ANAKMU MUSUHMU
Catatan M.Rakib
Ikatan Masjid Indonesia(IKMI) Riau Indonesia.2015
Di Publish Pada : Kamis, 12 Februari 2015 19:51 WIB
Drama Anak Sandera Ayah di Madura Berakhir di Tangan
`Sniper`
Duduknya anak,
menjaga ayah
Orangtua itu, bertuah
Duduklah
di rumah menjaga marwah
duduk
di negeri menjaga budi
duduk
mufakat menjaga adat
duduk
musyawarah menjaga lidah
duduk
beramai menjaga perangai
duduk
di belat menjaga sifat
Orangtua itu, bertuah… Demikianlah butir-butir penggalan yang terdapat dalam
tunjuk ajar Melayu yang menunjukkan prilaku pentingnya menjaga
nilai etika, sebuah prilaku yang menunjukkan kehalusan budi dengan penghormatan
yang sungguh halus. Konstruksi tunjuk ajar serta penggalan butir-butirnya
diatas tidak hanya menunjukkan pada relasi horizontal atau semata-mata
penghormatan dalam bingkai kultural namun telah menjadi petunjuk bagi tata
pergaulan masyarakat, seperti menjaga persaudaraan atau mendahulukan musyawarah
sebelum bertindak. Hampir tak ditemukan isi butir-butir dalam tunjuk ajar yang
menunjukkan kecongkakan, kekerasan, dan kesukaan dalam berperang.
Satu dasawarsa setelah reformasi 1998, Indonesia tampil sebagai kampiun kebebasan dan demokrasi bagi dunia Islam dan negara-negara di Asia Tenggara. Ini keberhasilan yang mencengangkan. Dilihat dari pengalaman transisi di Indonesia, baru kali ini demokrasi berjalan satu dasawarsa lebih. Negara Demokrasi yang Belajar seakan susul menyusul dengan kekerasan yang menyertai jatuhnya Orde Baru pada 1998.
Aparat keamanan, yang dahulu menjadi rangka-baja rezim, terbelah, mengalami demoralisasi, dan tak kuasa menghentikan konflik-konflik tersebut. Sudah begitu, sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam pula—agama yang sering dinilai tidak selaras dengan demokrasi. Akan tetapi, Indonesia berhasil mengatasi berbagai rintangan dan kejanggalan tersebut.
Disatu sisi demokrasi di Indonesia menciptakan ruang-ruang kebebasan seperti berpendapat, berekspresi dan lain sebagainya. Tetapi di sisi yang lain kita bisa melihat kenyataan di lapangan! Kekerasan antar agama, perilaku diskriminatif terhadap minoritas, perampasan tanah rakyat, kebijakan-kebijakan yang tidak memihak pada rakyat, penegakan hukum yang tebang pilih, termasuk korupsi yang kian merajalela di kalangan elite, hanya sebagian kecil dari begitu banyaknya perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Satu dasawarsa setelah reformasi 1998, Indonesia tampil sebagai kampiun kebebasan dan demokrasi bagi dunia Islam dan negara-negara di Asia Tenggara. Ini keberhasilan yang mencengangkan. Dilihat dari pengalaman transisi di Indonesia, baru kali ini demokrasi berjalan satu dasawarsa lebih. Negara Demokrasi yang Belajar seakan susul menyusul dengan kekerasan yang menyertai jatuhnya Orde Baru pada 1998.
Aparat keamanan, yang dahulu menjadi rangka-baja rezim, terbelah, mengalami demoralisasi, dan tak kuasa menghentikan konflik-konflik tersebut. Sudah begitu, sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam pula—agama yang sering dinilai tidak selaras dengan demokrasi. Akan tetapi, Indonesia berhasil mengatasi berbagai rintangan dan kejanggalan tersebut.
Disatu sisi demokrasi di Indonesia menciptakan ruang-ruang kebebasan seperti berpendapat, berekspresi dan lain sebagainya. Tetapi di sisi yang lain kita bisa melihat kenyataan di lapangan! Kekerasan antar agama, perilaku diskriminatif terhadap minoritas, perampasan tanah rakyat, kebijakan-kebijakan yang tidak memihak pada rakyat, penegakan hukum yang tebang pilih, termasuk korupsi yang kian merajalela di kalangan elite, hanya sebagian kecil dari begitu banyaknya perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Pamekasan, HanTer - Polres Pamekasan, Madura, Jawa Timur, akhirnya melumpuhkan
Misnawi dengan menembak pria yang menyandera ayahnya itu setelah upaya
negosiasi yang dilakukan petugas menemui jalan buntu.
Penembakan dilakukan oleh tim penembak jitu (sniper) yang sebelumnya didatangkan ke lokasi penyanderaan di Desa Jambringin, Kecamatan Proppo.
"Ini sudah jalan terakhir. Kami sudah berupaya dengan cara halus, tapi pelaku tetap tidak bersedia melepaskan ayahnya," kata Kapolres AKBP Sugeng Muntaha di lokasi kejadian seperti dilansir Antara, Kamis (12/2) petang.
Sebelum ditembak, petugas terlebih dahulu menembakkan gas air mata di lokasi penyanderaan, yakni di sebuah surau di desa itu.
Kemudian, tim penembak membidikkan timah panas ke bagian lengan dan bahu korban untuk dilumpuhkan. Saat itu juga pelaku yang bernama Asnawi itu terkapar dan polisi serentak mendekat ke lokasi tempat Misnawi menyandera ayahnya Sinato.
"Pelaku saat ini telah kami bawa ke Mapolres Pamekasan," kata Kapolres AKBP Sugeng Muntaha menjelaskan.
Oleh warga sekitar, Misnawi memang dikenal pria yang sering berbuat kasar, bahkan selama ini sering keluar masuk penjara, karena kasus tindak pidana kriminal.
Sebelum menyandera ayahnya Sinato yang telah berusia lanjut itu, Misnawi sebelumnya sempat menyandera ponakannya sendiri hingga 2 hari dua malam.
Hanya saja, ia berhasil kabur dan selanjutnya pria berusia 35 tahun ini ganti menyandera ayahnya.
Kapolres AKBP Sugeng Muntaha menyatakan, akan melakukan penyidikan terhadap kondisi psikologis Misnawi, terkait kasus penyanderaan yang ia lakukan pada ayah kandungnya itu.
"Kita ingin mengetahui kondisi psikologisnya sehat atau tidak. Jika memang sedang tidak mengalami gangguan jiwa, maka yang bersangkutan tentu bisa diproses hukum," kata Kapolres.
Sejak pembebasan sandera itu, para kerabat dan orang dekat Sinato mengaku lega. "Syukurlah kakek bisa dibebaskan," kata cucu Sinato, Halimi dengan wajah sumringah.
Sebelum polisi menembak Misnawi, para keluarga Sinato terlihat murung, bahkan beberapa ibu menangis, khawatir orang tua itu yang disandera Misnawi itu benar-benar disembelih oleh Misnawi.
Penembakan dilakukan oleh tim penembak jitu (sniper) yang sebelumnya didatangkan ke lokasi penyanderaan di Desa Jambringin, Kecamatan Proppo.
"Ini sudah jalan terakhir. Kami sudah berupaya dengan cara halus, tapi pelaku tetap tidak bersedia melepaskan ayahnya," kata Kapolres AKBP Sugeng Muntaha di lokasi kejadian seperti dilansir Antara, Kamis (12/2) petang.
Sebelum ditembak, petugas terlebih dahulu menembakkan gas air mata di lokasi penyanderaan, yakni di sebuah surau di desa itu.
Kemudian, tim penembak membidikkan timah panas ke bagian lengan dan bahu korban untuk dilumpuhkan. Saat itu juga pelaku yang bernama Asnawi itu terkapar dan polisi serentak mendekat ke lokasi tempat Misnawi menyandera ayahnya Sinato.
"Pelaku saat ini telah kami bawa ke Mapolres Pamekasan," kata Kapolres AKBP Sugeng Muntaha menjelaskan.
Oleh warga sekitar, Misnawi memang dikenal pria yang sering berbuat kasar, bahkan selama ini sering keluar masuk penjara, karena kasus tindak pidana kriminal.
Sebelum menyandera ayahnya Sinato yang telah berusia lanjut itu, Misnawi sebelumnya sempat menyandera ponakannya sendiri hingga 2 hari dua malam.
Hanya saja, ia berhasil kabur dan selanjutnya pria berusia 35 tahun ini ganti menyandera ayahnya.
Kapolres AKBP Sugeng Muntaha menyatakan, akan melakukan penyidikan terhadap kondisi psikologis Misnawi, terkait kasus penyanderaan yang ia lakukan pada ayah kandungnya itu.
"Kita ingin mengetahui kondisi psikologisnya sehat atau tidak. Jika memang sedang tidak mengalami gangguan jiwa, maka yang bersangkutan tentu bisa diproses hukum," kata Kapolres.
Sejak pembebasan sandera itu, para kerabat dan orang dekat Sinato mengaku lega. "Syukurlah kakek bisa dibebaskan," kata cucu Sinato, Halimi dengan wajah sumringah.
Sebelum polisi menembak Misnawi, para keluarga Sinato terlihat murung, bahkan beberapa ibu menangis, khawatir orang tua itu yang disandera Misnawi itu benar-benar disembelih oleh Misnawi.
No comments:
Post a Comment