RASULULLAH MELAKUKAN RESIGN
Percikan Fikiran M.Rakib Jamari, Riau Indonesia. 2015
Saudaraku mengingatkan aku
RASULULLAH
MELAKUKAN RESIGN
Saudaraku mengingatkan aku tentang
saatnya aku resign positif, terimakasih atas nasehat yang berharga itu., teman
yang baik, tentulah selalu memberikan respons yang positif. lalu aku teringat
dengan resign positifnya Nabi Muhammad SAW.
Buang ampasnya,
ambil isinya
Resigne Nabi itu,
disebut dengan istilah “Hijrah” adalah kemestian, keniscayaan. Allah SWT.
membangun sistem di alam ini berdasarkan gerak. Pelanit bergerak, berjalan pada
porosnya. Allah berfirman: ”Dan matahari berjalan di tempat peredarannya.
Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38).
Imam Syafii’i
menggambarkan dalam sya’irnya yang sangat indah bahwa air yang tergenang akan
busuk dan air yang mengalir akan bening dan jernih. Seandainya matahari
berhenti di ufuk timur terus menerus, niscaya manusia akan bosan dan stres.
Benar, hijrah
sebuah keniscayaan. Karena dalam diam tersimpan segala macam keburukan. Mobil
yang didiamkan berhari-hari akan karat dan hancur. Jasad yang didudukkan terus
menerus akan mengidap banyak penyakit. Itulah rahasia mengapa harus olah raga.
Syaikh Muhammad Al Ghazali berkata: ”Bahwa orang-orang yang nganggur adalah
manusia yang mati. Ibarat pohonan yang tanpa buah para penganggur itu adalah
manusia-manusia yang wujudnya menghabiskan keberkahan.”
Terbukanya kota
Mekah adalah keberkahan hijrah. Seandainya Rasulullah saw. dan
sahabat-sahabatnya tetap berdiam di kota Mekah, tidak pernah terbayang akan
lahir sebuah kekuatan besar yang kemudian menyebarkan rahmat bagi seluruh alam.
Sungguh berkat hijrah ke kota Madinah kekuatan baru umat Islam terbangun, yang
darinya kepemimpinan Islam merambah jauh, tidak hanya melampaui kota Mekah, pun
tidak hanya melampaui Jazirah Arabia, melainkan lebih dari itu melampaui Persia
dan Romawi.
Ada beberapa
dimensi hijrah yang harus kita wujudkan dalam hidup kita sehari-hari di era
modern ini, agar kita medapatkan keberkahan:
>>Pertama,
dimensi personal, bahwa setiap mukmin harus selalu lebih baik kwalitas
keimannya dari hari kemarin. Karenanya dalam Al-Qur’an Allah swt. selalu
menggunakan kata ahsanu amala (paling baiknya amal). Maksudnya bahwa tidak
pantas seorang mukmin masuk di lubang yang sama dua kali. Itulah sebabnya
mengapa sepertiga Al-Qur’an menggambarkan peristiwa sejarah. Itu untuk
menekankan betapa pentingnya belajar dari sejarah dalam membangun ketaqwaan.
Dari sini kita paham mengapa Allah swt. dalam surah Al Hasyr:18 menyandingkan
perintah bertaqwa dengan perintah belajar dari sejarah:
”Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
>>Kedua,
dimensi sosial, bahwa seorang mukmin tidak pantas berbuat dzalim, mengambil
penghasilan secara haram dan hidup bersenang-senang di atas penderitaan orang
lain. Seorang mukmin harus segera hijrah dari situasi sosial semacam ini.
Seorang mukmin harus segera membangun budaya takaful –saling menanggung-.
Itulah rahasia disyari’atkannya zakat. Bahwa di dalam harta yang kita punya ada
hak orang lain yang harus dipenuhi. Allah berfirman :
”Walladziina fii amwaalihim haqqun ma’luum (dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia bagian tertentu.”) (QS. Al Maarij: 24).
Dan ini telah
terbukti dalam sejarah bahwa membangun budaya takaful akan menyelesaikan banyak
penyakit sosial yang akhir-akhir ini sangat mencekam. Terlalu tingginya angka
kemiskinan dan penganggguran di tengah negeri yang kaya secara sumber alam,
sungguh suatu pemandangan yang naif. Namun ini tentu ada sebabnya, di antaranya
yang paling pokok adalah karena kedzaliman dan ketidak jujuran. Dari sini jelas
bahwa hijrah yang harus dibuktikan saat ini adalah komitmen untuk tidak lagi
mengulangi budaya korupsi. Sebab dari budaya inilah berbagai penyakit sosial
lainnya tak terhindarkan.
>>Ketiga,
dimensi dakwah, bahwa seorang mukmin tidak boleh berhenti pada titik sekedar
mengaku sebagai seorang mukmin secara ritual saja, melainkan harus dibuktikan
dengan mengajak orang lain kepada kebaikan. Ingat bahwa syetan siang dan malam
selalu bekerja keras mengajak orang lain ke neraka. Syetan berkomitmen untuk
tidak masuk neraka sendirian.
Dari sini
saatnya seorang mukmin harus bersaing dengan syetan. Ia harus hijrah dari sikap
pasif kepada sikap produktif. Produktif dalam arti bekerja keras mengajak orang
lain ke jalan Allah. Sebab tidak pantas seorang mukmin bersikap pasif. Pasifnya
seorang mukmin bukan saja akan membawa banyak bakteri pelemah iman, melainkan
juga membawa bencana bagi kemanusiaan.
Itulah sebabnya
mengapa seorang pemikir muslim abad ini dari India Syaikh Abul Hasan Ali
An-Nadwi menulis sebuah buku yang sangat terkenal dan menomental: maadzaa
khasiral aalam bin khithaathil muslimiin ( betapa dahsyatnya kerugian yang
dialami dunia ketika umat Islam tidak berdaya).
Ini benar, bahwa dunia ini memang membutuhkan umat Islam
yang berdaya. Umat Islam yang produktif. Bukan umat Islam yang pasif. Dan kini
kita menyaksikan dengan mata kepada betapa kerusakan merejalela melanda
kemanusiaan akibat dari lemahnya umat Islam. Bandingkan dengan dulu ketika Umar
Bin Khaththab dan Umar bin Abdul Aziz memimpin dunia. Inilah hijrah yang harus
segara kita buktikan. Wallhu a’lam bishshawab.
Arti
kata "resign" bahasa Inggris..arti pindah, alih tugas, berhenti.
No comments:
Post a Comment