EMPAT KEJAHATAN IBU-IBU
TERHADAP ANAKNYA
M.Rakib LPMP Riau
Indonesia.2014
Memanjakan berarti
ibu-ibu membunuh,
Kepercayaan diri
anakmu Buk, jadi runtuh
Tidak cekatan, anakmu
dalam beraruh
Cita-citanya yang
tinggi itu Ya Buk, jadi rapuh
Betapa banyaknya orang tua yang telah
menjadi pembunuh. Penulis tertarik dengan yang ditulis oleh Yulia Alimudin ibu rumah tangga di http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/03/pendidikan-yang-menjerumuskan-426812.html,
bahwa memanjakan
anak tidak bergantung pada kaya atau miskinnya suatu keluarga, tetapi lebih
dipengaruhi oleh sedikit banyaknya pengetahuan orang tua akan ilmu mendidik
anak. Ketidaktahuan pola mendidik anak membuat mereka salah kaprah. Niat hati sayang pada
anaknya, justru membuat anak itu celaka, tidak berdaya dan
kehilangan masa depan mereka. Sejak kecil, anak telah dibiasakan dituruti
kemauannya, apa yang dikehendaki nya selalu diaada- adakan.
Seorang
anak manja seolah- olah raja didalam rumahnya ; orang - orang seisi rumah harus
tunduk dan takluk kepadanya. Ia hidup menuruti kemuan sendiri saja, hawa nafsu
dan tingkah laku anak itu makin merajalela . Oleh karena itu tidak mengherankan
jika sudah besar ia akan bersifat pembantah, keras hati atau keras kepala,
tidak inisiatif dan selalu bergantung kepada orang tuanya. Banyak sekali orang
tua yang memanjakan anaknya dengan berbagai cara seperti :
Pertama, memproteksi anak dengan
seribu satu macam perlindungan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berusaha
menyingkirkan segala kesulitan baginya. Misalnnya memperlakukan anak seperti
seorang raja, selalu membela anaknya ketika bertengkar dengan temannya meskipun
anaknya yang salah.
Kedua, memenuhi segala keinginan si anak,
apa saja yang menjadi kehendak dan keinginan anak, biarpun akan merugi atau
menggangu kesehatan dan pertumbuhnnnya dituruti saja. Tidak bisa berkata
tidak kepada anak, selalu mengalah pada anak, takut pada anak, sehingga
menjadikan kita sebagai orang tua tidak mempunyai wibawa lagi.
Ketiga, Membiarkan dan membolehkan si anak
berbuat sekehendak hatinya. Ini menjadikan dia jauh dari ketertiban, kepatuhan,
peraturan, dan kebiasaan- kebiasaan baik lainnya. Biasanya orangtua segan untuk
mendidik anak agar segara membereskan tempat tidurnya dan merapihkan mainan
ketika sudah selesai main.
Karena saking sayangnya, beberapa orangtua
mendidik anak dengan cara memanjakannya. Hal tersebut dalam jangka pendek
seakan tak ada masalah, namun dalam jangka panjang akan mempunyai dampak yang
sangat signifikan.
Biasanya, memanjakan anak secara berlebihan
berhubungan dengan situasi-situasi di bawah ini :
1. Anak
tunggal, jadi semua kasih sayang dicurahkan kepadanya karena dia merupakan
harapan satu- satunya dikeluarga
2. Anak
sulung adiknya belum lahir, disebabkan karena dia anak yang pertama lahir, maka
orangtuanya sangat memanjakkan anak tersebut
3. Anak
bungsu, karena dia merupakan anak yang paling kecil
4. Anak yang
termanis atau terpandai diantara saudara- saudaranya
5. Anak yang
sering sakit
6. Anak yang
cacat
7. Seorang
anak laki- laki yang saudarannya perempuan semuanya
8. Seorang
anak perempuan yang saudara- saudaranya laki- laki semuanya
9. Anak yang
diasuh oleh neneknya, karena nenek biasanya menyayangi melebihi rasa
sayang pada anaknya sendiri, sehingga jika cucunya berbuat nakal tidak berani
memukul atau menegurnya.(Betul kata Yulia)
10. Anak
angkat, karena tidak mempunyai anak, maka menyayangi anak angkat secara
berlebihan
Hal-hal yang menyebabkan orang tua
atau pengasuh - pengasuh lain memanjakan seorang anak adalah :
1. Karena
ketakutan yang berlebih - lebihan akan bahaya yang mungkin akan mengancam si
anak . Dalam hal ini orang tua akan selalu berusaha melindungi anaknya dari
segala sesuatu yang mengandung bahaya, seperti melarang anaknya berlari-
larian, bermain dipanas matahari, dibelanya jika ia berkelahi atau bertengkar
dengan temannya.
2. Keinginan
yang tidak disadari untuk selalu menolong dan memudahkan kehidupan si anak
karena mereka berfikir semua pekerjaan yang dilakukannya semata - mata untuk
kepentingan si anak akibatnya orang tua memberi pertolongan yang berlebih-
lebihanpada anak dan memanjakannya.
3. Karena
orang tua sendiri takut akan kesukaran, segan bersusah- susah , ingin mudah dan
enaknya saja. Orang tua takut kalau si anak bertindak membandel dan terus
merengek-rengek jika keinginannnya tidak terpenuhi, mereka merasa lebih mudah
berbuat untuk menuruti kehendak anaknya dari pada berlaku sabar dan menahan
nafsu amarahnya. Tapi mereka lupa bahwa dengan perbuatan itu anak akan lebih
menyukarkan dan menuntut lebih banyak lagi . Itulah sebabnya seorang pengasuh
sering memanjakan anak majikannya, ia takut akan kesukaran ; kesukaran yang
timbul dari si anak dan kemarahan majikannya
4. Karena
ketdaktahuan orang tua, kebanyakan orang tua, baik yang tidak terpelajar
sekalipun, mengetahui apa yag dapat diperbolehkan dan apa yang harus dilarang
bagi anak- anaknya , tetapi ada pula orang tua yang memang sama sekali tidak
tahu cara mengasuh anaknya , mereka tidak tahu bahwa anak harus dibiasakan akan
ketertiban, berlaku menurut peraturan - peraturan yang baik untuk bekal
hidupnya nanti dalam masyarakat. Ketidaktahuan ini juga sering terdapat pada
pengasuh - pengasuh anak kita, maka hati- hatilah memilih seorang pembantu
sebagai pengasuh anak- anak.
Anak yang dimanjakan akan
menderita akibat- akibat buruk seperti :
1. Anak akan mempunyai
sifat mementingkan dirinya sendiri , anak yang dimanja merasa dari kecilnya
bahwa orang lain selalu menolongnya, selalu memandang dirinya lebih penting
dari pada yang lain. Akibatnya , setelah anak menjadi besar, akan menjadi orang
yang selalu ingin di pandang, ingin ditolong, merasa kepentingannya sendiri
lebih penting dari pada kepentingan orang lain, ia selalu ingin dipuji, ingin
menang sendiri, sehingga akhirnya dapat menjadi orang yang congkak dan tamak;
perasaan sosialnya kurang.
2. Kurang mempunyai rasa
tanggung jawab. Anak yang dimanjakan selalu mendapat pertolongan, segala
kehendaknya diturut, tidak boleh dan tidak pernah menderita susah dan
kesukaran. Hal ini akan menjadikan anak itu orang yang selalu minta pertolongan
dan mengharapkan belas kasihan orang lain, ia tidak sanggup berikhtiar dan
inisiatif sendiri. Meskipun ia telah berkeluarga masih selalu mengharapkan
bantuan orang tuanya baik secara moril maupun materil . Sehingga orang
tuanya telah tiada ia tidak bisa bekerja keras sehingga banyak kejadian anak
yang dimanja sering mengalami penceraian.
3. Memanjakan dapat
mengakibatkan anak menjadi tidak percaya diri. Kebiasaan menerima pertolongan
dan selalu mendapat bantuan akibatnya anak itu menjafi orang yang selalu tidak
dapat mengerjakan atau memecahkan suatu masalah dalam kehidupannya ia merasa
bodoh, tidak sanggup , merasa harga diri kurang dan meyebabkan anak itu lekas
putus asa dan keras kepala.
4. Di sekolah anak yang
manja selalu berusaha menarik perhatian guru atau teman- temannya, perhatian
teman - temannya dipikatnya dengan pakaian indah, dengan alat- alat permainan,
dengan membagi- bagikan makanan, dengan bercerita yang bukan- bukan atau dengan
pura- pura sakit.
5. Karena tidak ada
kemauan dan inisiatif ; di sekolah anak yang manja itu bersifat pemalas. Ia
enggan bersusah- susah mengerjakan soal pelajarannya ia suka mencontoh
pekerjaan temannya, suka mencontek , ia sering tidak disenangi dan dijauhi
sehingga anak yang manja itu terasing dari teman- temannya.
Sebenarnya kesalahan bukan mutlak terletak pada
anaknya. Akan tetapi karena perlakuan orang tua sendiri, yang tidak tahu akibat
memanjakan anak. Orang tua tidak menyadari bahwa anaknya nanti akan tumbuh
besar dan tidak akan hidup selamanya dengan orang tua, mereka harus sekolah
(kost) jauh dari rumah, akan tinggal dengan orang lain, akan memasuki dunia
luar yang keras, dimana orang yang bekerja keras akan berani menghadapi hidup
yang penuh tantangan, akan menikah dan membangun rumah tangganya sendiri. Oleh
karena itu untuk menolong anak itu agar tidak terjerumus dan membahayakan masa
depannya kita sebagai pendidik (orang tua) adalah :
1. Jangan
mengindahkan anak yang manja itu lebih dari pada anak - anak lain. Pendidik (
orang tua ) harus berusaha agar anak yang manja menginsafi bahwa ia tidak
berbeda dengan anak- anak yang lain.
2. Didiklah
mereka itu ke arah percaya kepada kemampuan dirinya sendiri , dalam hal ini
kita jangan memberi pertolongan kepadanya, jika ia tidak perlu benar
3. Besarkan
hatinya terhadap hasil- hasil usahanya yang telah dikerjakannya sendiri, kalau
perlu pujilah mereka, jagalah agar mereka jangan bertambah kecil hati.
4. Kembangkan
perasaan sosial anak itu, biasakan ia bekerja sama, bantu membantu dengan
temannya
5. Yang
paling penting adalah menyadarkan orang tua bahwa perbuatan mereka memanjakan
anak itu keliru dan harus di ubah.
Mudah-mudahan, kita sebagai
orang tua bisa mendidik anak-anak kita dengan pendidikan yang tepat dan memandu
mereka menjadi generasi-generasi yang hebat di masa yang akan datang.
"MENGAPA
FASE PENDISIPLINAN ANAK DIMULAI PADA USIA 7 TAHUN? "
berkait dengan perintah Rasulullah Shallallahu
’alaihi wa sallam (SAW). Beliau bersabda, ”Apabila anak telah mencapai usia
tujuh tahun, perintahkanlah dia untuk melaksanakan shalat. Dan pada saat
usianya mencapai sepuluh tahun, pukullah dia apabila meninggalkannya.” (Riwayat
Abu Dawud).
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, ”Ajarkanlah anakmu tata cara shalat
ketika telah berusia tujuh tahun. Dan pukullah dia pada saat berusia sepuluh
tahun (apabila meninggalkannya).” (Riwayat Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas kepada
kita bahwa mendisiplinkan anak shalat dimulai pada usia tujuh tahun. Bukan usia
sebelumnya. Kita perlu memberi pendidikan iman, akhlak dan ibadah sedini
mungkin. Tetapi ada prinsip lain yang harus kita perhatikan: berikanlah
pendidikan tepat pada waktunya. Sesungguhnya, sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Rasulullah SAW dan sebaik-baik perkataan adalah firman Allah ’Azza wa
Jalla, yakni kitabullah al-Qur’anul Kariim.
Al-’Alqami dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi dalam
syarah Al-Jami’ush Shaghir berkata “Hen-daklah mengajarkan mereka hal-hal yg
diperlukan mengenai shalat di antaranya tentang syarat-syarat dan rukun shalat.
Dan memerintahkan mereka utk mengerjakan shalat setelah belajar.” Dia katakan
juga bahwa “Diperintah-kannya memukul itu hanyalah terhadap yg telah berumur
sepuluh tahun krn saat itu ia telah mampu menahan derita pukulan pada umumnya.
Dan yg dimaksud dgn memukul itu pukulan yg tidak mem-bahayakan dan hendaknya
menghindari wajah dalam memukul.”
Kejahatan pertama: memaki dan menghina bawahannya
Kejahatan kedua: melebihkan bawahan yang satu dari
yang lain
Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi bawhannya yang
mengkritik
Kejahatan keempat: tidak memberi teguran yang bersifat
mendidik.
Kadang-kadang
ada bawahan yang bertanya apakah aku
seimbang haknya di kantor ini dengan saudara yang lain? Karena ada atasan/
kepala yang melebihkan kasih sayang kepada pegawai yang lain. Ada atasan yang
melebihkan perhatian kepada bawahan yang lain. Nah pertanyaan apakah saya
pantas dicintai dasarnya adalah sense of self worth
– rasa bernilai. Pegawai yang asalnya tumbuh
dari keluarga yang baik, rasa nilai dirinya baik. Itu sebabnya mudah percaya
diri. Yang menjadikan masalah dalam hubungan cinta sesama sekantor itu memang akan ada perbedaan. Sebagai
kekuatan untuk menumbuhkan. Karena tidak ada kekasih yang tidak mengatur.
Kepala/ aatasan jika
terasa semakin mengatur. Karena tidak ada orang dalam hubungan baik atau
dicintai itu yang tidak dituntut menjadi orang seperti yang diharapakan oleh
orang yang mencintainya. Itu sebabnya mulai ada konflik. Perbedaan antara orang
yang dicintai dengan perilkaunya membuat kita mencintai orangnya dan membenci
perilakunya. Itu yang menjadikan hubungan kita adalah cinta dan benci. Jangan
sampai kita dibenci oleh orang yang tadinya mencintai kita karena kita menolak
berlaku seperti yang diharapkan oleh orang yang mencintai kita. Itu.
Menarik tulisan dakwatuna.com - Rasulullah saw. sangat penyayang terhadap bawahannya, maaf sahabatnya, bahkan anak-anak,
baik terhadap keturunan beliau sendiri ataupun anak orang lain. Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan
didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata,
“Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari
mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa
yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan
dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nomor 5538).
Bahkan
dalam shalat pun Rasulullah saw. tidak melarang anak-anak dekat dengan beliau.
Hal ini kita dapat dari cerita Abi Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah saw.
mendatangi kami bersama Umamah binti Abil Ash –anak Zainab, putri Rasulullah
saw.—Beliau meletakkannya di atas bahunya. Beliau kemudian shalat dan ketika
rukuk, Beliau meletakkannya dan saat bangkit dari sujud, Beliau mengangkat
kembali.” (HR. Muslim dalam Kitab Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, hadits nomor
840).
Peristiwa
itu bukan kejadian satu-satunya yang terekam dalam sejarah. Abdullah bin
Syaddad juga meriwayatkan dari ayahnya bahwa, “Ketika waktu datang shalat Isya,
Rasulullah saw. datang sambil membawa Hasan dan Husain. Beliau kemudian maju
(sebagai imam) dan meletakkan cucunya. Beliau kemudian takbir untuk shalat.
Ketika sujud, Beliau pun memanjangkan sujudnya. Ayahku berkata, ‘Saya kemudian
mengangkat kepalaku dan melihat anak kecil itu berada di atas punggung
Rasulullah saw. yang sedang bersujud. Saya kemudian sujud kembali.’ Setelah
selesai shalat, orang-orang pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat sedang sujud
di antara dua sujudmu tadi, engkau melakukannya sangat lama, sehingga kami
mengira telah terjadi sebuha peristiwa besar, atau telah turun wahyu kepadamu.’
Beliau kemudian berkata, ‘Semua yang engkau katakan itu tidak terjadi, tapi
cucuku sedang bersenang-senang denganku, dan aku tidak suka menghentikannya
sampai dia menyelesaikan keinginannya.” (HR. An-Nasai dalam Kitab At-Thathbiq,
hadits nomor 1129).
Usamah
bin Zaid ketika masih kecil punya kenangan manis dalam pangkuan Rasulullah saw.
“Rasulullah saw. pernah mengambil dan mendudukkanku di atas pahanya, dan
meletakkan Hasan di atas pahanya yang lain, kemudian memeluk kami berdua, dan
berkata, ‘Ya Allah, kasihanilah keduanya, karena sesungguhnya aku mengasihi
keduanya.’” (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5544).
Begitulah
Rasulullah saw. bersikap kepada anak-anak. Secara halus Beliau mengajarkan
kepada kita untuk memperhatikan anak-anaknya. Beliau juga mencontohkan dalam
praktik bagaimana bersikap kepada anak dengan penuh cinta, kasih, dan
kelemahlembutan.
Karena itu, setiap sikap yang
bertolak belakang dengan apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., adalah
bentuk kejahatan kepada anak-anak. Setidak ada ada empat jenis kejahatan yang
kerap dilakukan orang tua terhadap anaknya.
Kejahatan pertama: memaki dan
menghina anak
Bagaimana orang tua dikatakan
menghina anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai kekurangan anaknya dan
memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika itu dilakukan di hadapan
teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini adalah memberi nama kepada si
anak dengan nama yang buruk.
Seorang lelaki penah mendatangi Umar
bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil
putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan
anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas
orang tuanya?”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Rasulullah saw. sangat menekankan
agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari
kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama
kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).
Karena itu Rasulullah saw. kerap
mengganti nama seseorang yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau,
mengganti julukan-julukan yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik
dan bermakna positif. Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang
sedih) menjadi Sahlun (mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani
Rusyd (yang diberi petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama
kecil Aisy untuk memberi kesan lembut dan sayang.
Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan
bila kita memberi dan memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan
bermakna menghinakan dirinya.
Kejahatan kedua: melebihkan seorang
anak dari yang lain
Memberi lebih kepada anak kesayangan
dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada
anaknya. Sikap ini adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan
silaturrahmi anak kepada orang tuanya dan pangkal dari permusuhan antar
saudara.
Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku
menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian
berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui
Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi
atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya,
‘Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata,
‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah
kepada anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.”
(HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).
Dan puncak kezaliman kepada anak
adalah ketika orang tua tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada
anak perempuan yang kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota
tubuhnya. Padahal, tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi
tidak pintar pun itu bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan
anak adalah pemacu bagi orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya.
Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi,
semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR.
Ibnu Hibban)
Kejahatan ketiga: mendoakan
keburukan bagi si anak
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu da’awaatin mustajaabaatun: da’watu
al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu waalidin ‘ala walidihi; Ada
tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa
(keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash
Shilah, hadits nomor 1828)
Entah apa alasan yang membuat
seseorang begitu membenci anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang
hari lidahnya tidak kering mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki
anaknya. Sungguh, ibu itu adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang
buruk, setiap ucapan laknat yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang
diucapkannya bisa terkabul lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua
amal lisannya yang tak terkendali.
Coba simak kisah ini. Seseorang
pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya
kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu
menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”
Na’udzubillah! Semoga kita tidak
melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi
anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya
sudah durhaka kepada orang tuanya.
Kejahatan keempat: tidak memberi
pendidikan kepada anak
Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak
yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan
anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak
dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu
sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”
Perhatian. Itulah kata kuncinya. Dan
bentuk perhatian yang tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan
pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah
bentuk kejahatan orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah
ancaman yang buruk bagi pelakunya.
Perintah untuk mendidik anak adalah
bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah
tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap
ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi
keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah
pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di
akhirat.
Perintah ini diberikan Allah swt.
dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Adalah sebuah bentuk kejahatan
terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan
anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang
digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini,
keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah
anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila
tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab
Shalah, hadits nomor 372).
Ketahuilah, tidak ada pemberian yang
baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu
hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari
kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min
nahlin afdhala min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan
orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab
Birr wash Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)
Semoga kita tidak termasuk orang tua
yang melakukan empat kejahatan itu kepada anak-anak kita. Amin.
Tentang Mochamad Bugi
Mochamad
Bugi lahir di Jakarta, 15 Mei 1970. Setelah lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta, ia
pernah mengecap pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
IKIP Jakarta, di Jurusan… [Profil
Selengkapnya]
Redaktur:
Beri
Nilai Naskah Ini:
(169 orang menilai, rata-rata: 9,45 dalam
skala 10)
Konten
Terkait Sebelumnya:
Konten
Terkait Sebelumnya:
Menghindarkan Anak dari Kejahatan Seksual Pedoman Orang Tua Tentang Puasa Bagi Anak-Anak UNICEF: Israel Bertindak Kejam Terhadap Anak-Anak Palestina Pengaruh Orang Tua dalam Perkembangan Anak Terkait Merebaknya Situs Porno, Netty Prasetiyani Minta
Orang Tua Aktif Awasi Anak Komitmen Terhadap Wanita dan Anak, Gubernur Sumbar Irwan
Prayitno Raih Penghargaan Tanggungjawab Utama Pendidikan Anak ada Pada Orang Tua Kejahatan Bisa Mendarah-Daging
Daftarlah untuk mendapatkan update dakwatuna.com ke e-mail
Anda
Radio Elnury 918 AM
Indonesia
Polling
Siapakah Capres-Cawapres yang akan Anda pilih pada Pilpres
2014 nanti?
o
1.
Prabowo Subianto - M Hatta Rajasa
o
2.
Joko Widodo - M Jusuf Kalla
- FITUR
- Al-Qur'an
- Jadwal Shalat
- Subscribe ke dakwatuna.com
- Materi Tarbiyah
- Downloads
- Buku Tamu
- Android Apps
- Nokia Apps
- RSS feeds
- XML Sitemap
- MANAJEMEN
- Redaksi
- Kontributor
- Kirim Tulisan
- Kontak
- Info Iklan
- Donasi Dakwah
- Laporkan Iklan
- Terms of Use
- Privacy Policy
- Pedoman Pemberitaan Media Siber
dakwatuna.com | 2007 - 2013 | Right
to copy | Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini
dengan menyebutkan URL sumbernya. Powered by Wordpress.
79 queries
in 1,578 seconds.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/02/20/403/empat-kejahatan-orang-tua-terhadap-anak/#ixzz36fyxyqTD
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
No comments:
Post a Comment