SEJARAH
YANG INDAH
NOVEL CERITA FIKSI HAYALAN M.RAKIB RIAU INDONESIA
EMPAT PROFESOR SATU
CINTA
(Memahat Tebing Pelac
Intelektual)
Prof. Rafibudi: Sang Penyair(Sapaan candanya padaku), kau
ambil aja si Fia itu, jadi istrimu.
Penyair : Dia tidak mau padaku( aku pura-pura saja
menebak, tapi Si Fia senyum saja)
Prof. Rafibudi:
Pasti mau, dia kan sudah berumur 30
tahun, memasuki masa bunga yang hampir layu, seumur begitu bagi wanita mulai
memasuki masa rela menerima siapa saja.Tambahan pula orangnya langsing tinggi,
dan masih cantik.
Penyair : Aku mau saja Pak Prof. Rafi, cuma aku
takut masalah biaya rumah tangga yang kini
meninggkat, taambahan pula aku Pegawai Negeri, mau menikah harus mendapatkan
surat izin atasan. Tapi yah , tak apa (sambil senyum) biarlah nati akan kucari
caranya,,ha, ha ha.
Prof.
Rafibudi : Sebenarnya aku juga senang
melihat kecantikan si Fia, tapi kalau aku teruskan, pastilah aku tidak akan
bisa mendapatkan tandatangan dari istri pertma, ha ha. Kau ajalah yang ngambil,
isterimukan, sudah memberikan surat izn? ha ha ha.
Ruang kuliah program S 2 saat itu terasa agak sepi, karena lokal yang diberikan kepada sang
penyair dan teman-temannya bagian paling belakang, yang dahulunya loka itu
dipakai oleh mahasisawa program S1, yang kini sudah pindah ke lokal jauh, 17
kilometer di luar kota. Ruang kelas paling belakang itu lapangan luas sehingga
semilir angin dirasakan sang penyair menggulirkan lamunannya. Jurusan filasafat
yang didalaminya membuat alam fikirannya
berpindah silih berganti, menuai masa yang telah usang, misteri waktu yang lama
sudah tak bercerita padanya. Tiba-tiba sang Penyair, gemar berbicara dalam
bahasa puisi model romantika citarasa Melayu daratan Riau Indonesia.
Sebenarnya sang penyair jatuh hati kepada si Fia, karena
pada catatan hariannya yang sangat rahasia, di dlam laci khusus, ada
ungkapannya begini.
Fia, senyumanmu memecahkan heningnya malam.
Tersentak
diriku dari lamunan ini.
Ketika bayang bayangmu mulai
menerpa sukmaku.
Semakin dalam menusuk jiwaku
Dan kini kian dalam engkau hadir di kala
mataku akan terpejam .
Engkaupun menjeputku di kala
mataku akan terbuka.
Hasrat dan ambisi kadang menyala
tiba-tiba. Sekarang ini banyak yang ingin berpoligami, seakan orang itu asal
ngomong . Memang dapat izin dari isteri tua, sulit untuk berlaku adil dan mnegakkan keadilan ………………. Tapi sampai dimana
keadilan itu tegak, disiplin ……………….. Tapi aturan poligami tidak berdiri di ruangan masih kosong. Para suami, jangan
mementingkan diri sendiri. Tapi sampai dimana ocehan itu. Perlombaan pemuasan
nafsu semakin menjadi-jadi. Penyelamatan wanita, anak-anak bahkan rakyat
dijadikan boneka keserakahan Yang penting tercapai hasrat dan ambisi
orang-orang berani.
.
Sang penyair merasa aneh sendiri,
katanya “Saat ku tutup hati ku untuk cinta lain… Dan dimana hanya ada dirimu di
otak ku…” Rindu ku pun berubah bagai syair-syair yang pilu… Saat kau yang slalu
aku tunggu tak menoleh ke arah ku…..
Bukan ku
terlalu dalam pada rasa… Bukan ku tak ingin lelap dalam dekap… Bukan ku katakan
iya untuk layu dan mati… Semua itu bermula dari sini.. Karena katamu menyayat..
Karena tatapmu adalah perisai yang membunuh.. Dan diammu adalah jurang untukku..
Bukan ku
terlalu dalam pada rasa… Bukan ku tak ingin lelap dalam dekap… Bukan ku katakan
iya untuk layu dan mati… Semua itu bermula dari sini.. Karena katamu menyayat..
Karena tatapmu adalah perisai yang membunuh.. Dan diammu adalah jurang untukku…
Profesor Pudin, dikenalkan oleh Sang penyair dengan si Fia, karena sang profesor selalu menyembunyikan tangisnya. Beliau menangis, karena isterinya baru saja dioperasi kanker rahim. Tidak mungkin lagi mendapatkan anak. Beliau kini, mencari isteri baru, kalau masih ada yang besedia menjadi isteri kedua, dengan tidak melepaskan isteri pertama. Profesor Pudin selalu menyepi di
antara senja nan temaram. Katanya biarlah ku pendam segala rasa ini hingga butir cinta
itu menghilang, menapak jejak dan waktu……. Di antara langkah yang membentang
rindu biarlah kusimpan dera siksa cinta ini hingga rasa itu melebur, membaur
dan terkubur.
Pada catatan harian Prof.Pudin ada kata-kata "Ku lihat
di luar jendela ku, ternyata hujan kembali membasahi bumi Lancang Kuning Riau daratan, tepatnya kota Pekanbaru. Kini katanya, kunikmati indahnya
hujan dengan ketenangan ku, AKu teringat semua tentang mu… Saat pertama kali aku
bertemu dengan mu Saat aku mengenal mu Saat aku mulai dekat dengan mu Saat aku
mulai merindukan mu Sampai aku benar benar mencintaimu.
Profesor Amar lain lagi, ketika menjadi dosen di S1 pernah didemon oleh mahasiswa 6 tahun sebelumnya, karena diberitakan punya hubungan khusus dengan empat mahasiswi bintang kampus saat itu. Di antara empat mahasiswi itu termasuk si Fiana. Tapi masalah itu ditutup begitu cepat, karena menyangkut aib tersembunyai para intelektual. Memang dalam kuliahnya Prof Amar selalu mengungkapkan kata-kata "Secepat itukah kau melupakanku. Secepat itukah kau melupakan
semua kenangan yang pernah kita lalui bersama tanpa ada rasa sedih kau
meninggalkanku tanpa ada rasa kecewa kau melupakanku dan hari ini engkau
ucapkan selamat tinggal pada diriku. Waktu begitu cepat berlalu, karena itu isilah waktumu dengan kegiatan yang berkualitas..."..
Profesor Amar Makruf (Amar) inilah yang selalu mengucapkan kata-kata yang agak vulgar. Beliaulah yang selalu mengucapkan kata-kata "Pelacur PSK itu berbahaya, tapi jauh lebih berbahaya lagi pelacur intelektual. Sang penyair berburuk sangka dengan ucapan itu, seakan-akan beliau membela pelacur PSK yang kadang-kadang menjadi penyebar sipilis dan dan HIV itu.
Profesor Amar Makruf (Amar) inilah yang selalu mengucapkan kata-kata yang agak vulgar. Beliaulah yang selalu mengucapkan kata-kata "Pelacur PSK itu berbahaya, tapi jauh lebih berbahaya lagi pelacur intelektual. Sang penyair berburuk sangka dengan ucapan itu, seakan-akan beliau membela pelacur PSK yang kadang-kadang menjadi penyebar sipilis dan dan HIV itu.
No comments:
Post a Comment