Sunday, September 27, 2015

DARI URANG AWAK ...TUNGKU TIGO SAJARANGAN,,M.RAKIB JAMARI SH.,M.Ag



TUNGKU TIGO SAJARANGAN


 M.Rakib Jamari Nan Tingga Di Riau

PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN HUKUM
Tiga landasan ilmu pengetahuan atau yang sering disebut dengan tiga tiang peyangga ilmu pengetahuan dalam kajian filsafat ilmu yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi atau teleologis. Ketiga unsur ini merupakan tolok ukur dalam membangun The Body of Knowledge.

Salah satu tiang penopang dalam bangunan ilmu pengetahuan adalah epistimologi. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Epistimologi merupakan teori pengetahuan yang diperoleh melalui proses metode keilmuan dan sah disebut sebagai keilmuan.

Dengan epistimologi maka hakikat keilmuan akan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan dengan sifat terbuka, dan menjunjung tinggi kebenaran di atas segala-galanya. Oleh sebab itu aliran yang berkembang dalam menopang konsep epistimologi menunjukkan koridor di atas seperti rasionalisme, empirisme, kritisme, positivisme, fenomenologi.

Konsep epistimologi secara eksplisit dapat dikaji dari penerapan metode ilmiah. Makna metode ilmiah dalam penerapan metodologis merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan yang baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada. Langkah-langkah semakin bervariasi dalam ilmu pengetahuan tergantung pada bidang spesialisasinya.

Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan :

a.    kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;
b.    menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut dan ;

c.    melakukan verfikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataan secara faktual.

Ketiga hal di atas secara akronim disebut dengan logico hypotetico verificative-deducto hypothetico verificative. Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empiris berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Verfikasi ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis (mungkin fakta menolak hipotesis). Demikian juga verifikasi faktual membuka diri atas kritik terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Kebenaran ilmiah dengan keterbukaan terhadap kebenaran baru mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya berulang berdasarkan cara berfikir kritis.

Dalam epistimologi terdapat asas moral yang secara implisit dan eksplisit masuk dalam logico hypotetico verificative-deducto hypothetico verificative yaitu bahwa dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual.
Dalam beberapa kajian filsafat ilmu, posisi epistimologi ini mempunyai standar pengujian yang kokoh karena didasari postulat value free. Konsep ini berbeda dengan ontologi dan aksiologi yang sangat rawan untuk disalahgunakan karena unsur subjektivitasnya sangat tinggi dalam dua bidang ini sehingga dilihat tidak bebas nilai.

Upaya melakukan kajian epistimologi dalam metode penelitian adalah pengeksplorasian konsep dasar yang menjadi blue print bagi pola pengembangan pembelajaran matakuliah ini. Pengeksplorasian ini dilakukan dengan tujuan ke depan terdapat upaya-upaya pemaduan atau integrasi epistimologi antara metodologi penelitian hukum dan metodologi penelitian hukum Islam sampai pada pembentukan prototipe metodologinya. Selanjutnya akan dihasilkan sebuah perpaduan yang komprehensif integral bagi perumusan awal substansi pembelajaran metode penelitian hukum yang diajarkan di Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah. Upaya pengembangan matakuliah tersebut sesuai dengan salah satu konsep startegi pengembangan ilmu yaitu ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling mempengaruhi untuk memberi kemungkinan bagi timbulnya gagasan-gagasan baru yang aktual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan sesuai dengan waktu dan keadaan (science for the sake human progres).

Metode penelitian hukum dan metode penelitian hukum Islam dalam proses aplikasi dan pengembangannya  mengalami berbagai pengaruh baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal misalnya terjadinya perluasan objek studi akibat perkembangan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat secara kultural, terjadi keharmonisan pemikiran tentang objek kajian yang mengakibatkan terjadinya modifikasi substansi pembelajaran, hasil-hasil penelitian yang berpengaruh pada proses pembelajaran dan sebagainya. Secara eksternal hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktural dan sistem legislasi, tuntutan masyarakat akan kebutuhan prototipe sarjana hukum Islam, tuntutan para pengguna lulusan (stake holders) dan sebagainya.

Dalam perkembangan metodologi penelitian hukum dan metodologi penelitian hukum Islam mengalami pengaruh pula dari perkembangan metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial. Hal itu disadari sepenuhnya karena ranah penelitian dari metodologi penelitian hukum dan metodologi penelitian hukum Islam berinduk pada ranah makro dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Keterkaitan tersebut dapat ditelusuri dari paradigma epistimologi dalam metodologi seperti : positivisme logis (M.Schlick, 1882-1936) ; rasionalisme kritis (K.R.Popper 1906-1994) ; empirisme analitis (A.D.De Groot, 1975) ; hermeneutika (Wilhelm Dilthey 1833-1911 diteruskan oleh K.Opel dan J.Habermas) ; konstruktivisme kritis ( oleh JJJ.Wuisman). Masing-masing aliran ini mempunyai konsekuensi keilmiahan yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan ini akan terlihat kecenderungan mana dari isme ini yang dianut oleh perkembangan metodologi penelitian hukum dan metodologi penelitian hukum Islam. Guba dan Egon mengkaji aspek epistimologi paradigma ilmu dari positivisme, postpositivisme, critical theory, dan konstruktivisme.

