LANDASAN TEORI KENAKALAN
REMAJA
M.RAKIB SH.,M.Ag.Riau Indonesia
Ada teori yang cantik, oleh W.A.
Bonger dalam kitab kecilnya Inleiding tot de
Criminologi antara lain mengemukakan : “ kejahatan anak-anak dan
pemuda-pemuda sudah merupakan bagian yang besar dalam kejahatan, lagi pula
kebanyakan penjahat yang sudah dewasa umumnya sudah sejak kecil. Siapa
menyelidiki sebab-sebab kejahatan anak-anak dapat mencari tindakan-tindakan
pencegahan kejahatan anak-anak yang dapat mencari tindakan-tindakan pencegahan
kejahatan anak-anak yang kemudian akan berpengaruh baik pula terhadap
pencegahan kejahatan orang dewasa “.
Istilah baku perdana untuk kenakalan remaja dalam konsep psikologis adalah juvenile deliquency, yang memiliki arti perilaku
jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit
(patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku
yang menyimpang.
Purnianti mendefinisikan kenakalan remaja berdasarkan perspektif sosiologis, dalam tiga kategori, yaitu :
- Definisi hukum, menekankan pada tindakan/perlakuan yang bertentangan dengan norma yang diklasifikasikan secara hukum,
- Definisi peranan, dalam hal ini penekanannya pada pelaku, remaja yang peranannya diidentifikasikan sebagai kenakalan,
- Definisi masyarakat, perilaku ini ditentukan oleh masyarakat.
Kenakalan remaja adalah suatu bentuk perilaku remaja yang
tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarkat. Kartini Kartono (seperti
dikutip Dirgantara Wicaksono, 2010) mengatakan remaja yang nakal itu disebut
pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh
pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai
oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Kenakalan remaja ini biasanya disalurkan dalam berbagai
bentuk, mulai dari kenakalan yang bisa dimaklumi sampai kenakalan yang dapat
meresahkan masyarakat. Contoh kenakalan remaja diantaranya adalah membolos
sekolah, membantah orang tua, dan tawuran.
Pengertian geng motor
Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor yang
doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai. Kelahiran geng motor, rata-rata diawali dari kumpulan remaja yang
doyan balapan liar dan aksi-aksi menantang bahaya pada malam menjelang dini
hari di jalan raya. Setelah terbentuk kelompok, bukan hanya hubungan emosi para
remaja saja yang menguat, dorongan untuk unjuk gigi sebagai komunitas bikers
juga ikut meradang. Mereka ingin tampil beda dan dikenal luas. Caranya
yaitu dengan membuat aksi-aksi yang sensasional. Mulai dari kebut-kebutan,
tawuran antar geng, tindakan kriminal tanpa pandang bulu, hingga perlawanan
terhadap aparat keamanan.
Di indonesia psikologi komunitas dibahas sebagai “kesehatan masyarakat”
dalam disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan masyarakat. Psikologi komunitas juga merupakan sub bagian dalam psikologi sosial, sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Akan tetapi dalam hal ini psikologi komunitas akan diuraikan sebagai suatu kegiatan
yang berkaitan dengan memberi bantuan kepada orang lain dalam hal gangguan
emosional, penyesuaian diri dan masalah-masalah psikologis lainnya.
Psikologi komunitas berbicara adanya upaya untuk mencegah
munculnya permasalahan klinis pada tingkatan sosial yang ada. Hal ini juga
berarti intervensi psikologi sosial pada berkembangnya permasalahan sosial. Ada
pembagian diantara tingkatan dari intervensi pencegahan, yaitu: pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan primer merupakan
usaha mencegah suatu masalah yang terjadi secara umum dan bersama-sama atau
permasalahan muncul paling awal pada situasi yang memungkinkan terjadi. Cowen
berargumen ada kriteria yang harus diikuti dalam pencegahan primer ini: program
harus berorientasi pada massa atau kelompok, harus dilakukan sebelum
maladjustment, merupakan tindakan sengaja sebagai fokus pada kekuatan
penyesuaian. Sedangkan pencegahan sekunder merupakan usaha untuk mengatasi
masalah pada situasi mungkin muncul untuk pertama kalinya sebelum hal ini
menjadi semakin parah. Pencegahan tersier merupakan usaha untuk mengurangi
kuatnya masalah yang sekali muncul dari suatu kejadian yang terus menerus.
Polemik mengenai kekerasan geng motor ini merupakan fenomena yang penting untuk dikaji
dalam psikologi komunitas. Hal ini terkait dengan fungsi dari
eksistensi psikologi komunitas sebagai ilmu. Sebagai ilmu, psikologi
komunitas memiliki tanggung jawab dalam mengkaji hubungan timbal balik antara
manusia dengan konteks sosialnya, dalam hal ini komunitasnya. Selain mengkaji
hubungan, psikologi komunitas juga memiliki tanggung jawab dalam menilik
permasalahan yang terjadi dalam komunitas tersebut. Hal ini menjadi penting
untuk dibicarakan, mengingat psikologi komunitas memiliki tujuh nilai penting yang
menjadi inti pembahasan, yakni kesejahteraan individual, sense of
community, keadilan sosial, partisipasi publik, kolaborasi dan
kekuatan komunitas, respek terhadap perbedaan, dan memilik basis empirik.
(Dalton, dkk, 2001).
Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward
dan Ohlin, akan tumbuh subur tergantung pada tipe atau cara pertentangan di
mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng, pertama, geng pencurian (thief
gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula hanya untuk
menguji keberanian anggota kelompok. Kedua, geng konflik (conflict-gangs)
kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok
supaya tampak gagah dan pemberani. Ketiga, geng pengasingan (retreats gangs),
kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum-minuman
keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara ”pelarian” dari alam
nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe.
Dalam geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture
of violence). Munculnya subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok
orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kultur dominan.
Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda yang kemudian
mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya
perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hal ini diperparah oleh adanya perubahan yang
cepat (reformasi) dalam masyarakat. Perubahan pada struktur sosial memperlemah
nilai-nilai tradisional yang berasosiasi dengan penundaan kepuasan, belum lagi
peningkatan jumlah anak muda dari kelas menengah yang tidak lagi memiliki
keyakinan bahwa cara untuk mencapai tujuan mereka adalah melalui kerja keras
dan menunda kesenangan. Mereka terlibat dalam delinquent gang, hate gang, atau
satanic gang (pemuja setan) yang berkembang di kalangan anak muda kelas
menengah di Amerika Serikat. Perilaku nakal pada remaja bisa disebabkan
oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar
(eksternal).
Faktor internal:
1. Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri
remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama,
terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya
identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai
masa integrasi kedua.
2. Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan
tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret
pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua
tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk
bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
1. Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar
anggota keluarga atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku
negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluargapun, seperti terlalu
memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap
eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2. Teman sebaya yang kurang baik
3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang
kurang baik
Dapat dilihat dari dua faktor yang mempengaruhi
kenakalan remaja, ketika mereka memiliki krisis identitas, kontrol diri yang
lemah, faktor keluarga, teman sebaya, dan komunitas/lingkungan tempat tinggal
mereka yang kurang baik, yang menyebabkan perilaku mereka tidak sesuai dengan
norma yang ada dilingkungannya sehingga lingkungan menolak mereka, sehingga
mereka bersatu atas penolakan lingkungan yang diberikan kepada mereka contohnya
seperti geng motor. Disinilah psikologi komunitas berperan penting untuk masuk
keranah masyaraka/komunitas yang bersangkutan. Memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai kenakalan remaja dan bagaimana cara menanganinya, terutama
pemahaman kepada keluarga mengenai pola asuh anak, sehingga keluarga dapat
mengontrol perkembangan anak, dengan siapa ia bergaul, dilingkungan mana saja
yang anak kunjungi sehingga kenakalan remaja dapat diatasi lebih dini.
Dalam pendekatan psikologi penanganan kenakalan
remaja memiliki banyak cara yang bervariasi namun dalam pembahasan fenomena
komunitas geng motor kita memfokuskan menggunakan 2 metode, yaitu: 1. Behavioural
methods, 2. Cognitive-behavioral (CBT) methods.
Metode Penanganan Juvenile
Delinquency
- Behavioural Methods
Penanganan kenakalan remaja geng motor dengan
menggunakan metode ini adalah dengan mencoba untuk mengubah perilaku remaja
tersebut. Behavioural methods akan lebih terlihat hasilnya ketika diiringi
dengan multimodal interventions (Henggeler dalam Herbert, 2005). Penanganannya
termasuk:
- Training
komunikasi
- Feedback
- Positive
interruption
-
Problem-solving
- Membentuk
pemikran rasional
- Happy talk
- Positive
request
- Non-blaming
communication
- Training
keahlian negosiasi
- Meningkatkan
dialog
-
Permainan-permainan dalam keluarga
Selain cara-cara
diatas terdapat beberapa training dan program rehabilitasi yang berbeda, antara
lain:
- The Reasoning and Rehabilitation
Programme, dikembangkan oleh Ross and Fabiono dalam Herbert (2005). Dalam
fenomena komunitas geng motor perlu diadakannya program rehabilitasi dan
penalaran untuk para anggota geng sesuai dengan prosedur rehabilitasi tersebut
untuk mengubah perilaku ‘ngebut-ngebutan’ dan melanggar lalu lintas menjadi
pemakai jalan raya yang beradab.
- Agression Replacement Training
(ART) (Glick & Goldstein dalam Herbert, 2005) terdiri dari tiga
pendekatan utama untuk mengubah perilaku: bentuk pembelajaran keahlian sosial,
training mengkontrol kemarahan atau emosi, dan pendidikan moral. Anggota geng
motor perlu memahami untuk berinteraksi sosial yang seharusnya. Selain itu,
mengontrol emosi atau kemarahan adalah aspek penting yang harus dilakukan
anggota geng tersebut karena biasanya gejolak emosi yang berlebihan itulah yang
menyebabkan seorang remaja menyalurkan dalam bentuk juvenile deliquency.
Pendidikan formal juga faktor penting yang harus didapatkan oleh para remaja.
Cognitive-behavioural (CBT) Methods
Pendekatan CBT sebagai intervensi untuk kenakalan
remaja biasanya terdiri dari beberapa teknik yang mana merupakan akar dari
terapi kognitif (persuasion, challenging, debate, hypothesizing,
cognitive restructuring, and internal debate) yang
digabungkan dengan terapi prilaku (operant procedure, desentization,
social skills training, role play, behaviour rehearsal,
modelling, relaxation exercise, self monitoring).
- Training relaksasi, yaitu remaja anggota geng motor tersebut perlu mengikuti training relaksasi ataupun menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang dapat membuat mereka tenang dan nyaman. Hal ini disebabkan dengan hati yang panik dan penuh gejolak akan menyebabkan seseorang salah dan tidak awas untuk mengambil suatu tindakan. Selain itu, dalam keadaan tenang dan nyaman akan mempermudah seseorang dimana dalam konteks ini remaja anggota geng motor untuknmenerima perlakuan-perlakuan lainnya.
- Modelling dan reinforcement tingkahlaku, yaitu dengan memberikan mereka model dan penguatan yang dapat mereka tiru. Hal ini penting karena biasanya remaja yang terjebak oleh kenakalannya tidak dapat membedakan apakah tindakan mereka itu baik atau buruk. Oleh karena itu, dengan adanya contoh dan penguatan baik itu reward atau punishment akan memberi arahan bagi remaja anggota geng motor tersebut.
- Menumbuhkan lebih banyak pikiran-pikiran positif (kognisi) dan atribusi diri untuk alter maladaptive beliefs, yaitu dengan memberi sugesti-sugesti positif apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga para komunitas geng motor tersebut dapa bepikir bahwa tindakan mereka itu tidak benar.
- Pengalaman kegiatan yang menyenangkan, yaitu mengganti tindakan mereka yang tidak mematuhi norma-norma sosial dengan kegiatan lain yang menyenangkan namun itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada seperti permainan balapan motor, atau pertandingan balap motor F1, atau dengan kegiatan-kegiatan yang lain.
- Menggunakan operant conditioning untuk mengembangkan perilaku prososial dan mengembangkan keahlian sosial, yaitu menggunakan reinforcement untuk menimbulkan perilaku yang dapat diterima sosial.
Dari pembahasan mengenai kenakalan remaja berupa kasus geng motor dapat disimpulkan bahwa psikologi komunitas dibutuhkan perannya dikalangan
masyaraka/komunitas untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai kenakalan remaja dan bagaimana cara menanganinya, terutama
pemahaman kepada keluarga mengenai pola asuh anak, sehingga keluarga dapat
mengontrol perkembangan anak, dengan siapa ia bergaul, dilingkungan mana saja
yang anak kunjungi sehingga kenakalan remaja dapat diatasi lebih dini.
Penanganan kenakalan remaja dalam fenomena komunitas geng motor menggunakan pendekatan psikologi, dapat
menggunakan dua metode, yaitu: Behavioural methods, dan Cognitive-behavioral
(CBT) methods. Behavioural methods adalah metode dengan mengubah perilaku geng
motor tersebut dan menggantinya dengan perilaku lain yang baik. CBT methods
adalah metode yang digunakan dari kombinasi penguatan secara kognitif dan
perilaku.
Kekerasan psikologis yaitu kekerasan
yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi
ahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh
kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
b
Jarimah ta’zir
, ialah semua
jarimah yang dilarang syara’ tetapi tidak diancam dengan sesuatu macam hukuman di dalam al-qur’an atau sunnah rasul. Dapat dipandang sebagaijarimah ta’zir jika
merugikan pelakunya atau orang lain. Mengenai ancaman hukumannya ditentukan
besar kecilnya kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagi akibat dari
jarimah yang telah dilakukan, dan dapat pula ditentukan oleh penguasa.
Macam-macamjarimah ta’zir antara
lain: riba, menyuap, berjudi, pelanggaran lalu lintas, menipu takaran,
pelanggaran terhadap peraturan bea cukai. Berdasarkan macam-macam Hukum Pidana
Islam diatas, dapat dilihat pada saat sekarang ini Hukum Pidana Islam belum
dirtifikasi oleh Indonesia sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberlakuan
fiqih jinaayat
atau Hukum Pidana Islam ini, dalam
artian positivisasi, memang belum diterapkan secara nasional. Adapun secara
parsial,fiqih jinaayat ini baru dapat diterapkan hanya di sebagian kecil
wilayah Indonesia, yakni di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pemberlakuan ini
dimulai dengan pembentukan Mahkamah Syariah melalui Qanun nomor
10 tahun 2002 tentang Peradilan Syariah Islam yang disahkan pada tanggal 14
oktober 2002
MENURUT
SALIM DALAM KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (1991) ISTILAH “KEKERASAN” BERASAL
DARI KATA “KERAS” YANG BERARTI KUAT, PADAT DAN TIDAK MUDAH HANCUR, SEDANGKAN
BILA DIBERI IMBUHAN “KE” MAKA AKAN MENJADI KATA “KEKERASAN” YANG BERARTI: (1)
PERIHAL/SIFAT KERAS, (2) PAKSAAN, DAN (3) SUATU PERBUATAN YANG MENIMBULKAN
KERUSAKAN FISIK ATAU NON FISIK/PSIKIS PADA ORANG LAIN.
REVISI
YANG DISARANKAN TUJUH PROFESOR
UNTUK
DISERTASI MUHAMMAD RAKIB
1.Apakah
substansinya ada pertentangan antra UU 23 th 2002 dengan Hukum Islam? (Halaman
247-248).
2.Tentang
larangan memukul anak, bukan UU-nya yang salah, tapi masyarakatnya yang salah memahaminya.
3.Sumber
rujukan, definisi operasional, belum jelas.
4.Judulnya
diperbaiki kemungkinannya “KONSEP KEKERASAN PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP
ANAK(Konsep KPHTA). Jika ditulis analisis Yuridis, bukan guru yang melakukan
kekerasan, seolah-olah hakim yang melalkukan.
5.Ralat
Bab IV tidak ada penjelasannya.
6.Halaman
tidak sesuai dengan daftar isinya disertasi.
7.Guru
hanya boleh memukul murid, setelah dididiknya selama tiga tahun.
8.Kesalahan
tehnis, tidak boleh ada dalam daftar ralat.
9.Harus
ada penjelasan judul.
10.Bukan
syari’at hukuman fisknya yang salah, tapi masyarakat yang salah memahaminya.
11.Pendekatan
sosiololgi dan antropologi, di mana dijelaskan dalam disertasi ?
12.Penjelasan
definisi kekerasan pada hukuman fisik.
13.Pendekatan
sosiologi antropologi, apa hubungannya dengan konsep?
14.Inventarisasi
semua keputusan pengadilan yang ada.
15.Hukum
bisa mengubah pola tingkah laku masyarakat, dan masyarakat dapat mengubah
hukum.
16.Ada
hadits yang tidak ditulis sumbernya (misalnya halaman 44).
17.Di
mana hak-hak anak (hadhonah) dalam disertasi.
18.Kronologis
Deklarasi HAM dari awal sampai akhir.
19.Anak
yang boleh dihukum dan yang tidak boleh dihukum.
20.Konsep
kekerasan menurut para sarjana dan para ahli, harus dikutip.
21.Analisis
normatif, masukkan fiqih ttg anak dan kekerasan terhadap mereka.
22.Masukkan
Yurisprodensi.
RENCANA REVISI DISERTASI
1. Pengertian Kekerasan
Istilah kekerasan berasal dari
bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan, kebengisan,
kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip Arif
Rohman : 2005). Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang
dapat merugikan orang lain. Misalnya, pembunuhan,
penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut menurut
masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai
perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang
ditujukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik,
mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan
dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak trauma
psikologis bagi korban. Nah, cobalah temukan minimal lima contoh tindak
kekerasan yang ada di sekitarmu!
2. Macam-Macam Kekerasan
Tidak dimungkiri tindak kekerasan
sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan seolah-olah
telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak
mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai macam dan
bentuk. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha
mengklasifikasikan bentuk dan jenis kekerasan menjadi dua macam, yaitu:
a. Berdasarkan bentuknya, kekerasan
dapat digolongkan menjadi kekerasan fisik, psikologis, dan struktural.
1) Kekerasan fisik yaitu kekerasan
nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan fisik
berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh,
sampai pada penghilangan nyawa seseorang. Contoh
penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-lain.
2) Kekerasan psikologis yaitu
kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh
kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
3) Kekerasan struktural yaitu
kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan menggunakan
sistem, hukum, ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali.
Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan
ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan,
kepandaian, keadilan, serta wewenang untuk mengambil
keputusan. Situasi ini dapat memengaruhi fisik dan jiwa seseorang.
Biasanya negaralah yang bertanggung
jawab untuk mengatur
kekerasan struktural karena hanya
negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk
mendorong pembentukan atau perubahan struktural dalam
masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah akibat
limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur
panas Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural tidak
menyadarinya karena sistem yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan
tersebut.
b. Berdasarkan pelakunya, kekerasan
dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Kekerasan individual adalah
kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu.
Contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.
2) Kekerasan kolektif adalah
kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh tawuran
pelajar, bentrokan antardesa konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.
3. Sebab-Sebab Terjadinya Kekerasan
Banyaknya tindak kekerasan yang
terjadi di masyarakat menimbulkan rasa keprihatinan yang mendalam dalam diri
setiap ahli sosial. Setiap kekerasan yang terjadi, tidak sekadar muncul begitu
saja tanpa sebab-sebab yang mendorongnya. Oleh karena itu, para ahli
sosial berusaha mencari penyebab terjadinya kekerasan dalam
rangka menemukan solusi tepat mengurangi kekerasan.
Menurut Thomas Hobbes, kekerasan
merupakan sesuatu yang alamiah dalam manusia. Dia percaya bahwa manusia
adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling
iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir
pendek. Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo
homini lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat alami manusia.
Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga
takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan, Hobbes berprinsip bahwa hanya
suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki
kekuatanlah yang dapat mengendalikan situasi dan kondisi bangsa.
Sedangkan J.J. Rousseau
mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu polos, mencintai diri secara
spontan, serta tidak egois. Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan
manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap
orang lain. Dengan kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan
sifat murni manusia.
Terlepas dari kedua tokoh tersebut
kekerasan terjadi karena situasi dan kondisi yang mengharuskan seseorang
melakukan tindak kekerasan. Hal inilah yang melandasi sebagian besar
terjadinya kekerasan di Indonesia. Seperti adanya penyalahgunaan
wewenang dan kedudukan oleh para pejabat negara yang tentunya
merugikan kehidupan rakyat, lemahnya sistem hukum yang dimiliki
Indonesia, dan lain-lain.
4. Upaya Pencegahan Tindak Kekerasan
Kini tindak kekerasan menjadi
tindakan alternatif manakala keinginan dan kepentingan suatu individu atau
kelompok tidak tercapai. Terlebih di Indonesia, kekerasan melanda di
segala bidang kehidupan baik sosial, politik, budaya, bahkan keluarga.
Walaupun tindakan ini membawa kerugian yang besar bagi semua pihak,
angka terjadinya kekerasan terus meningkat dari hari ke hari. Oleh karena
itu, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah semakin membudayanya tindak
kekerasan. Upaya-upaya tersebut (sebagaimana dikutip Arif
Rohman: 2005) antara lain:
a. Kampanye Anti-Kekerasan
Dilakukannya kampanye antikekerasan
secara terusmenerus mendorong individu untuk lebih menyadari akan
akibat dari kekerasan secara global. Melalui kampanye setiap masyarakat
diajak untuk berperan serta dalam menciptakan suatu kedamaian.
Dengan kedamaian individu mampu berkarya menghasilkan sesuatu
untuk kemajuan. Dengan kata lain, kekerasan mendatangkan kemundurandan
penderitaan, sedangkan tanpa kekerasan membentuk kemajuan bangsa.
b. Mengajak Masyarakat untuk
Menyelesaikan Masalah Sosial dengan Cara Bijak
Dalam upaya ini pemerintah mempunyai
andil dan peran besar. Secara umum, apa yang menjadi tindakan pemimpin,
akan ditiru dan diteladani oleh bawahannya. Jika suatu negara
menjauhkan segala kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah sosial,
maka tindakan ini akan diikuti oleh segenap warganya. Dengan begitu, semua
pihak berusaha tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang
akhirnya membawa kedamaian dalam kehidupan
Pengertian kekerasan terhadap anak
adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis
maupu mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak
definisi yang berbeda-beda. Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi
pengertian kekerasan terhadap anak oleh beberapa ahli.
Kempe, dkk (1962) dalam
Soetjiningsih (2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah
timbulnya perlakuan yang salah secara fisik yang ekstrem kepada
anak-anak.Sementara Delsboro (dalam Soetjiningsih, 1995) menyebutkan bahwa
seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan
sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan
pelayanan yang melindungi anak tersebut.
Fontana (1971) dalam Soetjiningsih
(2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih
luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal
dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir
yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau
pengasuhnya.
David Gill (dalam Sudaryono, 2007)
mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan,
penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari
perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak
tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan,
pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti
kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi.
Kekerasan terhadap anak menurut
Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental,
dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk,
Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak.
Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang
dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau
mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di
percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Sedangkan Nadia (2004) memberikan
pengeritian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik
maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang
mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya.
Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan
anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh
orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya
untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009)
kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah
pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan
pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau
pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau
perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung
jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah
dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik,
psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran
dan ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak.
Ada banyak pendapat mengenai definisi kekerasan, yaitu
sebagai berikut:
Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan
tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan
yang tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina.
Menurut Salim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah “kekerasan”
berasal dari kata “keras” yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur,
sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata “kekerasan” yang
berarti: (1) perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan
kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.
Menurut UU Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, nomor 23 tahun 2004 pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah
perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.
Menurut KUHP pasal 89, kekerasan adalah
mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin
secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang
sangat.
SELAMAT DATANG DI INDOMONOPOLY GAME ONLINE TERBESAR DAN TERPERCAYA DI INDONESIA.
ReplyDeleteMINIMAL DEPOSIT 20.000 & WITHDRAW 50.000 PROSES CEPAT DAN AMAN. DILAYANI CUSTOMER SERVIS YANG BAIK DAN RAMAH.
DIJAMIN 100% PLAYER VS PLAYER.. NO BOT, NO ADMIN, NO PENIPUAN BOLEH DI CEK. KOMISI REFERRAL 50% BERMINAT?
BISA LANGSUNG HUBUNGI LIVE CHAT KAMI SETIA MELAYANI ANDA 24JAM. KEMUDAHAN HANYA BERSAMA KAMI DI INDOMONOPOLY.
1.KUNJUNGI WEB KAMI : http://bit.ly/1QULFBI
2.BBM Pin : 5649B320
3.contact us : LINE : hermilyrostan
4.cara bermain game INDOMONOPOLY di pc http://bit.ly/1R1fOPQ
5.petunjuk unduh game INDOMONOPOLY di android http://bit.ly/1SoikP4
6.TERSEDIA JUGA DI PLAYSTORE KHUSUS DI ANDROID ANDA http://bit.ly/22ESOcV
7.cara daftar userid di INDOMONOPOLY http://bit.ly/1mldTZz
8.Tutorial cara bermain dan sistem potongan pada permain : http://bit.ly/1RFLt4X
boleh minta referensi jurnal/buku/lainnya terkait intervensi dan prevensi pada kenakalan remaja?
ReplyDeleteRaka KurniawanOctober 4, 2016 at 11:01 PM
ReplyDeleteboleh minta referensi jurnal/buku/lainnya terkait intervensi dan prevensi pada kenakalan remaja?