INGIN TAHU PERBEDAAN TEORI DAN KONSEP
perenungan’
Tentang Teori By M.Rakib Pekanbaru Riau Indonesia 2015
Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap
Anak. Terry E. Lawson (dalam Huraerah,
2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse.
Kekerasan
berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam
Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak. Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada
anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun
1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa
gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple
fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa
mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini
dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).
Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap
Anak Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang
merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu
emotional abuse, verbal abuse, physical
abuse, dan sexual abuse). empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical
abuse, dan sexual
abuse).
‘Teori’ – berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti ‘perenungan’, yang pada gilirannya berasal
dari kata thea dalam bahasa Yunani yang berarti ‘cara atau hasil pandang—
adalah suatu konstruksi di alam
ide imajinatif
manusia tentang realitas-realitas yang ia jumpai dalam pengalaman
hidupnya. Adapun yang disebut pengalaman
ini tidaklah hanya pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia dari alam
kehidupannya yang indrawi, tetapi juga diperoleh dari alam
kontemplatif-imajinatifnya, khususnya dalam ilmu pengetahuan yang berobjek
manusia dalam kehidupan bermasyarakatnya.
Apapun sumbernya, apakah pengalamannya yang
indrawi ataukah pengalamannya yang kontemplatif-imajinatif murni, teori itu
adalah suatu himpunan konstruksi yang dibangun oleh konsep-konsep yang berada
di alam ide imajinatif manusia,
Berada di alam imajinatif, teori
adalah gambaran atau hasil penggambaran
secara reflektif fenomena yang dijumpai dalam alam pengalaman indrawi
manusia, dibangun dengan bahan-bahan pembangun yang sebagaimana kita ketahui
disebut konsep. Betullah apa yang dikatakan
secara ringkas dalam kepustakaan berbahasa Inggris, bahwa concepts
is the building blocks of theories. Didefinisikan dalam rumusan yang demikian,
berbicara tentang ‘teori’, tak pelak lagi orang niscaya akan diperjumpakan
dengan dua macam realitas. Yang pertama
adalah realitas in abstracto yang berada di alam idea yang imajinatif, dan yang
kedua adalah padanannya yang berupa realitas in concreto yang berada di alam
pengalaman yang indrawi. Di dalam bahasa
falsafati, sementara orang mengatakan bahwa realitas pertama disebut ‘realitas
nomenon’ (atau ‘nomena’ apabila jamak), sedangkan yang tersebut kedua disebut
‘realtas fenomenon’ (atau ‘fenomena’ apabila jamak).
‘Konsep’ Itu Ialah Simbol Tertentu Yang Digunakan Sebagai
Representasi objek yang diketahui dan/atau dialami oleh manusia
dalam kehidupan bermsyarakatnya. Sebagai
simbol bermakna, setiap konsep bermukim di alam numenon, ialah alam ide yang
imajinatif, sedangkan objek yang diwakili berada di alam phenomenon, ialah alam
fakta-aktual yang indrawi.
Dalam ilmu pengetahuan sosial,
objek-objek yang terjumpai dalam kehidupan sosial pun harus dibataskan secara
definitif kedalam konsep-konsep, dan persoalan yang berkenaan dengan taraf
abstraksinya akan pula mesti diperhatikan.
Hanya saja, cukup berbeda dari kajian-kajian ilmu hayat dengan objek
hewan atau tumbuh-tumbuhan yang lebih kasat mata, kajian-kajian ilmu
pengetahuan sosial akan lebih banyak berkenaan dengan objek-objek yang tak
secara langsung berkategori kasat mata.
Kelas sosial (yang atas, yang tengah atau yang bawah, misalnya adalah
konsep yang tak bisa dibataskan berdasarkan kerja “sekali amatan yang direk”,
melainkan mesti dikerjakan dengan memperhatikan tengara-tengaranya (the signs)
yang manifes di alam indrawi, yang oleh sebab itu dapat didatakan; misalnya
tingkat pendapatannya, tingkat pendidikan dan keterpelajarannya, tingkat
kekayaannya, dan apapun lainnya lagi.
Berbeda dengan ilmu hayat atau ilmu
alam kodrat lainnya, yang seabstrak apapun simbol-simbol yang dipakai sebagai
konsep, selalu saja konsep-konsep itu gampang menunjukkan objek-objek
rujukannya dengan sekali amatan, tidaklah demikian halnya dengan kajian ilmiah
yang berobjek manusia berikut masyarakatnya.
Akan diketahui nanti bagaimana dalam kajian dengan objek manusia
dan/atau masyarakatnya ini baik yang dikenali sebagai ilmu pengetahuan sosial
maupun yang dikenali sebagai ilmu hukum.
KONSEP-KONSEP YANG DIKEMBANGKAN AKAN CONDONG LEBIH
BERSIFAT ABSTRAK, imajinatif, dan merupakan konstruksi-konstruksi
rasional dalam alam pikiran daripada lebih bersifat hasil abstraksi yang
berpadanan langsung dengan objek yang terjumpai sebagai fenomenon/na di alam
indrawi ini. Dengan demikian, ilmu
pengetahuan sosial dan ilmu hukum itu boleh dikatakan lebih gampang
dicenderungkan ke gambarannya yang ideal dengan blue-sky concepts-nya daripada
kajian-kajian ilmu alam kodrat (natural and life sciences) yang nyata lebih down to earth, punya padanannya yang nyata dan
direk di alam indrawi.
No comments:
Post a Comment