Tuesday, July 26, 2016

JIL TERLALU KIRI ISIS TERLALU KANAN KEDUANYA MERUGIKAN ISLAM


JIL TERLALU KIRI ISIS TERLALU KANAN
KEDUANYA MERUGIKAN ISLAM


     Nah JIL perlu tahu bahwa ada kalanya dalam diri manusia timbul pikiran-pikiran aneh karena bisikan syaitan. Misalnya dia berpikir, bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Lalu siapa yang menciptakan Allah? Nabi menasehatkan, kalau ada bisikan-bisikan seperti itu, seorang Muslim cukup mengatakan, “Amantu billahi wa bi Rusulihi” (aku beriman kepada Allah dan kepada Rasul-rasul-Nya). HR. Imam Ahmad.

     Dzat Allah sangat berbeda dengan makhluk-Nya. Allah menciptakan, tetapi tidak membutuhkan diciptakan. Allah adalah Awal, tetapi tanpa diawali. Dia ada, tanpa diadakan. Dia adalah Akhir, tetapi tanpa diakhiri. Allah bisa membolak-balikkan siang dan malam, gelap dan terang, panas dan dingin, sesuka diri-Nya. Jadi kita tidak perlu bertanya, “Siapa yang menciptakan Allah?” Sebab logika demikian hanya berlaku bagi makhluk-Nya. Allah Ta’ala ada tanpa diadakan, Dia kuasa tanpa diberi kekuasaan, Dia mencipta tanpa pernah terciptakan. Dia bisa membolak-balikkan dimensi-dimensi tanpa berkurang sedikit pun Kemuliaan dan Keagungan-Nya. Dia Tinggi tanpa ada yang lebih tinggi dari-Nya, Dia bisa turun tanpa menjadi lebih rendah. Allah tidak terikat sifat-sifat makhluk-Nya.
Kalau manusia mencari hal-hal di luar semua itu, ingin menerobos hakikat-hakikat seputar Sifat Rubibiyyah Allah; demi memuaskan hawa nafsu akalnya, jelas dia akan binasa. Na’udzubillah min dzalik. Ketahuilah, akal manusia dibatasi oleh hukum-hukum yang berlaku di alam semesta (universe). Sedangkan Allah bebas dari semua hukum-hukum itu. Sekali-kali, jangan memahami Allah dengan ukuran-ukuran makhluk-Nya.

      Ada logika yang diyakini sebagian orang, “Kalau Allah di atas Arasy, lalu dimana Dia sebelum Arasy itu diciptakan? Apakah Dia sebelumnya berada di suatu “tempat”, kemudian pindah ke atas Arasy? Mungkinkah Dzat Allah berpindah-pindah? Sungguh mustahil.” Logika demikian kan sangat kelihatan kalau si penanya berpikir dalam dimensi makhluk. Dia ingin memahami Allah dengan persepsi makhluk. Sebenarnya, Allah mau mengambil “posisi” dimanapun, itu hak Dia. Andaikan Allah tidak menunjuki diri-Nya di atas Arasy, tidak ada masalah bagi-Nya. Tetapi karena kasih-sayang Allah, di atas Keghaiban-Nya, Dia ingin memudahkan manusia memahami keghaiban itu, maka Dia berkehendak istiwa’ di atas Arasy. Dengan demikian, manusia mendapati satu kemudahan ketika ditanya “aina Allah” (dimana Allah). Maka kita bisa menjawab secara pasti: Fis sama’i ‘alal Arsy (di langit, di atas Arasy).
Mungkinkah Allah berpindah-pindah dari satu posisi ke posisi lain? Mula-mula, Anda harus bebaskan Dzat Allah dari ikatan-ikatan yang berlaku atas makhluk-Nya. Makhluk dibatasi oleh dimensi-dimensi, sedangkan Allah bebas dari semua itu. Kemudian, ingat selalu bahwa Allah memiliki SifatIradah (Maha Berkehendak). Kalau Allah berkehendak berbuat sesuatu, tidak ada satu pun yang mampu menghalangi-Nya. Seperti sebuah doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam: “Allahumma laa mani’a li maa a’thaita, wa laa mu’thiya li maa mana’ta” (ya Allah, tidak ada yang sanggup menolak apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa menerima apa yang Engkau tolak).

Jika demikian, lalu bagaimana insan-insan yang lemah, otak-otak yang bodoh, dan hawa nafsu yang meluap-luap ini, hendak menolak Sifat-sifat Allah, jika Dia berkehendak terhadap sesuatu. Itulah bahayanya, cara-cara Takwil itu nantinya kerap kali menjadi jalan untuk mengingkari Sifat-sifat Allah. Mulanya Takwil, lama-lama menjadi Jahmiyyah atau Zindiqah (atheis). Na’udzubillah wa na’udzubillah min kulli dalik.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook