Thursday, September 10, 2015

Al Imam Syafi’i mensyaratkan sampai pahala bacaan KRITIK BUKU



Al Imam Syafi’i  mensyaratkan sampai pahala bacaan


KRITIK BUKU


M .RAKIB  PEKANBARU RIAU INDONESIA

Al Imam Syafi’i ~rahimahullah mensyaratkan sampai pahala bacaan jika memenuhi salah satu dari syarat-syarat berikut
1. Pembacaan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit),
2. Pembacanya meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit
3. Pembacanya mendo’akannya untuk mayyit
Hal yang perlu kita ingat selalu adalah yang dapat memahami dan menjelaskan perkataan Imam Mazhab yang empat adalah pengikut Imam Mazhab yang empat bukan pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, pengikut ulama Ibnu Taimiyyah ataupun pengikut ulama Al Albani dan lain-lainnya
Pengikut Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu (sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat
Imam An Nawawi adalah ulama Syafi’iyah yang paling memahami perkataan Imam As Syafi’i dan ulama-ulama madzhabnya sebagaimana disebut dalam Al Awaid Ad Diniyah (hal. 55). Sehingga, jika ada seseorang menukil pendapat ulama As Syafi’iyah dengan kesimpulan berbeda dengan pendapat Imam An Nawawi tentang ulama itu maka pendapat itu tidak dipakai. Lebih-lebih yang menyatakan adalah pihak yang tidak memiliki ilmu riwayah dan dirayah dalam madzhab As Syafi’i.
Hal ini dijelaskan contohnya oleh ‘Ulama Syafi’iyah lainnya seperti Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab :
أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض
“Adapun pembacaan al-Qur’an, Imam an-Nawawi mengatakan didalam Syarh Muslim, yakni masyhur dari madzhab asy-Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian ashhab kami menyatakan sampai, dan kelompok-kelompok ‘ulama berpendapat bahwa sampainya pahala seluruh ibadah kepada mayyit seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur’an dan yang lainnya. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur dibawa atas pengertian apabila pembacaannya tidak di hadapan mayyit, tidak meniatkan pahala bacaannya untuknya atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya bahkan Imam as-Subkiy berkata ; “yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila diqashadkan (ditujukan) dengan bacaannya akan bermanfaat bagi mayyit dan diantara yang demikian, sungguh telah di tuturkannya didalam syarah ar-Raudlah”. (Fathul Wahab bisyarhi Minhajit Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi’i [2/23]).
Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj :
قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع له
“Sesungguhnya pendapat masyhur adalah diatas pengertian apabila pembacaan bukan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit), pembacanya tidak meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya untuk mayyit” (Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam Ibn Hajar al-Haitami [7/74].)
Imam Syafi’i ra , ulama yang telah diakui oleh jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Ulama yang paling baik dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah dan Beliau masih bertemu dengan para perawi hadits atau Salafush Sholeh, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Nawawi
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أنْ يُقرَأَ عِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْدهُ كانَ حَسناً
“Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur’an disisi quburnya, dan apabila mereka mengkhatamkan al-Qur’an disisi quburnya maka itu bagus” (Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi ; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam Ibnu ‘Allan ; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafi’i (Syarah Mukhtashar Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya.
قال الشافعى : وأحب لو قرئ عند القبر ودعى للميت
Imam Syafi’i mengatakan “aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur’an disamping qubur dan dibacakan do’a untuk mayyit” ( Ma’rifatus Sunani wal Atsar [7743] lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi.)
Begitupula Imam Ahmad semula mengingkarinya karena atsar tentang hal itu tidak sampai kepadanya namun kemudian Imam Ahmad ruju’
قال الحافظ بعد تحريجه بسنده إلى البيهقى قال حدثنا أبو عبدالله الحافظ قال حدثنا ابو العباس بن يعقوب قال حدثنا العباس بن محمد قال سألت يحي بن معين عن القرأءة عند القبر فقال حدثنى مبشر بن أسماعيل الحلبي عن عبد الرحمن بن اللجلاج عن أبيه قال لبنيه إذا أنا مت فضعونى فى قبرى وقولوا بسم الله وعلى سنه رسول الله وسنوا على التراب سنا ثم إقرأوا عند رأسى أول سوره البقرة وخاتمتها فإنى رأيت إبن عمر يستحب ذلك ,قال الحافظ بعد تخريجه هذا موقوف حسن أخريجه أبو بكر الخلال وأخريجه من رواية أبى موسى الحداد وكان صدوقا قال صلينا مع أحمد على جنازة فلما فرغ من ذفنه حبس رجل ضرير يقرأ عند القبر فقال له أحمد يا هذا إن القراءة عند القبر بدعة فلما خرجنا قال له محمد بن قدامة يا أبا عبد الله ما تقول فى مبشر بن إسماعيل قال ثقة قال كتبت عنه شيئا قال نعم قال إنه حدثنى عن عبد الرحمن بن اللجلاج عن أبيه أنه أوصى إذا دفن أن يقرؤا عند قبره فاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصى بذلك قال فقال أحمد للرجل فليقرأ. اه
al-Hafidh (Ibnu Hajar) berkata setelah mentakhrijnya dengan sanadnya kepada al-Baihaqi, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah al-Hafidz, ia berkata telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas bin Ya’qub, ia berkata, telah menceritakan kepada kami al-‘Abbas bin Muhammad, ia berkata, aku bertanya kepada Yahya bin Mu’in tentang pembacaan al-Qur’an disamping qubur, maka ia berkata ; telah menceritakan kepadaku Mubasysyir bin Isma’il al-Halabi dari ‘Abdur Rahman bin al-Lajlaj dari ayahnya, ia berkata kepada putranya, apabila aku telah wafat, letakkanlah aku didalam kuburku, dan katakanlah oleh kalian “Bismillah wa ‘alaa Sunnati Rasulillah”, kemudian gusurkan tanah diatasku dengan perlahan, selanjutnya bacalah oleh kalian disini kepalaku awal surah al-Baqarah dan mengkhatamkannya, karena sesungguhnya aku melihat Ibnu ‘Umar menganjurkan hal itu. Kemudian al-Hafidh (Ibnu Hajar) berkata setelah mentakhrijnya, hadits ini mauquf yang hasan, Abu Bakar al-Khallal telah mentakhrijnya dan ia juga mentakhrijnya dari Abu Musa al-Haddad sedangkan ia orang yang sangat jujur. Ia berkata : kami shalat jenazah bersama bersama Ahmad, maka tatkala telah selesai pemakamannya duduklah seorang laki-laki buta yang membaca al-Qur’an disamping qubur, maka Ahmad berkata kepadanya ; “hei apa ini, sungguh membaca al-Qur’an disamping qubur adalah bid’ah”. Maka tatkala kami telah keluar, berkata Ibnu Qudamah kepada Ahmad : “wahai Abu Abdillah, apa komentarmu tentang Mubasysyir bin Isma’il ? “, Ahmad berkata : tsiqah, Ibnu Qudamah berkata : engkau menulis sesuatu darinya ?”, Ahmad berkata : Iya. Ibnu Qudamah berkata : sesungguhnya ia telah menceritakan kepadaku dari Abdur Rahman bin al-Lajlaj dari ayahnya, ia berpesan apabila dimakamkan agar dibacakan pembukaan al-Baqarah dan mengkhatamkannya disamping kuburnya, dan ia berkata : aku mendengar Ibnu ‘Umar berwasiat dengan hal itu, Maka Ahmad berkata kepada laki-laki itu “lanjutkanlah bacaaanmu”.
Abdul Haq berkata : telah diriwayatkan bahwa Abdullah bin ‘Umar –radliyallahu ‘anhumaa- memerintahkan agar dibacakan surah al-Baqarah disisi quburnya dan diantara yang meriwayatkan demikian adalah al-Mu’alla bin Abdurrahman
Jika kita perhatikan redaksi dari Al-Allamah Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi dan redaksi Al-Imam An-Nawawi ketika menyebutkan pendapat Al-Imam Asy-Syafi’I maka akan kita temukan kalimat “ Al-Masyhur min madzhabi Asy-Syafiiy”. Ternyata jika kita pahami lebih dalam lagi bahwa kalimat “Al-Masyhur” ini menunjukkan bahwa disana ada qoul Al-Imam Asy-syafiiy yang tidak Masyhur. Nah qoul yang tidak masyhur inilah nanti dipahami oleh sebagian kalangan ulama syafiiyah bahwa maksud dari qoul nya Al-Imam Asy-Syafiiy adalah tidak sampai jika tidak diniatkan bacaannya atau tidak dibaca dihadapan si mayit.
Karena begini, justru dikitab yang lain disebutkan bahwa Al-Imam Asy-Syafiiy menganjurkan seseorang untuk membaca Al-quran disisi mayit. Hal ini disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab Riyadhus Sholihin halaman 295 :
باب الدعاء للميت بعد دفنه والقعود عند قبره ساعة للدعاء له والاستغفار والقراءة
قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا. رياض الصالحين, ص : 295
Terjemah : bab doa untuk si mayit dan duduk di kuburan untuk berdoa dan memohonkan ampun dan bacaan. Imam syafiiy berkata “ dan dianjurkan untuk membacakan alquran di sisi mayit, jika sampai khatam maka itu lebih baik”.
Maka dari itu Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshori dan Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan bahwa maksud dari kalam nya Al-Imam Asy-Syafiiy bahwa bacaan Al-quran itu tidak sampai adalah jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan dihadapan si mayit. Berikut ini penjelasan Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshori di dalam kitab Fathul Wahhab juz 2 halaman 23 :
أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض. ( فتح الوهاب, ج : 2, ص : 23
Terjemah : adapun pahala bacaan maka menurut imam nawawi sampai pahalanya. Adapun yang masyhur dari imam syafiiy tidak sampai pahalanya. Maksudnya adalah jika tidak dibacakan di dekat si mayit atau tidak diniatkan pahalanya. Tapi jika diniatkan maka pahalanya sampai.
Source: mutirarazuhud.wordpress.com & rumahfiqih.com
*****************************
Sesungguhnya yang mengerti kalam Nabi adalah ulama, dan yang memahami kalam ulama adalah penerusnya (murid2nya) dan pengikut2nya…
         Selanjutnya, hal 10 buku tersebut mengulas soal agama:
"Agama hanyalah ekspresi keputusasaan jiwa manusia saat tidak bisa menghadapi kerasnya kehidupan dan Tuhan adalah hasil ilusi manusia akibat ketertekanan jiwa manusia."
KRITIK BUKU JAKARTA BERKARAKTER
Penjelasan dari kutipan tersebut didapat dari pemikiran Sigmund Freud, seorang ahli psiko analisa menyatakan bahwa agama merupakan hasil produksi alam bawah sadar manusia dan bukanlah merupakan wujud dalam alam nyata.
Masih di halaman yang sama, buku tersebut kembali memaparkan:
"Agama hanya membawa manusia kepada penderitaan hidup karena agama senantiasa mengakibatkan munculnya peperangan dan menjadikan penganutnya yang taat sebagai teroris"
       Filsafat Yang Menolak Adanya Tuhan. Nietzsche ingin melepaskan manusia dari belenggu dogma-dogma agama yang membelenggu eksistensi manusia pada saat itu, karena dia belum mengenal Islam sebagai agama kebahagiaan, agama yang sangat damai.
Nietzsche tidak suka  terhadap para filsuf setelah Sokrates misalnya saja Plato yang telah memberikan pemikirannya kepada filsuf-filsuf sesudahnya dengan gagasan transendentalnya yang bermuara pada pembentukan pandangan metafisika Barat yang kemudian dibungkus dalam tradisi kristenitas. Plato membagi bahwa dunia ini terdiri dari dua, yaitu dunia ide dan dunia inderawi. Dalam alam inderawi, manusia hanya bisa mengetahui apa-apa yang dapat ditangkap oleh indera, sedangkan dunia ide merupakan dunia yang dpikirkan oleh manusia dengan rasionalitasnya. Pencapaian ide dan kebijaksanaan hanya bisa dilakukan oleh para filsuf. Karena hal ini maka manusia mencari pengetahuan yang dianggap mereka itu benar. Bukan seperti yang didogmakan oleh gereja.
       Kant dengan statementnya menyatakan bahwa suatu hal yang nyata itu berada dalam noumena, yaitu kebenaran berada dalam benda itu sendiri, manusia hanya bisa melhat fenomenanya saja. Fenomena tidak bisa menghadirkan benda dalam kebendaannya (das Ding an sich). Doktrin ini membuat Nietzsche memberontak. Dia mengatakan bahwa kebenaran itu tampak seperti apa yang dilihat manusia, dia menolak pandangan Kant mengenai hal ini. Atas dasar inilah manusia tidak dapat bebas karena harus terkekang oleh dogmatisme gereja. Nietzsche juga menolak mengenai rasionalitas atau moral dari pendapat Kant.
Nietzsche memutuskan klaim kebenaran yang absolut. Karena dengan adanya dogma manusia menjadi sengsara. Manusia tidak dapat bereksistensi. Manusia tak berdaya kerena harus mengikuti dogma-dogma gereja yang mana itu sungguh tidak rasional menurut mereka. Akhirnya, Nietzsche dengan tegas menolak adanya Tuhan, manusia harus bebas tanpa terikat dengan aturan-aturan Tuhan yang dalam anggapannya tidak rasional. Dogma itu telah membuat manusia menjadi sengsara. Pada saat itu, agama kristen menjadi agama yang dianggap menjadi penyebabnya. Manusia dianggap Nietzsche telah ditip melalui dogama-dogma saat itu. Manusia harus bisa menciptakan hal yang nihil. Manusia harus bisa membunuh Tuhan. Denagn membunuh Tuhan maka manusia akan merdeka dan bebas dari dogma. Kematian Tuhan adalah suatu pilihan ang tepat bagi umat manusia. Nietzsche sanagt menolak ajaran agama kristen. Manusia telah terjebak dlam agama.
Hegel pada saat itu menyatakan rasiolah yang akan menjawab fenomnena dengan mewujudkan sebuah negara yang transendental. Nietzsche menolak apa yang dikatakan oleh Hegel itu. Nietzsche, suatu pengetahuan absolut harus bisa dihancurkan, karena manusia itu memiliki energi, hasrat dan kehendak yang aktif. Hal inilah yang harus dilakukan oleh manusia. Denagn menolak dogmatisme. Manusia akan bebas, terbebas dari dogmtisme yang telah menyengsarakannya.
Nietzsche, kehendak akan muncul pada seni. Nietzsche sangat menolak  dengan adanya Tuhan sebagaimana yang didogmakan oleh agama kristen. Dia mengatakan Tuhan telah mati, kitalah yang telah membunuhnya. Maksud dari kalimat itu adalah manusia telah menghilangkan Tuhan di dalam pikirannya. ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip logika, rasio merupakan hal baru yang akan jadi anutan manusia. Bukan Tuhan lagi, karena Tuhan telah mati. Bagi Nietzsche, Tuhan merupakan kekosongan belaka.
Filsafat Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat dalam ajarannya menyatakan bahwa segala sesuatu itu dianggap benar apabila dia memiliki hasil yang bermanfaat bagi manusia. Filsafat ini berkembang di Amerika Serikat. Yang menjadi penting dalam filsafat ini bukan kebenaran objek suatu pengetahuan, tetapi yang menjadi fokus adalah bagaimana manfaatnya bagi manusia.
Aliran pragmatisme pada awalnya sempat juga berkembang di  Jerman, Perancis, Inggris. Pelopornya adalah William James, dia adalah orang yang memperkenalkan aliran ini ke seluruh dunia.
Dalam pragmatisme, merupakan suatu kondisi tidak perlu adanya moral. Filsafat pragmatisme ini berkembang di Amerika pada abad ke-19 sekaligus menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh-tokohnya selain William James ada juga yaitu Charles Sander Peirce dan John Dewey, aliran ini menjadi sangat berpengaruh di Amerika.
Bagi kaum pragmatis, dalam melakukan suatu tindakan mereka harus menggunakan idenya serta keyakinannya atas apa yang akan dia perbuat serta apa yang menjadi tujuannya. Dalam prgmatisme, filsafat merupakan alat untuk membantu manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya untuk hal-hal yang bersifat praktis.
Prinsip-prinsip dasar William James terhadap pragmatisme antara lain adalah bahwa dunia ini sebenarnya tidaklah spontan, dunia ini benar adanya. Kebenaran itu tidak melekat pada ide. Manusia itu bebas untuk meyakini tentang apa yang dipercayainya mengenai dunia. Kebenaran itu bukan merupakan suatu titik yang absolut.
Dari diskusi tadi, pragmatisme yang terjadi di Amerika yaitu diawali dari kedatangan bangsa Eropa ke bangsa Indian yang ada di Amerika. Bangsa Eropa yang berkulit putih takut bila mereka tercemar atau tercampur dengan bangsa indian melalui perkawinan, akhirnya terjadilah kejahatan rasisme terhadap bangsa Indian yang sebenarnya merupakan penduduk asli Amerika.
Dalam filsafat pragmatisme ini, sesuatu dianggap banar apabila memiliki manfaat. Dalam filsafat ini membicarakan tentang tindakan manusia. Melakukan tindakan yang bermanfaat saja bagi manusia, perlu pertimbangan untuk melakukan suatu tindakan apakah itu berguna ataukah tidak berguna. Dalam teori ini sesuatu dikatakan benar apabila memiliki fungsi.
Dalam analisa saya, apabila aliran ini dihubungkan dengan teorinya Max Weber mengenai rasionalitas manusia. Pragmatisme ini mengarah kepada rasionalitas instrumental manusia. Malakukan tindakan hanya yang berguna saja bagi kehidupan manusia. Menurut saya, itu bisa saja terjadi yang mana dengan orang menggunakan rasionalitas instrumentalnya, dia hanya mau melakukan tindakan yang bermanfaat saja. Tindakan rasional mengenai sesuatu yang ada dan nyata, bisa saja orang-orang ini meninggalkan hal-hal yang bersifat metafisik. Bisa saja  menurut mereka itu kan tidak masuk akal dan tidak rasional, buat apa harus dipelajari. Mungkin kaum pragmatis ini hanya akan mau melakuakn tindakan yang bersifat keduniawian yang mana menurut mereka itu lebih bermanfaat.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook