ETIKA
MEMANDANG
ISTERI ORANG
OLEH
M.RAKIB JAMARI SH.,M.Ag
ETIKA PERGAULAN
LAKI-LAKI
DAN WANITA DALAM ISLAM
Etika pergaulan dan batas pergaulan
di antara lelaki dan wanita menurut Islam
1. Menundukkan PandanganALLAH memerintahkan kaum lelaki untuk menundukkan pandangannya.
ALLAH berfirman :
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (An-Nuur: 30)
Sebagaimana hal ini juga diperintahkan kepada kaum wanita beriman.
ALLAH berfirman :
Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (An-Nuur: 31)
2. Menutup Aurat
ALLAH berfirman dan jangan lah mereka mennampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya.
Dan hendaklah mereka melabuhkan kain tudung ke dadanya. (An-Nuur: 31)
Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka melabuhkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali, kerana itu mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nuur: 59).
Perintah menutup aurat juga berlaku bagi semua jenis.
Dari Abu Daud Said al-Khudri berkata: Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seseorang lelaki memandang aurat lelaki, begitu juga dengan wanita jangan melihat aurat wanita.
3. Adanya pembatas antara lelaki dengan wanita.
Kalau ada sebuah keperluan terhadap kaum yang berbeda jenis, harus disampaikan dari balik tabir pembatas.
Sebagaimana firman-NYA; Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab. (Al-Ahzaab:
53)
4. Tidak berdua-duaan Di Antara Lelaki Dan Perempuan.
Dari Ibnu Abbas .a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahramnya.
(HR. Bukhari & Muslim)
Dari Jabir bin Samurah berkata; Rasulullah. SAW bersabda: Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duan dengan seorang wanita, kerana syaitan akan menjadi ketiganya. (HR. Ahmad & Tirmidzi dengan sanad yang sahih)
5. Tidak Melembutkan Ucapan (Percakapan)
Seorang wanita dilarang melembutkan ucapannya ketika berbicara selain kepada suaminya.
Firman ALLAH :
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (berkata-kata yang menggoda) sehingga berkeinginan orang yang ada
penyakit di dalam hatinya tetapi ucapkanlah perkataan- perkataan yang baik.
(Al-Ahzaab: 32)
Berkata Imam Ibnu Kathir; Ini adalah beberapa etika yang diperintahkan oleh ALLAH kepada para isteri Rasulullah SAW serta kepada para wanita mukminah lainnya yaitu : Hendaklah dia kalau berbicara dengan
orang lain tanpa suara merdu, dalam pengertian janganlah seorang wanita berbicara dengan orang lain sebagaimana dia berbicara dengan suaminya.
(Tafsir Ibnu Kathir 3/350)
6. Tidak Menyentuh dengan lawan Jenis.
Dari Maqil bin Yasar .a. berkata; Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik daripada menyentuh kaum wanita yang tidak halal baginnya.
(Hadis Hasan Thabrani dalam Mujam Kabir)
Dalam hadis ini terdapat ancaman keras terhadap orang- orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.
Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam saat-saat penting seperti membaiat dan lain-lainnya.
Dari Aishah berkata; Demi ALLAH, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat. (HR. Bukhari)
Inilah sebahagian etika pergaulan pria dan wanita selain mahram, yang mana apabila seseorang melanggar semuanya atau sebahagiannya saja akan menjadi dosa
zina baginya.
Sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah .a. dari Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya ALLAH menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya.
Zina mata dengan memandang, zina lisan dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan serta berangan- angan, lalu farji yang akan membenarkan atau mendustakan semuanya.
(HR. Bukhari, Muslim & Abu Daud)
Padahal ALLAH SWT telah melarang perbuatan zina dan segala sesuatu yang boleh mendekati kepada perbuatan zina.
Firman ALLAH :
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.
(al-Isra: 32)
Etika Memandang
1. Etika
memandang muhrim
2. Etika
memandang wanita yang dilamar
3. Etika
memandang isteri
4. Etika
memandang wanita asing (non-muhrim)
5. Etika
memandang sesama laki-laki
6. Etika
memandang sesama wanita
7. Etika
wanita kafir memandang wanita Muslim
8. Etika
memandang anak muda berusia tanggung
9. Etika
bagi wanita memandang laki-laki asing (non-muhrim)
10. Etika memandang aurat anak kecil
11. Kondisi-kondisi yan dibolehkan untuk melihat
12. Menjauhkan Anak dari Rangsangan-rangsangan
Seksual
Pertama,
hendaknya setiap muslim menjaga
pandangan matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain
hendaknya dihindarkan berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman
Allah berikut ini, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah
mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih baik bagi mereka…katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman; hendaklah
mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya…” (QS. 24: 30-31).
Awal
dorongan syahwat adalah dengan melihat. Maka jagalah kedua biji mata ini agar
terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai
Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram)
dengan pandangan lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi
tidak yang kedua!” (HR. Abu Daud).
Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga
auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami agar terhindar dari fitnah.
Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman, “…dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…” (QS. 24: 31).
Dalam
ayat lain Allah SWT berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu
dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah
mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. 33: 59)
Dalam
hal menjaga aurat, Nabi pun menegaskan sebuah tata krama yang harus
diperhatikan, beliau bersabda: “Tidak dibolehkan laki-laki melihat aurat
(kemaluan) laki-laki lain, begitu juga perempuan tidak boleh melihat kemaluan
perempuan lain. Dan tidak boleh laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam
satu kain, begitu juga seorang perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama
perempuan dalam satu kain.” (HR. Muslim)
Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat
mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya berkhalwat
(berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Nabi bersabda, “Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah berkhalwat dengan seorang
wanita (tanpa disertai mahramnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah
syaithan (HR. Ahmad).
Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara
berbicara yang bisa ‘membangkitkan selera’. Arahan mengenai hal ini kita
temukan dalam firman Allah, “Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah
seperti perempuan lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara hingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan
ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. 33: 31)
Berkaitan
dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang berbicara
dengan laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan lunak sebagaimana dia
berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan
lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw, “Sesungguhnya
aku tidak berjabatan tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i).
Dalam
keterangan lain disebutkan, “Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita
yang tidak halal baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal
ini dilakukan Nabi tentu saja untuk memberikan teladan kepada umatnya agar
melakukan tindakan preventif sebagai upaya penjagaan hati dari bisikan
syaithan. Wallahu a’lam.
Selain
dua hadits di atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini,
bekiau bersabda: “Seseorang dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan
jarum dari besi daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Thabrani).
Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat,
yakni berbaur antara pria dengan wanita dalam satu tempat. Hal ini
diungkapkan Abu Asied, “Rasulullah saw pernah keluar dari masjid dan pada
saat itu bercampur baur laki-laki dan wanita di jalan, maka beliau berkata:
“Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian bagian tengah jalan; bagian
kalian adalah pinggir jalan (HR. Abu Dawud).
Selain
itu Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua
wanita.” (HR. Abu Daud).
Dari
uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus menjaga
batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang tidak
diharapkan.
Tapi
nampaknya rambu-rambu pergaulan ini belum sepenuhnya difahami oleh sebagian
orang. Karena itu menjadi tanggung jawab kita menasehati mereka dengan baik.
Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita masing-masing.
Semoga
Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan tercela dan
perbuatan yang tidak terpuji. Amin.
Maraji:
Modul Paket
Studi Islam Khairu Ummah, Drs. Ahmad Yani, LPPD Khairu Ummah: Jakarta Pusat
Etika Islam, Miftah Faridl,
Pustaka: Bandung
Tarbiyatun
Nisa, Ishlah No.
2/Th. I/Syawal 1413 H
No comments:
Post a Comment