Thursday, September 10, 2015

KRITIK BUKU JAKARTA BERKARAKTER



KRITIK BUKU JAKARTA BERKARAKTER

 


M .RAKIB  PEKANBARU RIAU
 INDONESIA     2015


Selanjutnya kritik terhadap hal 10 buku tersebut mengulas soal agama:

"Agama hanyalah ekspresi keputusasaan jiwa manusia saat tidak bisa menghadapi kerasnya kehidupan dan Tuhan adalah hasil ilusi manusia akibat ketertekanan jiwa manusia."
KRITIK BUKU JAKARTA BERKARAKTER
Penjelasan dari kutipan tersebut didapat dari pemikiran Sigmund Freud, seorang ahli psiko analisa menyatakan bahwa agama merupakan hasil produksi alam bawah sadar manusia dan bukanlah merupakan wujud dalam alam nyata.
Masih di halaman yang sama, buku tersebut kembali memaparkan:
"Agama hanya membawa manusia kepada penderitaan hidup karena agama senantiasa mengakibatkan munculnya peperangan dan menjadikan penganutnya yang taat sebagai teroris"
       Filsafat Yang Menolak Adanya Tuhan. Nietzsche ingin melepaskan manusia dari belenggu dogma-dogma agama yang membelenggu eksistensi manusia pada saat itu, karena dia belum mengenal Islam sebagai agama kebahagiaan, agama yang sangat damai.
Nietzsche tidak suka  terhadap para filsuf setelah Sokrates misalnya saja Plato yang telah memberikan pemikirannya kepada filsuf-filsuf sesudahnya dengan gagasan transendentalnya yang bermuara pada pembentukan pandangan metafisika Barat yang kemudian dibungkus dalam tradisi kristenitas. Plato membagi bahwa dunia ini terdiri dari dua, yaitu dunia ide dan dunia inderawi. Dalam alam inderawi, manusia hanya bisa mengetahui apa-apa yang dapat ditangkap oleh indera, sedangkan dunia ide merupakan dunia yang dpikirkan oleh manusia dengan rasionalitasnya. Pencapaian ide dan kebijaksanaan hanya bisa dilakukan oleh para filsuf. Karena hal ini maka manusia mencari pengetahuan yang dianggap mereka itu benar. Bukan seperti yang didogmakan oleh gereja.
       Kant dengan statementnya menyatakan bahwa suatu hal yang nyata itu berada dalam noumena, yaitu kebenaran berada dalam benda itu sendiri, manusia hanya bisa melhat fenomenanya saja. Fenomena tidak bisa menghadirkan benda dalam kebendaannya (das Ding an sich). Doktrin ini membuat Nietzsche memberontak. Dia mengatakan bahwa kebenaran itu tampak seperti apa yang dilihat manusia, dia menolak pandangan Kant mengenai hal ini. Atas dasar inilah manusia tidak dapat bebas karena harus terkekang oleh dogmatisme gereja. Nietzsche juga menolak mengenai rasionalitas atau moral dari pendapat Kant.
Nietzsche memutuskan klaim kebenaran yang absolut. Karena dengan adanya dogma manusia menjadi sengsara. Manusia tidak dapat bereksistensi. Manusia tak berdaya kerena harus mengikuti dogma-dogma gereja yang mana itu sungguh tidak rasional menurut mereka. Akhirnya, Nietzsche dengan tegas menolak adanya Tuhan, manusia harus bebas tanpa terikat dengan aturan-aturan Tuhan yang dalam anggapannya tidak rasional. Dogma itu telah membuat manusia menjadi sengsara. Pada saat itu, agama kristen menjadi agama yang dianggap menjadi penyebabnya. Manusia dianggap Nietzsche telah ditip melalui dogama-dogma saat itu. Manusia harus bisa menciptakan hal yang nihil. Manusia harus bisa membunuh Tuhan. Denagn membunuh Tuhan maka manusia akan merdeka dan bebas dari dogma. Kematian Tuhan adalah suatu pilihan ang tepat bagi umat manusia. Nietzsche sanagt menolak ajaran agama kristen. Manusia telah terjebak dlam agama.
Hegel pada saat itu menyatakan rasiolah yang akan menjawab fenomnena dengan mewujudkan sebuah negara yang transendental. Nietzsche menolak apa yang dikatakan oleh Hegel itu. Nietzsche, suatu pengetahuan absolut harus bisa dihancurkan, karena manusia itu memiliki energi, hasrat dan kehendak yang aktif. Hal inilah yang harus dilakukan oleh manusia. Denagn menolak dogmatisme. Manusia akan bebas, terbebas dari dogmtisme yang telah menyengsarakannya.
Nietzsche, kehendak akan muncul pada seni. Nietzsche sangat menolak  dengan adanya Tuhan sebagaimana yang didogmakan oleh agama kristen. Dia mengatakan Tuhan telah mati, kitalah yang telah membunuhnya. Maksud dari kalimat itu adalah manusia telah menghilangkan Tuhan di dalam pikirannya. ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip logika, rasio merupakan hal baru yang akan jadi anutan manusia. Bukan Tuhan lagi, karena Tuhan telah mati. Bagi Nietzsche, Tuhan merupakan kekosongan belaka.
Filsafat Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat dalam ajarannya menyatakan bahwa segala sesuatu itu dianggap benar apabila dia memiliki hasil yang bermanfaat bagi manusia. Filsafat ini berkembang di Amerika Serikat. Yang menjadi penting dalam filsafat ini bukan kebenaran objek suatu pengetahuan, tetapi yang menjadi fokus adalah bagaimana manfaatnya bagi manusia.
Aliran pragmatisme pada awalnya sempat juga berkembang di  Jerman, Perancis, Inggris. Pelopornya adalah William James, dia adalah orang yang memperkenalkan aliran ini ke seluruh dunia.
Dalam pragmatisme, merupakan suatu kondisi tidak perlu adanya moral. Filsafat pragmatisme ini berkembang di Amerika pada abad ke-19 sekaligus menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh-tokohnya selain William James ada juga yaitu Charles Sander Peirce dan John Dewey, aliran ini menjadi sangat berpengaruh di Amerika.
Bagi kaum pragmatis, dalam melakukan suatu tindakan mereka harus menggunakan idenya serta keyakinannya atas apa yang akan dia perbuat serta apa yang menjadi tujuannya. Dalam prgmatisme, filsafat merupakan alat untuk membantu manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya untuk hal-hal yang bersifat praktis.
Prinsip-prinsip dasar William James terhadap pragmatisme antara lain adalah bahwa dunia ini sebenarnya tidaklah spontan, dunia ini benar adanya. Kebenaran itu tidak melekat pada ide. Manusia itu bebas untuk meyakini tentang apa yang dipercayainya mengenai dunia. Kebenaran itu bukan merupakan suatu titik yang absolut.
Dari diskusi tadi, pragmatisme yang terjadi di Amerika yaitu diawali dari kedatangan bangsa Eropa ke bangsa Indian yang ada di Amerika. Bangsa Eropa yang berkulit putih takut bila mereka tercemar atau tercampur dengan bangsa indian melalui perkawinan, akhirnya terjadilah kejahatan rasisme terhadap bangsa Indian yang sebenarnya merupakan penduduk asli Amerika.
Dalam filsafat pragmatisme ini, sesuatu dianggap banar apabila memiliki manfaat. Dalam filsafat ini membicarakan tentang tindakan manusia. Melakukan tindakan yang bermanfaat saja bagi manusia, perlu pertimbangan untuk melakukan suatu tindakan apakah itu berguna ataukah tidak berguna. Dalam teori ini sesuatu dikatakan benar apabila memiliki fungsi.
Dalam analisa saya, apabila aliran ini dihubungkan dengan teorinya Max Weber mengenai rasionalitas manusia. Pragmatisme ini mengarah kepada rasionalitas instrumental manusia. Malakukan tindakan hanya yang berguna saja bagi kehidupan manusia. Menurut saya, itu bisa saja terjadi yang mana dengan orang menggunakan rasionalitas instrumentalnya, dia hanya mau melakukan tindakan yang bermanfaat saja. Tindakan rasional mengenai sesuatu yang ada dan nyata, bisa saja orang-orang ini meninggalkan hal-hal yang bersifat metafisik. Bisa saja  menurut mereka itu kan tidak masuk akal dan tidak rasional, buat apa harus dipelajari. Mungkin kaum pragmatis ini hanya akan mau melakuakn tindakan yang bersifat keduniawian yang mana menurut mereka itu lebih bermanfaat.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook