KARENA SANGAT RAHASIA
BERBISIK TANDA KEAKRABAN
By M.Rakib Jamari, S.H.,M.Ag. 2015
Yaitu dua orang yang berbicara dengan sangat rahasia. Juga
termasuk kategori ini adalah jika dua orang berbicara dengan bahasa yang tidak
difahami oleh oleh orang ketiga.
Allah ta'ala berfirman (QS.Al-Mujadalah : 10)
(1606)[1] وَعَنِ ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِِذََا
كَانُوا ثَلَاثَةٌ فَلَايَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِث". متفق عليه.
(1606) Dari Ibnu Umar Radhiyallahu
Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
"Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di atara mereka itu
berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga. (HR.Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan ia menambahkan bahwasanya Abu
Shalih bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimana kalau ada empat orang ?"
Ibnu Umar menjawab, "Tidak apa-apa". Di dalam kitab Al-Muwattha, Imam
Malik meriwayatkan hadits ini Abdullah Bin Dinar yang mana ia berkata,
"Saya bersama-sama dengan Ibnu Umar berada di rumah Khalid bin Ukbah yang
sedang berada di pasar, kemudian ada orang yang bermaksud untuk berbisik-bisik
dengannya dan tidak ada seorang pun di dekat Ibnu Umar kecuali saya. Ibnu Umar
lantas memanggil orang lain sehingga kami cukup berempat. Ibnu Umar berkata
kepada saya dan kepada orang ketiga yang dipanggilnya itu, "Silahkan
kalian menyisih sebentar karena saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda, "Janganlah ada dua orang berbisik-bisik
tanpa menyertakan satu orang yang lain".
(1607)[2] وَعَنِ ابنِ مَسعُودٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ : إِذَاكُنْتُمْ
ثَلَاثَة فَلَا يَتنََاجَى اثْنَانِ دُونَ الآخَرَحَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ،
مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُخْزِنُهُ. متفق عليه.
(1607) Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu
Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
"Apabila kalian bertiga maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa
menyertakan yang lain sehingga kalian berkumpul dengan orang banyak. Karena
yang demikian bisa menyebabkan orang yang tidak terlibat menjadi sedih".
(HR.Bukhari dan Muslim).
PENJELASAN.
Di antara adab yang ditekankan oleh Islam adalah seperti yang disingung oleh
An-Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya "Riyadhusshalihin" pada bab
tentang larangan dua orang berbisik-bisik tanpa keikutsertaan orang ke tiga.
Beliau berhujjah dengan firman Allah ta'ala (QS.Al-Mujadalah : 10). Yakni,
berbisik-bisik berasal dari Setan. Allah ta'ala menjelaskan apa yang
dikehendaki oleh setan dengan bisik-bisik itu, firman-Nya (QS.Al-Mujadalah :
10). Jika orang-orang mukmin melewati orang-orang musyrik maka mereka langsung
berbisik-bisik, yakni berbicara dengan sangat rahasia, dengan tujuan agar orang
mukmin merasa sedih dan berkata dalam hati bahwa mereka (orang-orang kafir)
hendak berbuat jelek terhadap kita atau ungkapan serupa. Itu karena musuh-musuh
orang mukmin dari kalangan orang munafik dan orang kafir selalu berusaha dengan
berbagai hal yang dapat menyakiti dan membuat mereka sedih, Karena hal
demikianlah yang dikehendaki oleh setan dari para musuh-musuh Allah ta'ala itu.
Maksudnya, mereka menghendaki agar orang-orang mukmin selalu bersedih. Terhadap
orang-orang yang demikian dan kepada para wali-Nya Allah brfirman, "Dan
mereka tidaklah bisa memberi mereka mudharot kecuali jika Allah
menghendaki". Jadi siapa pun yang bertawakkal kepada Allah ta'ala maka
tiada seorang pun yang bisa membahayakanya, sebagaimana yang disampaikan
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu
Anhu, "Ketahuilah bahwa jika semua manusia bersatu untuk memberimu manfaat
maka pasti mereka tidak mampu memberikan manfaat kepadamu kecuali sesuai dengan
apa yang telah ditentukan Allah ta'ala". jadi mereka berbisik-bisik dengan
maksud orang mukmin merasa sedih.
Kemudian beliau menyebutkan kedua hadits Ibnu Umar dan hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu
Anhum dalam kategori ini. Dan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam melarang dua orang berbisik tanpa keikutsertaan pihak ke tiga.
Maksudnya jika mereka bertiga maka tidak dihalalka bagi dua orang untuk
berbisik-bisik tanpa mengikutkan orang yang ke tig, karena yang ketiga akan
bersedih dan berkata dalam hati, kenapa mereka tidak mengajak saya berbicara.
Ini jika ia berperasangka baik kepada ke duanya. Bisa jadi ia berperasangka
jelek terhadap keduanya. Tetapi jika ia berperasangka baik kepada keduanya maka
ia akan berkata dalam hati, "kenapa saya tidak berharga sekali ? mereka
berdua berbisik-bisik tanpa mengikutkan aku ? karenanya Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam melarang perbuatan demikian dan tidak ada keraguan bahwa
itu termasuk dalam kategori adab.
Jika ada yang mengatakan, "Jika ada hal penting yang hendak saya sampaikan
kepada sahabat saya, sementara saya ingin agar tidak ada yang mengetahui
masalah itu kecuali kami berdua. Masalah khusus ?. Kami mengatakan, "Silahkan
melakukan seperti apa yang pernah dilakukan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu
Anhum, panggil satu orang lain agar kalian cukup berapa ? Empat. Lalu dua orang
bisa berbisik, sedang yang lain bisa saling berbicara sebagaimana yang
dilakukan Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, juga sebagaimana yang ditunjukkan oleh
hadits "Hingga kalian bergabung bersama orang banyak", pada hadits
Ibnu Mas'ud. Jika mereka berdua tela bergabung dengan orang banyak maka tidak
ada masalah lagi, juga bisikan antara dua orang tanpa keterlibatan orang ke
tiga. Jika mereka bertiga, sedang dua orang diantara mereka bisa berbahasa
asing, sedang yang ke tiga tidak bisa. Lalu kedua orang tadi berbicara dengan
bahasa mereka berdua, sedang yang ketiga hanya mendengar dan tidak memahami apa
yang sedang mereka bicarakan maka ini sama saja dengan yang pertama, karena itu
bisa membuatnya sedih. Kenapa mereka berdua membiarkan aku dan berbicara sesama
mereka saja ? atau bisa jadi ia berpersangka jelek terhadap keduanya,
misalnya ada seseorang yang berbicara dengan orang lain dengan bahasa inggris,
sedang yang ke tiga tidak memahaminya maka ini sama bentuknya dengan dua orang
yang sedang berbisik-bisik itu. Yang mana dengan mengeraskan suara tentu
tidaklah bermakna apa-apa, maka itu terlarang pula. Jika ada yang
mengatakan, "Bagaimana jika ia punya kepentingan pada saudaranya ? Kami
jawab, "Hendaknya ia melakukan seperti apa yang pernah dilakukan oleh Ibnu
Umar. Kalau tidak ada kemungkinan dan tida ada seorang pun yang mendatangi
mereka maka ia hendaknya minta izin kepadanya. Misalnya mereka berdua
mengatakan, "Apa Anda bisa mengizinkan kami berbicara sebentar ? Jika ia
memberikan izin untuk mereka maka itu hak mereka. Ketika itu, ia tidak lagi
merasa sedih dan tidak lagi memperhatikan pembicaraan yang terjadi. Walahu
Al-Muwaffaq.
LARANGAN
MENYIKSA BUDAK, BINATANG, ISTRI, DAN ANAK TANPA ADANYA SEBAB SYAR'I ATAU LEBIH
DARI BATASAN ADAB.
Allah ta'ala berfirman (QS.An-Nisaa' : 36)
(1608)[3] وَعَنِ ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنه
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلّمَ قَالَ : عُذِّبَتْ اِمْرَأَةٌ
فِي هِرَّةٍحَبَسَتهَا حَتَّى مَاتَت، فَدَخَلَت فِيهَا النَّارَ، لَاهِيَ
أَطْعَمَتهَاوَسَقَتهَا إِذْهِيَ حََبَسَتهَا، وَلاَهِيَ تَرَكَتْهَاتَأكُلُ مِن
خَشَاشِ الأَرْضِ". متفق عليه.
(1608) Dari Ibnu Umar Radhiyallahu
Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
"Ada seorang perempuan masuk neraka karena kucing. Ia mengurung kucing itu
hingga mati. Perempuan tersebut tidak memberi makan dan minum kepada kucing
tadi, padahal ia telah mengurungnya, dan ia tidak melepaskannya agar ia mencari
serangga atau binatang kecil lainnya yang ada di bumi ini agar dia
memakannya.(HR.Bukhari dan Muslim).
(1609)[4] وعنه أنه مَرَّبِفِتْيَانٍ مِنْ قُرَيشٍ
قَد نَصَبُوا طَيْرًا وَهُمْ يَرْمُونَهُ، وَقَدْ جَعَلُوا لَِصَاحِبِ
الطَّيرِكُلَّ خَاطِئَةٍ مٍن نُبُلِهِم، فَلَمَّا رَأَوا بْنَ عُمَرَ تَفَرَّقُوا،
فَقَالَ بنُ عُمَر : مَنْ فَعَلَ هَذَا ؟ لَعَنَ اللهُ مَن فَعَلَ هَذَا، إِنَّ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ مَنِ اتَّخَذَ شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ
غَرَضَا. متفق عليه.
(1609) Dari Ibnu Umar bahwasanya ia
bertemu dengan pemuda-pemuda Quraisy yang sedang memasang burung untuk
dijadikan sasaran panah, tetapi semua anak panahnya tidak ada yang tepat sasaran.
Ketika mereka melihat Ibnu Umar, mereka berpencar. Kemudian Ibnu Umar berkata,
"Siapa yang berbuat seperti ini ? Allah ta'ala mengutuk orang yang
melakukan perbuatan seperti ini. Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam mengutuk orang yang menggunakan sesuatu yang bernyawa untuk
dijadikan sasaran". (HR.Bukhari dan Muslim).
(1610)[5] وَعَن أَنَسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنءهُ قَالَ : نَهَي رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ تُصْبَرَ
البَهَائِمِ. متفق عليه.
(1610) Dari Anas Radhiyallahu Anhu,
ia mengatakan, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang mengurung
binatang hingga mati".(HR.Bukhari dan Muslim).
(1611)[6] وَعَن أَبِي عَلِي سُوَيدِ بنِ
مَقرِنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : لَقَدْ رَأَيتَنِي سَابِعَ سَبعَةٍ مِن بَنِي
مَقرِنٍ مَالَنَا خَادِمٌ إِلَّاوَاحِدَة لَطَمَهَا أَصْغَرُنَا، فََأَمَرنَا
رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ َنَعْتِقَهَا. رواه مسلم.
(1611) Dari Abu Ali Suwaid Bin Muqarrin
Radhiyallahu Anhu ia berekata, "Sebagaimana Anda ketahui bahwa saya
adalah anak ketujuh dari tijuh orang bersaudara dari putra Muqarrin. Kami hanya
mempunyai seorang budak. Suatu ketika adik kami menampar budak itu, lalu
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh kami untuk
memerdekakannya". (HR.Muslim).
PENJELASAN.
Bab ini disebutkan oleh penulis Rahimahullah pada kitabnya Riyadhu
As-Shalihin. Larangan untuk menyiksa binatang, anak-anak, dan orang tua serta
orang yang berada di bawah perwalianmu. Haram bagi Anda untuk menyakitinya
dengan pukulan atau dengan yang lainnya, kecuali dengan alasan yang syar'I.
kemudian beliau berhujjah dengan firman Allah ta'ala (QS.An-Nisaa' : 36) mereka
semua itu adalah para pemilik hak {dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapamu}
dia berdualah orang yang paling
besar haknya bagimu, Ibu dan Bapak {karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga
yang dekat} Al-Qurbaa' yakni kaum kerabat dari fihak istri atau dari
fihak bapa. Sedang Al-Yatama adalah anak-anak kecil yang telah meninggal
ayahnya Al-Masakiin adalah orang-orang fakir, waljari zilqurbaa adalah
tetangga dekat, waljaril junub adalah tetangga jauh, wasshahibi bil
janbi, ada yang mengatakan itu adala istri, adapula yang mengatakan itu
adalah teman seperjalanan. {dan hamba sahayamu}. Ini adalah syahid (pembenaran).
Maksudnya, apa-apa yang kalian miliki, baik berupa budak maupun hewan
peliharaan. Manusia dituntut untuk berlaku baik kepada mereka. Jika itu adalah
anak cucu adam berupa budak maka ia harus memberinya makan sesuai dengan makanan
yang mereka makan, memberikan pakaian yang sama dengan apa yang mereka pakai,
menenmpatkan mereka pada tempat yang layak dan tidak menugaskan mereka dengan
tugas yang diluar kesanggupan mereka. Kemudian beliau menyebutkan hadits Ibnu
Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa ada seorang wanita masuk neraka karena
kucing yang mereka tahan. Al-Hirrah adalah kucing. Ia menahannya dan
tidak memberikan air dan makanan kepadanya hingga ia mati, lalu ia masuk neraka
gara-gara kucing itu dan disiksa karenanya. Wal'iyazu Billah. Padahal ia hanya
seekor kucing yang tidak memiliki harga apa-apa. Hanya saja ia menyiksanya
dengan siksaan yang sedemikian rupa. Ia menahannya hingga meninggal dalam
keadaan lapar. Bisa dipahami dari hadits ini bahwa jika seAndainya kita memberinya
minum dan makanan yang cukup, maka tidak ada maslah. Termasuk dalam kategori
ini, burung-burung yang sedang disimpan dalam sangkarnya. Jika kita memberinya
makanan dan minuman dan tidak lupa memberikannya dan menjauhkannya dari tempat
yang panas dan dingin maka tidak ada masalah. Tapi jika ia teledor dan ia
meninggal maka ia akan disiksa karenanya. Wal'iyazu Billah. Sebagaimana wanita
ini disiksa karena kucing yang ditahan olehnya. Ini menunjukkan bahwa manusia
selayaknya selalu memperhatikan apa yang ada dibawah tanggungannya, seperti
hewan peliharaan. Adapun manusia, tentu ia lebih utama dan lebih harus
didahulukan, karena lebih berhak untuk dimuliakan.
Adapun hadits kedua bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma melewati dua
orang pemuda dari suku quraisy yang mana keduanya menjadikan burung sebagai
sasaran memanah untuk mengetahui siapa diantara keduany yang paling tepat
sasaran. Ketika mereka melihat Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma
maka ia lari berpencar menghindarinya. Kemudian ia mengatakan, "Apa ini
?" mereka lalu memberi tahu umar. Ia berkata, "Allah ta'ala melaknat
orang yang berbuat demikian, Allah ta'ala melaknat orang yang berbuat
demikian. Ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang memiliki nyawa sebagai sasaran. Ini
karana merasakan kesakitan sebab ada yang memanah sayapnya, ada yang memanah
dadanya, ada yang memanah punggungnya dan ada juga memanah kepalanya sehingga
ia merasakan sakit. Karena itulah Rasullah melaknat orang yang menjadikan
burung yang masih bernyawa sebagai sasaran. Aadapun setelah mati maka ia tidak
lagi merasakan apa-apa. Demikian pula hadits setelahnya bahwa Rasullah melarang
membunuh hewan dengan cara ditahan, maksudnya ditahan kemudian dibunuh. Hal ini
tidak boleh. Juga karena jika ia menahannya berarti ia bisa menyembelihnya maka
tidak boleh dipanah. Jika dipanah maka ia menyakitinya dari salah satu sisi dan
dari sisi yang lain ia menghilangkan fungsinya sebagai harta. Walahu
Al-Muwaffiq.
(1612)[7] وعن أبي مسعود البدري رضي الله عنه
قال : كُنتُ أَضْرِبُ غُلَامًا لِي بِالسَّوْطِ، فَسَمِعتُ صَوتًا مِنْ خَلْفِي :
"اِعْلَمْ أَبَا مَسْعُود" فَلَم أَفهَم الصَوتَ مِنَ الغَضَبِ.
فَلَّمَا دَنَي مِنِي إِذَ هُوَ رَسُولُ اللهَ صلى الله عليه وسلم فَإِذَا هُوَ يَقُولُ
: اِعْلَمْ أَبَا مَسْعُود أَنَّ اللهَ أَقْدَرُ عَلَيكَ مِنكَ عَلَى هَذَا
الغُلَامِ" فقلت : لَاأَضْرِبُ مَمْلُوكًا بًعْدَهٌ أََبَدًا". وفي
رواية : فسقط السوط من يدي من هيبته.
وفي رواية : فقلت : يا رسول الله هُوَ حُرٌّ لَوَجْهِ اللهِ تََعَالَى، فَقَالَ :
"أَمَا لَوْلَمْ تَفْعَل، لَلَفَحَتْكَ النَّارُ أَوْ لَمَسَتْكَ
النَّارُ". رواه مسلم.
(1612) Dari Abu Mas'ud Al-Badari Radhiyallahu
Anhu berkata, "Ketika saya memukul budakku dengan cambuk, saya
mendengar ada suara dari arah belakang, "ketahuilah wahai Abu Mas'ud"
karena sedang marah maka saya tidak mengetahui suara sipakah itu. Setelah ia
mendekat maka ternyata suara itu adalah suara Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, "ketahuilah wahai Abu
Mas'ud bahwa Allah lebih kuasa untuk menyiksa kamu dibanding kemampuanmu
menyiksa budak itu". kemudian saya berkata, "saya tidak akan memukul
budak setelah ini selama-lamanya".
Pada riwayat yang lain dikatakan, "Kemudian jatuhlah cambuk itu dari
tanganku karena wibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam".
Pada riwayat yang lain dikatakan, "Kemudian saya berkata, "Wahai
Rasulullah, budak ini saya bebaskan karena Allah ta'ala". Beliau lantas
bersabda, "SeAndainya kamu tidak segera membebaskannya maka kamu akan
disiksa atau dibakar oleh api neraka" (HR.Muslim).
(1613)[8] وَعَن ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنهُ
أَنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "مَنْ ضَرَبَ
غُلَامًا لَهُ حَدًّا لَمْ يَأْتِهِ أَوْ لَطَمَهُ فَإِنَّ كَفَّارَتَهُ أَنْ
يَعْتِقَهُ". رواه مسلم.
(1613) Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda, "Barang siapa yang memukul budaknya sebagai hukuman
atas pekerjaannya atau barang siapa yang menamparnya maka tebusannya adalah
memerdekakannya dari status sebagai budak". (HR.Muslim).
(1614) [9] وَعَنْ هِشَامِ بن حَكِيمِ بنِ حِزَامِ رضي الله عنه أَنَّهُ
مَرَّ بِالشَّامِ عَلَى أُنَاسٍ مِنَ الْأَنْبَاطِ، وَقَدْ أُقِيمُوا فِي
الشَّمْسِ وَصُبَّ عَلَى رُؤُوسِهِمُ الزَّيْتُ، فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قيل :
يُعَذَّبُونَ فِي اْلخَرَاجِ، وفي رواية : حُبِسُوا فِي الجِزْيَةِ. فقال هشام :
أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إِنَّ اللهَ
يُعَذِّبُونَ الَّلذِينَ يُعَذِّبُونَ النَّاسَِ فِي الدُّنْيَا". فَدَخَلَ
عَلَى الأَمِيرِ فَحَدَّثَهُ فَأمَرَ بِهِمْ فَخُلُّوا. رواه مسلم.