Pemikiran dan penerapan metodologi penelitian hukum yang berkembang di Indonesia dapat dilihat dari konsep maupun aplikasi  penelitian dalam struktur diskursus. Terlihat jelas, uraian metodologi sangat dipengaruhi oleh pandangan filsafat yang dianut. Pandangan filsafat ini dapat ditelusuri dari terdapatnya “benang merah” yang secara konsisten terlihat dalam uraian teknis operasional bentuk metodologi penelitian hukum yang dianut oleh peers group. Secara makro dapat hukum yaitu metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian yuridis sosiologis.dirumpunkan dalam dua kategori besar tentang cara pandang dalam metode penelitian.

Penelitian hukum normatif adalah alur sejarah yang mengawali penelitian hukum dan tetap konsisten mempertahankan “kenormatifannya” sebagai aras dan tujuan penelitian hukum. Di luar ini bukan penelitian hukum. Sebagai bentuk “klasik” dari penelitian hukum, hal ini tercermin dari tokoh-tokoh yang menganutnya termasuk modifikasi-modifikasi yang dilakukan. Modifikasi yang dibangun dari kerangka dasar penelitian tetap berbentuk normatif, karena sama sekali melepaskan diri dari anasir eksternal dan bersifat esoterik. Sebutlah tokoh-tokoh besar seperti : Hans Kalsen, H.L.Hart, John Austin maupun Rudolf von Jhering seperti yang terurai pada Bab terdahulu.
Penelitian yuridis sosiologis, merupakan bentuk penelitian hukum yang “membuka diri “ atas perubahan-perubahan sosial khususnya perkembangan penelitian ilmu-ilmu sosial. Filsafat yang dibangun atas kontribusi perkembangan ilmu di luar hukum seperti sosiologi, antropologi, public policy dan sebagainya yang memberikan “warna dinamis” pada pola penjabaran penelitian. Tokoh yang berpengaruh pada aras penelitian ini, sebutlah F.Savigny, Donald Black, Eugen Erlich, Adam Podgorecki sampai Roberto Mangaibera Unger dengan “The Critical Legal Studies Movement”.
Di Indonesia, pola pemahaman dan penerapan metodologi penelitian hukum berkembang atas kajian mendalam dan modifikasi yang dinamis para tokohnya. Setiap tokoh mempunyai bentuk pemaknaan terhadap pola-pola yang berkembang dalam menyusun metodologi penelitian hukum. Sebutlah tokoh-tokoh seperti : Soerjono Soekanto, Ronny Hanitijo Soemitro, Sunaryati Hartono, Maria SW Soemardjono sampai Soetandyo Wigjosoebroto. Pemikiran para tokoh ini berkembang dalam wacana literature dan pendidikan hukum di Indonesia.
Perkembangan yang tidak dinafikan dalam koridor penelitian hukum adalah dilakukannya eksplorasi yang tiada henti oleh kaum ilmuwan hukum maupun kaum ilmuan sosial pemerhati metode penelitian hukum untuk melakukan berbagai penelaahan dan pelebaran wawasan metode penelitian hukum dengan “mengakses” perkembangan penelitian ilmu-ilmu sosial. Termasuk didalamnya paradigma penelitian ilmu-ilmu sosial dan teknis operasionalnya menjadi pemaduan yang menarik dalam kajian penelitian ilmu hukum. Perkembangan ini berjalan pesat terutama pada penelitian yuridis sosiologis.
Sedemikian lajunya perjalanan metodologi penelitian ilmu hukum yang “diwarnai” oleh perkembangan metodologi penelitian secara interdisipliner dan multidisipliner tersebut mengakibatkan “keprihatinan” yang mendalam Ibu Sunaryati Hartono dengan menulis makalah di tahun 1984 dengan judul “Kembali Ke Metode Penelitian Hukum”. Alasan yang mendasar yang beliau sampaikan adalah peneliti hukum yang terlalu “asyik” dengan metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial pada akhirnya meninggalkan aspek “normatif” dari metodologi penelitian hukum. Padahal disadari metodologi penelitian hukum tidak boleh meninggalkan aspek normatif, karena hal itu merupakan ciri dari metodologi penelitian hukum.
Keprihatinan tersebut membawa kesadaran bahwa sejauh apapun penggunaan metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial sebagai “alat atau pisau analisis” pada hakekatnya membantu peneliti untuk mengungkapkan “fenomena sosial” dari tineliti agar “bekerjanya hukum dalam masyarakat” dapat dideskripsikan secara utuh mendekati realitas sosial yang terjadi.
“Keberanian” untuk mengungkapkan penemuan dalam upaya pemaduan konsep dasar metodologi penelitian hukum dengan metodologi penelitian sosial yang diposisikan sebagai “pelengkap” oleh peneliti hukum dituntun oleh dasar-dasar argumentasi yang rasional empirik sehingga tingkat kepercayaan peers group dapat memahami.
Salah satu cara untuk mengetahui perkembangan metodologi penelitian hukum adalah dengan menelusuri alur pemikiran metodologi penelitian hukum dapat dibagi dalam dua hal yang mendasar yaitu :
a. Jurisprudential Model yang mengedepankan aspek-aspek : rules, logic, universal, participant, practical, and decesion.
b. Sociological Model yang mengedepankan aspek-aspek : social structure, behaviour, variable, observer, scientific and explanation.
Kedua model di atas yang merupakan pola pengembangan dari two models of law dari Donald Black (1989), yang melihat persoalan pengembangan dan pembagian model hukum dengan menitiberatkan pada : focus, process, scope, perspective, purpose dan goal.


No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook