulah bahayanya, cara-cara Takwil itu nantinya
kerap kali menjadi jalan untuk mengingkari Sifat-sifat Allah. Mulanya Takwil,
lama-lama menjadi Jahmiyyah atau Zindiqah (atheis). Na’udzubillah wa
na’udzubillah min kulli dalik.
No comments:
Post a Comment