(1614) Dari Hisyam bin Hakim bin Hizam bahwasanya ketika ia
sedang berjalan di Syam, ia menyaksikan ada beberapa orang petani yang sedang
dijemur di bawah terik matahari sedang minyak dituangkan di atas kepala mereka.
Kemudian Hisyam berkata, "kenapa mereka diperlakukan seperti itu ?"
ada yang menjawab, "mereka disiksa karena tidak mau mambayar pajak".
Pada riwayat yang lain dikatakan, "Mereka ditawan karena mereka tidak mau
membayar pajak". Kemudian Hisyam berkata, "saya bersaksi bahwa saya
pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
"Sungguh Allah ta'ala akan menyiksa orang-orang yang menyiksa sesama
manusia di dunia ini". Hisyam kemudian masuk ke rumah gubernur dan
membicarakan apa yang telah terjadi dan memerintahkan agar mereka segera
dilepaskan, maka mereka pun dilepaskan semuanya". (HR.Muslim)
(1615) [10]وعن بن عباس رضي الله عنه قال : رَأَى
رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم حِمَارًامَوْسُومَ الوَجْهِ فَأَنْكَرَذلَكِ
َفَقَالَ : وَاللهِ لَاأَسِمُهُ إِلَّاأَقْصَى شَيْئٍ مِنَ الوَجْهِ".
وَأَمَرَ بِحِمَارِهِ فَكَوَي فِي جَاعِرَتَيهِ فَهُوَأَوَّلُ مَنْ كَوى
الجَاعِرَتَينِ. رواه مسلم.
(1615) Dari Ibnu Abbas ia berekata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam melihat ada seekor keledai yang telah dicap mukanya, maka
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak senang melihat hal seperti
itu, kemudian beliau bersabda, "Demi Allah ! Aku tidak akan memberikan cap
suatu apa pun pada muka binatang". Beliau lalu memerintahkan agar
keledainya diberi cap pada kedua pantatnya. Dialah orang pertama yang memberi
cap pada kedua pantat bintang peliharaannya". (HR.Muslim).
(1616) [11] وعنه أن النبي صلى الله عليه وسلم مر
عليه حمارقدوسم في وجهه فقال : "لَعَنَ اللهُ الَّذِي وَسَمَهُ". رواه
مسلم. وفيرواية لمسلم أيضا : نَهَى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم عَنِ
الضَّرْبِ فِي الوَجْهِ وَعَنِ الوَسْمِ فِي الوَجْهِ.
(1616) Dari Ibnu Abbas bahwasanya suatu ketika ada seekor
keledai yang ada cap di mukanya berlalu dihadapan Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam, lalu beliau bersabda, "Allah melaknat orang yang
memberi cap pada muka keledai itu". (HR.Muslim) Pada riwayat Muslim yang
lain pula dikatakan, "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
melarang untuk memukul bintang pada bagian mukanya dan melarang untuk memberi
cap pada mukanya".
PENJELASAN.
Hadits-hadits yang dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya
"Riyadhusshalihin" pada bab larangan menyiksa hewan, budak dan
anak-anak dan lain-lain yang sedang dididik oleh manusia. Hal itu karena maksud
dari pendidikan adalah untuk memperbaiki. Sementara menyakiti bukanlah
merupakan tujuan mendidik itu sendiri. Karena itulah manusia tidak
diperbolehkan memukul anak-anak, selama masih bisa didik dengan selain pukulan.
Jika adab yang baik itu tidak terwujud kecuali dengan pukulan maka ia boleh
memukunya. Jika ia memukul maka pukulan itu tidak boleh mengakibatkan memar.
Ingatlah firman Allah ta'ala pada surat An-Nisaa' (Qs.An-Nisaa' : 34). Allah
ta'ala menjadikan pukulan pada fase ketiga. Sedang tujuan dari pukulan adalah
untuk mendidik dan tidak sampai pada tarap menyakitkan.
Penulis menyebutkan beberapa hadits, diantaranya hadits Abu Mas'ud Al-Badari
Radhiyallahu Anhu bahwasanya ia pernah memukul budaknya lalu ia mendengar suara
dari belakang yang berbunyi, "Wahai Abu Mas'ud" ia tidak memahami
suara itu karena sangat marah. Tiba-tiba yang berbicara itu adalah Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu beliau bersabda "Tidakkah engkau
mengetahui wahai Abu Mas'ud bahwa Allah lebih kuasa untuk menyiksa kamu
dibanding kemampuanmu untuk menyiksa budak itu?". Yakni ingatlah kekuasaan
Allah atas dirimu. Karena Ia lebih berkuasa atas dirimu dibanding kekuasanmu
terhadap budak itu. Dan kepada perbuatan demikianlah Allah ta'ala memberikan
isyarat (QS.An-Nisaa' : 34) ketika ia melihat bahwa ia adalah Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam dan beliau menyebutkan nasehat bahwa Allah ta'ala maha
kuasa atasnya dibanding kekuasaannya untuk menyiksa budak itu maka jatuhlah
tongkat dari tangannya karena pengaruh wibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam kemudian ia memerdekakan budak itu. Ia memerdekakannya. Ini
menunjukkan bagusnya pemahaman Abu Mas'ud Radhiyallahu Anhu. Karena
Allah ta'ala mengatakan (QS.Huud : 114) sebagai ganti dari siksannya kepada
budak iru maka ia berbuat baik kepadanya dengan memerdekakannya. Karena itulah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh perbuatan demikian bahwa
barang siapa yang memukul budaknya atau menamparnya maka kaffaratnya
adalah ia harus memerdekakannya. Karena kebaikan akan menghapuskan kejelekan.
Kemudian ia menyebutkan hadits Hisyam bin Hakim Radhiyallahu Anhu pada
kisah tentang oang-orang yang ditahan karena tidak membayar pajak. Orang-orang
yang ditahan karena tidak membayar pajak disebut Al-Anmat. Mereka
disebut Al-Anmat karena mereka mengeluarkan air. Mereka itulah para petani di
negeri syam. Mereka memiliki kewajiban membayar pajak dan nampaknya mereka
belum membayarnya. Maka gubernur memberikan sangsi besar itu. Ia menjemurya di
bawah terik matahari dan menyiram kepala mereka dengan minyak, karena minyak
akan terasa makin panas jika terkena sinar matahari. Ini adalah bentuk
penyiksaan yang menyakitkan. Hisyam Radhiyallahu Anhu lalu masuk menemui
Amirul Mukminin dan memberikan masukan hingga mereka semua dibebaskan. Di sini
terdapat nuansa keindahan hidup para salafusshalih dalam memberikan nasehat
kepada pemerintah. Mereka mendatangi pemerintah dan memberi mereka nasehat.
Jika mereka mendapatkan hidayah maka memang itulah yang dituntut dan jika tidak
mendapatkan hidayah maka sang pembari nasehat telah bebas tanggung jawab. Kini tanggung
jawab tetap berada pada pemerintah. Hanya saja pemerintah yang takut kepada
Allah ta'ala jika diingtakan dengan ayat-ayat Allah maka maka mereka tidaklah
seperti layaknya orang-orang buta dan tuli. Sang pejabat tadi mendapatkan
kesadaran dan memrintahkan agar mereka dibebaskan. itu menunjukkan bahwa
penyiksaan yang sampai pada tingkat demikian tidaklah diperbolehkan.
No comments:
Post a Comment