BENARKAH WAHYU TURUN KEPADA
FATIMAH SETELAH NABI WAFAT?
Catatan kecil M.Rakib
Jamari, Riau Indonesia.
Penulis tertarik dengan ungkapan Dr.Yusuf Qardhawi tentang Syi’ah, kata beliau: JANGAN TERPENGARUH OLEH SYI’AH.
Selanjutnya kata Qrdhawi ”Ya, rujukan utama kalian telah mengatakan bahwa wahyu
Allah SWT juga turun kepada Fathimah setelah wafat orang tuanya (Rasulullah SAW). Adalah Ali RA sebagai
pencatat wahyu tersebut sampai terkumpul dan di kemudian hari disebut dengan
Mushaf Fathimah.”
Kata Qaerdhawi “Saya
baru tahu akan masalah ini”
setelah saya memperhatikan khutbah Imam Khumaini yang disiarkan oleh radio
Teheran. Beliau telah berkata di dalam khutbah tersebut yang mana khutbah
tersebut diadakan pada perkumpulan para wanita pembesar Iran pada acara
peringatan lahirnya Fathimah. Imam Khumaini berkata, ”Sesungguhnya saya
tidak kuasa untuk bercerita tentang Siti Fahimah. Akan tetapi cukuplah dengan
sebuah riwayat yang tercantum di dalam kitab Al-Kaafiy.” Beliau pun
menceritakan riwayat ini di depan para isteri pembesar Iran.
Kitab Al-Kaafiy yang ditulis oleh Imam Al-Kulaini adalah kitab
Syi’ah yang sepadan dengan Kitab Al-Bukhari di kalangan Ahlu Sunnah. Hal ini
lah yang memaksa saya pergi ke kota Najaf untuk bertemu dengan salah seorang
ulama besar Syi’ah. Di sana saya bisa melihat-lihat isi kitab tersebut yang
merupakan cetakan Iran yang terdapat di perpustakaan pribadi miliknya.
Saya telah mencantumkan di dalam buku saya tentang juz dan bab yang menerangkan
tentang turunnya wahyu kepada Fathimah dan mushafnya secara jelas. Apakah dengan ini saya
dianggap telah melukai dan menzhalimi kalian gara-gara saya melampirkan seluruh
isi buku saya dari sumber rujukan yang paling valid menurut kalian berikut
teksnya?
Beliau berkata, ”Kitab-kitab itu adalah kitab murahan dan tidak
valid!”
Saya bertanya kepada beliau, ”Tapi, mengapa kalian mendistribusikan
kitab ini (kitab Al-Kaafiy) ke seluruh penjuru dunia, sampai ke Amerika. Bahkan
kalian telah menerjemahkanya ke dalam bahasa Inggris agar mudah dibaca oleh
semua orang yang faham bahasa Inggris di Barat dan di Timur! Saya sendiri
mempunyai cetakan terbaru yang sudah diterjemahkan. Apakah dengan ini semua
bisa dikatakan jika kitab Al-Kaafiy ini adalah kitab hebat menurut kalian?
Sebab kalian telah berupaya keras dan menggelontorkan dana yang cukup besar
untuk mencetak dan menerjemahkannya sampai mencapai ratusan ribu eksemplar
untuk disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia sebagai sarana propaganda madzhab
kalian. Apakah kalian merasakan hal ini?”
Beliau berkata, ”Di dalam kitab-kitab tafsir kalian terdapat banyak
kisah-kisah Israiliyat. Apakah hal ini bermakna bahwa kalian (Ahlu Sunnah) juga
mengakui keabsahannya?”
Saya jawab, ”Memang benar, di dalam kitab-kitab
tafsir kami banyak riwayat Israiliyat dan hadits-hadits yang tidak shahih. Akan
tetapi sebagian para ahli tafsir mengingatkan hal ini dan mereka juga mengakui
jika riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat dusta.
Kami sekarang ini
sedang memberantas riwayat-riwayat Israiliyat tersebut. Kami sedang menulis
beberapa kitab yang menjelaskan hal tersebut dan memperingatkan orang yang
membacanya agar jangan mempercayai riwayat-riwayat dusta tersebut. Sebagian
para ulama ada yang berusaha untuk mengoreksi dan membuang riwayat-riwayat
Israiliyat, hadits-hadits palsu dan hadits-hadits yang tidak shahih.
Dibandingkan dengan kalian, kami lihat kalian terus memperbaharui cetakannya
dan kemudian kalian mengatakan jika kitab tersebut tidak ada apa-apanya? Bahkan
kalian juga menerjemahkannya dan mengirimkannya ke berbagai negara! Mana yang
dapat kami percayai? Apakah ucapan yang tidak memiliki dalil apa pun ataukah
kenyataan yang merupakan dalil yang sangat kuat?”
Di hari kedua dari pertemuan di pagi hari, ada seorang dari saudara saya dari
kalangan para ulama yang memberitahu saya bahwa Syaikh Taskhiri terserang
serangan jantung dan telah dibawa ke RS Sulthan. Saya menyesal, mungkin saja
saya yang menyebabkan serangan jantung ini. Akhirnya, saya buru-buru pergi ke
RS untuk melihat kondisinya. Di RS, saya melihat beliau telah sadar dan sedang
berbaring di atas ranjangnya. Saya pun merasa tenang setelah saya tahu bahwa
penyebab ini semua adalah luka di usus dua belas jarinya yang semakin parah.
Beliau pun telah minum obat. Pada saat kami sedang berbincang-bincang dengan
beliau, datanglah Menteri Luar Negeri Iran, yaitu Ali Akbar Wilayati menjenguk
beliau. Pak Menteri bersalaman dengan kami. Di RS saya duduk sebentar dan kemudian
saya berpamitan agar keduanya (Pak Menteri dan Syaikh) leluasa bercengkrama.
Pada hari kedua Dr. Muhammad Al-Ahmadiy Abu An-Nur mengajak saya untuk
menjenguk Syaikh di RS. Pada saat tiba di RS, kami melihat kamar Syaikh telah
kosong dari para penjenguk. Teman saya ini mengajak saya untuk melanjutkan
dialog. Saya berkata kepadanya,”Sekarang tema tentang tempat suci.
Bagaimana yang
kalian lakukan di dalam tempat suci yang perbuatan tersebut tidak pernah
diterima oleh kaum muslimin?”
Beliau menjawab, ”Sesungguhnya Imam Khumaini membutuhkan sebuah fatwa
syariah Islam dari para ulama Ahlu Sunnah. Dan beliau pasti akan menyambutnya!”
Saya katakan kepada beliau, ”Apakah tema tentang keamanan kota suci
(Mekah) perlu fatwa, padahal sudah ada nash yang jelas yang menguatkan akan
keamanan kota suci. Misalnya firman Allah SWT, ”Barangsiapa memasukinya
(Baitullah) amanlah dia,” (QS Ali Imran [03]: 97). Setelah Allah SWT memberikan
rasa aman kepada seluruh makhluk yang berada di tanah suci sampai kepada
burung-burung dan pepohonan, dan juga dilarang beradu pendapat (adu mulut) di
areal tersebut, apakah setelah ini semua kita memerlukan fatwa dari seseorang?
Apakah usaha mendatangkan orang-orang yang siap meledakkan dirinya bersama
jemaah haji Iran, kemudian mereka melakukan demontrasi meneriakkan yel-yel nama
Khumaini, mereka memblokir jalan-jalan dan mengganggu pengguna jalan.
Mereka bergerak menuju tanah suci yang pada saat itu
sedang dipadati oleh jemaah haji. Jumlah mereka mencapai sepuluh ribu orang
yang terlihat beringas. Hasil dari ini semua sudah bisa diketahui. Apakah
perilaku ini sesuai dengan jaminan keamanan yang Allah SWT minta dari kita,
yaitu kita harus menjaga keamanan kota suci (Mekah)?”
Wahai saudaraku... sengaja saya menyebutkan kejadian ini kepadamu agar
pengetahuanmu terhadap buku saya ini bertambah. Juga agar kita semua tahu akan
tabiat dan tingkah laku orang-orang yang kita sering bermuamalah dengan mereka.
Kami semua adalah kaum muslimin dari kalangan bangsa Arab. Hanya Allah SWT yang
mampu memberikan petunjuk-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya!
Kitab Kasyful Asrar karya Imam Khumaini dan Tuduhannya
terhadap Abu Bakar dan Umar bin Khaththab
Di depan saya ada kitab yang berisi dialog antara
Ruhullah Khumaini dengan penentangnya dari kalangan Ahlu Sunnah. Imam Syi’ah
ini berdalil bahwa keyakinan imamah adalah benar dan wajib diimani oleh setiap
muslim. Beliau melanjutkan dengan perkataannya di bawah ini:
”Keyakinan harus menolak Abu Bakar adalah perintah
Al-Qur`an. Beliau mulai berbicara dengan ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur`an
tentang mewariskan tahta kekuasaan. Di antaranya, ”Dan Sulaiman telah mewarisi
Dawud,” (QS An-Naml [27]: 16), ”Dan sungguh, aku
khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul,
maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku
dan mewarisi dari keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang
diridai,” (QS Maryam [19]: 5-6) dan ayat-ayat lainnya. Dari
sini beliau berdalih bahwa ajaran mereka adalah benar bahwa Ali RA akan
menerima warisan kekuasaan dari Rasulullah SAW.”
Kemudian beliau juga mengutip dalil-dalil bahwa Abu Bakar
telah melanggar nash Al-Qur`an, kemudian dia sesuaikan dengan hawa nafsunya dan
berupaya untuk menjauhkan Ahlul Bait dari pemerintahan. Abu Bakar juga telah
menzhalimi Ahlul Bait di dalam kehidupan ini ketika dia membuat sebuah hadits
yang berbunyi, ”Kami sekalian para nabi tidak mewariskan apa-apa. Yang
kami tinggalkan hanya sedekah.”
Kemudian beliau di halaman 114 menjelaskan penyimpangan
Umar bin Khaththab dari Al-Qur`an. Ia (Khumaini) telah menyebutkan beberapa
kejadian lalu menafsirkannya sesuai dengan keinginannya. Misalnya kejadian pada
saat Rasulullah SAW menyuruh Umar agar menulis sebuah surat dan lain-lainnya.
Penulis juga mencantumkan ucapan Umar dalam kisah ini. Setelah penulis
mencantumkan sumber rujukannya, dia berkata,”Kisah ini menguatkan bahwa
kebohongan itu berasal dari Umar bin Khaththab sang penipu!”
Kemudian di paragraf berikutnya penulis mengatakan
beberapa ucapan Umar bin Khaththab dalam masalah ini, ”Sesungguhnya
ucapan-ucapan itu berdiri di atas dasar kebohongan dan berasal dari perbuatan
kufur dan zindiq!” (hal. 116). Masih di halaman yang sama dari buku
tersebut, penulis membuat sub judul, ”Kesimpulan Kami tentang Masalah
Ini,” kemudian dia menulis di bawahnya, ”Dari semua bahasan
yang telah lalu, jelaslah bahwa penyimpangan Abu Bakar dan Umar bin Khaththab
terhadap Al-Qur`an menurut kaum muslimin bukan masalah penting.”Penulis
berdalil tentang masalah ini bahwa Abu Bakar dan Umar bin Khaththab tidak
pernah mau mendengarkan pendapat orang lain. Keduanya juga tidak mau lengser dari
jabatannya, juga Ahlu Sunnah tidak siap untuk melengserkan keduanya, walaupun
Umar bin Khaththab berkata, ”Sesungguhnya Allah SWT, malaikat Jibril
dan nabi telah salah menurunkan ayat ini.” Hal ini sama sebagaimana
kaum muslimin juga berusaha untuk mendukung inovasi dan perubahan yang terjadi
(disebabkan Umar) di dalam agama Islam. (hal. 117).
Sampai seperti ini Imam Khumaini menulis tentang Abu
Bakar dan Umar bin Khaththab. Dia menuliskan semua ini pertama-tama untuk para
pengikutnya untuk menanamkan keyakinan seperti ini terhadap Abu Bakar dan Umar
bin Khaththab. Sudah jelas, keyakinan ini kita tolak dan kami berlindung kepada
Allah SWT dari orang yang mempercayainya. Oleh karena itu, jangan heran apa
yang dikutip dari ucapan Imam Khumaini dalam karya-karyanya bahwasanya dia
menyebut Abu Bakar dan Umar bin Khaththab dengan sebutan Al-Jibt dan Thaghut.
Dia juga menamai keduanya dengan sebutan Dua Berhala Quraisy. Dia dan jemaahnya
berkeyakinan bahwa melaknat Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Aisyah dan Hafshah
akan mendatangkan pahala dari Allah SWT. Demikianlah, tuduhan ini juga mereka
alamatkan kepada Utsman bin Affan. [4]
Jangan heran, inilah pendapat Imam Khumaini tentang Abu
Bakar dan Umar bin Khaththab dan para sahabat yang lainnya, sampai dia membuat
sebuah doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT secara berjamaah yang dinamai
dengan Doa Dua Berhala Quraisy. Mereka selalu membaca doa ini,
بسم الله الرحمن الرحيم، اللهم صل على
محمد و آل محمد..اللهم العن صنمي قريش و طاغوطيهما و إفكيها وابنيهما الذين خالفا
أمرك و أنكرا وحيك و جحدا إنعامك و عصيا رسولك و قلبا دينك و حرفا كتابك و
أحبا أعداءك و جحدا آلاءك و عطلا أحكامك و أبطلا فرائضك و ألحدا في آياتك و عاديا
أولياءك و واليا أعداءك و خربا بلادك و أفسدا عبادك، اللهم العنهما و أتباعهما و
أولياءهما و أشياعهما و محبيهما فقد خربا بيت النبوة و ردما بابه و نقضا
سقفه و ألحقا سماءه بأرضه و عالية بسافله و ظاهره بباطنه واستأصلا أهله و أبادا
أنصاره و قتلا أطفاله و أخليا منبره من وصيه و وارث عمله، و جحدا إمامته و أشركا
بربهما فعظم ذنبهما و خلدهما في سقر و ما أدلراك ما سقر لا تبقي و لا تذر، اللهم
اللهم العنهم بعدد كل منكر أتوه و حق أخذوه و منبر علوه و منافق ولوه و ولي آذوه و
طريد آووه و صادق طردوه و كافر نصروه و إمام قهروه و فرض غيروه و أثر أنكروه و شر
آثروه و دم أراقوه و خير بدلوه و كفر نصبوه و كذب دلسوه و إرث غصبوه و فيء اقتطعوه
و سحت أكلوه و خمس استحلوه و باطل أسسوه و جور بسطوه.
“Dengan nama Allah yang Maha
Penyayang, Maha Pemurah. Ya Allah, semoga selawat atas Muhammad dan keluarga
Muhammad.. Ya Allah, kutuklah dua orang Berhala Quraisy dan Thagutnya, juga
kedua anaknya, yang mereka berdua itu telah melanggar perintah-Mu, menolak
wahyu-Mu, mengingkari nikmat-Mu, bermaksiat kepada Rasul-Mu, merubah agama-Mu,
merubah wahyu-Mu, mencintai musuh-musuh-Mu, menolak karunia-Mu, mencabut
hukum-hukum-Mu, menolak perintah-perintah-Mu, melencengkan ayat-ayat-Mu,
memusuhi wali-wali-Mu, bersikap loyal kepada musuh-musuh-Mu, menghancurkan
negeri-Mu, menghancurkan hamba-hamba-Mu. Wahai Allah, laknatlah keduanya dan
juga para pengikutnya, para pemimpinya, para pendukungnya dan para pecintanya.
Keduanya telah menghancurkan rumah kenabian, merobohkan pintunya, mencabut
atapnya, tanahnya dilekatkan ke atasnya, yang atas ke bawah dan yang bawah ke
atas. Mereka mengusir penghuninya, menganiaya para pendukungnya, membunuh
anak-anaknya dan membiarkan mimbar beliau kosong dari pewarisnya (yaitu Ali),
mereka menyangkal imamah Ali, keduanya telah menyekutukan Rabbnya. Oleh karena
itu, perbesarlah dosa mereka, kekalkanlah mereka berdua di neraka Saqar.
Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Ia (Saqar itu) tidak meninggalkan dan
tidak membiarkan. Wahai Allah laknatlah mereka karena sejumlah kejahatan yang
telah mereka lakukan, hak yang telah mereka rampas, mimbar yang telah mereka
hinakan, munafik yang telah mereka dukung, menolong orang-orang yang
menyakitinya (Ali), dan orang jujur yang telah mereka usir, orang kafir yang
telah mereka bantu, imam yang telah mereka hinakan, hukum yang telah mereka
rubah, utang nyawa yang telah mereka tolak, kejahatan yang telah mereka
sebarkan, darah yang telah mereka tumpahkan, kebaikan yang telah mereka rubah,
dan kekufuran yang telah mereka dirikan, kedustaan yang telah mereka lakukan,
hak waris yang telah mereka rampas, harta fa’i yang telah mereka potong, harta
riba yang telah mereka makan, zakat seperlima yang telah mereka halalkan,
kebatilan yang telah mereka dirikan dan keburukan yang telah mereka
bentangkan.”
Tidak sampai di sini, mereka juga meneruskan doa ini dengan membaca,
اللهم العنهما بعدد كل آية حرفوها و
فريضة تركوها و سنة غيروها...اللهم العنهما في مكنون السر و ظاهر العلانية لعنا
كبيرا...دائما دائبا سرمدا لا انقطاع لأمده و لا نفاد لعدده لعنا يعود أوله و لا
ينقطع آخره...اللهم العنهم و محبيهم و مواليهم و المسلمين لهم و المائلين
إليهم...و الناهقين باحتجاجهم و المقتدين بكلامهم و المصدقين بأحكامهم. [قل
أربع مرات] : اللهم عذبهم عذابا يستغيث منه أهل النار...آمين يا رب العالمين.
“Wahai Allah, laknatlah mereka
dengan seluruh ayat yang telah mereka rubah, hukum yang telah mereka tinggalkan
dan sunnah yang telah mereka rubah…Wahai Allah, laknatlah mereka berdua di
tempat tersembunyi dan tempat terbuka dengan laknat yang besar…selama-lamanya,
terus-menerus yang tidak bisa terputus waktunya dan tidak akan habis
hitungannya dengan laknat yang akan berbalik laknat yang pertamanya dan tidak
akan terputus laknat yang terakhirnya…(terus bersambung). Wahai Allah, laknatlah
mereka dan juga para pecintanya, kaum muslimin dan orang-orang yang pro
kepada mereka…Juga orang-orang yang menyambung lidah argumen mereka dan
orang-orang yang meniru ucapan mereka, orang-orang yang membenarkan hukum
mereka.” (Ucapkanlah sebanyak 4X, “Wahai Allah, adzablah mereka dengan adzab
yang penduduk neraka saja berlindung dari adzab tersebut…Aamiin wahai Rabb
seluruh alam semesta).
Doa ini semua diarahkan kepada Abu Bakar dan Umar bin Khaththab dan para
sahabat yang mengikuti keduanya!
Saya berlindung kepada Allah dari kebencian seperti ini. Doa apa yang mereka
sisakan bagi orang-orang yang ingkar terhadap Allah dan Rasul-Nya!? Wahai Allah
yang Maha Menjaga! Mereka telah bersikap tidak senonoh, sampai-sampai mereka berdoa
kepada Allah SWT dengan doa seperti ini!
Ketahuilah bahwa Ali telah menikahkan putrinya (Ummu Kultsum binti Ali dari
Fathimah, saudara perempuannya Al-Hasan dan Al-Husein) kepada Umar bin
Khaththab. Apakah Imam Ali menilai Umar seperti yang mereka (orang-orang
Syi’ah) nilai? Lantas mengapa justru Ali menikahkan Umar bin Khaththab dengan
putrinya?
No comments:
Post a Comment