JARIMAH TA’ZIR DI DALAM HAM ANAK DI INDONESIA
m.rakib lpmp
riau indonesia. 2014
Ada HAM, dalam Islam, seperti kita ketahui, pada prinsipnya
Al-Qur’an merupakan norma-norma HAM dasar. Olehkarena itu, dalam menentukan
hukuman, Al-Qur’an memberikan pola dasar yang umum. Pemberian pola HAM yang
dasar tersebut memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk menyesuaikan dengan
kondisi masyarakat tersebut.
London ( Berita
) : Pemerintah RI dan Swedia mengelar dialog Hak Azasi Manusia (HAM) yang
diadakan di Stockholm, Swedia selama dua hari dari tanggal 23 hingga 24 April.
Sekretaris
Pertama Pensosbud KBRI Stockholm, Dody Sembodo Kusumonegoro, waktu itu kepada koresponden Antara London, Kamis
[23/04] mengatakan dalam dialog HAM Indonesia diwakili para pejabat oleh
berbagai instansi.
Mereka di
antaranya perwakilan institusi pemerintah, Komnas Perlindungan Anak Cacat,
Ombudsman Indonesia dan perwakilan-perwakilan LSM seperti Pusat Rehabilitasi
anak dan penyandang cacat. Sementara Swedia diwakili oleh perwakilan institusi
pemerintah, anggota parlemen, dan wakil dari SIDA, RWI dan Handisam.
Dialog HAM
antara kedua negara diluncurkan tahun lalu oleh Menteri Luar Negeri waktu itu, Hassan
Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Swedia, Carl Bildt, di Jakarta April tahun
lalu diikuti dengan Lokakarya selama tiga
hari, yang merupakan Dialog HAM pertama antara kedua negara.
Hasil dari
dialog pertama antara lain dilaksanakannya beberapa program dan kerja sama
konkret bagi pembangunan kapasitas atau capacity
building di bidang HAM di antaranya peningkatan fasilitas untuk
penyandang cacat dan kenakalan remaja serta pengadaan beasiswa untuk
melanjutkan studi hukum humaniter di Swedia.
Menurut Dody,waktu itu, dialog kali ini akan membahas berbagai isu
yang merupakan kelanjutan dari dialog pertama di Jakarta tahun lalu diantaranya
capacity building untuk
masyarakat madani terutama dalam pemajuan hak penyandang cacat dan penanganan
anak-anak yang bermasalah dengan hukum. Selain itu juga dibahas isu HAM terkait
lainnya .
Selama
berlangsungnya dialog di Stockholm, kedua delegasi berkesempatan melakukan
peninjauan ke the National Board of Institutional Care dan tempat penanganan
kaum muda bermasalah di Uppsala.
Para delegasi
akan dapat mengetahui dan bertukar pengalaman mengenai penanganan dan perawatan
anak-anak bermasalah di Swedia.
Menurut Dody,
hubungan Indonesia dan Swedia meningkat dengan pesat dalam dua tahun belakangan
ini. Dialog HAM merupakan salah satu dari banyak kerj asama yang ada diantara
kedua negara dan saling bertukar pengalaman dan meningkatkan kerjasama untuk
mendukung upaya dalam pemajuan HAM. ( ant )
Namun
demikian, syari’at menentukan beberapa jenis perbuatan tertentu yangdianggap
sebagai kejahatan. Jenis kejahatan yang telah ditentukan syari’at dan
telahditentukan pula hukumannya itu sangat terbatas, yaitu jenis-jenis tindak
pidana yang masukdalam kelompok hudud dan qishash atau diyat yang
jumlahnya tidak lebih dari dua belas jenis.
Adapun
selebihnya, yang merupakan bagian terbesar dari jumlah tindak pidana
danhukuman, diserahkan kepada Ulul Amri dalam menentukan jenis pelanggaran
maupunhukumannya. Walaupun demikian,syari’at masih menentukan beberapa di
antaranyasebagai suatu kejahatan yang dapat dihukum, tanpa menentukan
sanksinya. Jadi, hal ini punmerupakan pendelegasian wewenang dari
pembuatsyari’at kepada Ulul Amri dalammenentukan jenis hukumannya.
Kepercayaan yang diberikan pembuatsyari’at dalam menentukan
bentuk pelanggaran dan macam hukuman tersebut ditujukan agar penguasa dapat
secara leluasa mengatur masyarakatnya. Seandainya pembuat syari’at menentukan
semua bentukpelanggaran dan jenis hukuman secara baku, Ulul Amri mungkin akan
mendapatkankesulitan dalam mencari kemashlahatan bagi rakyatnya. Hal ini
karena, kemashlahatanberubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat sehingga
sangat rentan terhadapperubahan. Oleh sebab itu, hanya pada hal-hal yang kebal
terhadap perubahan sajalah, syari’at memberikan aturan yang berlaku.
Bagian
yang tidak ditentukan jenis pelanggarannya dan juga jenis hukumannya,dalam fiqh
disebut denganta’zir. Suatu jenis Jarimah dan sanksi hukuman yang
menjadiwewenang Ulul Amri dalam pengaturannya.
Pengertian Dan Ruang Lingkup
Seperti
telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kejahatan yang ditentukansanksinya
oleh Al-Qur’an maupun oleh hadits disebut jarimah hudud dan
qishash atau diyat .Adapun tindak pidana yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an
maupun hadits disebut sebagai tindakan pidana ta’zir . Misalnya, tidak melaksanakan
amanah, menghasab harta, menghina orang,
menghina agama, dan suap.
Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah
kejahatan-kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh Ulul Amri
yang
sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan
syari’ah, seperti miosalnya, peraturan
lalu lintas, pemeliharaan lingkungan, dan memberi sanksi kepada aparat
pemerintah yang tidak disiplin.Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata
dasar) bagi ‘azzara
yang
berarti menolak dan mncegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, dan
membantu . Dalam Al-Qur’an disebutkan :
“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi
dan petang”. (QS Al-Fath :9)
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi
yang (namanya) merekadapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh merekamengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar danmenghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yangburuk dan membuang dari mereka beban-beban
dan belenggu-belenggu yang ada padamereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya, danmengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS
Al-A’raf : 157)
“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian
(dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan
Allah berfirman: "Sesungguhnya Akubeserta kamu, sesungguhnya jika kamu
mendirikan shalat dan menunaikan zakat sertaberiman kepada rasul-rasul-Ku dan
kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allahpinjaman yang baik
sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnyakamu akan
Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai.
Makabarangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah
tersesat dari jalan yang lurus”. (QS Al-Maidah : 12)
Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran.
Disebut dengan ta’zir karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si
terhukum untuk tidak kembali kepada jarimahatau dengan kata lain membuatnya
jera. Para fuqahab mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh
Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah
SWT dan hakhamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan
mencegahnyauntuk tidak mengulangi kejahatan serupa .
Ta’zir sering juga disamakan oleh fuqahadengan hukuman
terhadap setiap maksiatyang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarah.
Hukuman ta’zir sepenuhnya ada ditangan hakim, sebab beliaulah yang megang
tampuk kekuasaan pemerintahan dan kaum muslimin. Dalam kitab Subulus As-Salam
disebutkan: “Hukuman ta’zir tidak diperkenankan selain dari Imam kecuali dari
tiga orangberikut ini:
a.
Ayah, boleh menjatuhkan ta’zir terhadap anaknya yang
masih kecil dengan tujuanedukatif, dan mencegahnya dari akhlak yang buruk.
b.
Majikan, diperbolehkan menta’zir hambanya baik yang
bersangkutan dengan hakdirinya atau hak Allah.
c.
Suami, diperbolehkan menta’zirkan istrinya dalam masalah
nusyuz, sebagaimana yang telah telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Para ulama pada umumnya memperbolehkan penggabungan
antara had dan ta’zir selama memungkinkan. Misalnya dalam mazhab
Hanafi, pezina yang ghair muhshan dijilid seratus kali sebagai had lalu dibuang satu tahun sebagai
ta’zir . Demikian pula dalam mazhab Maliki
dan mazhab Syafi’i penggabungan antara had dan ta’zir itu diperbolehkan,
sepertimengalungkan tangan pencuri setelah dipotong dan menambahkan empat puluh
kali jilid bagi peminum khamar .
Para ulama membagi jarimah ta’zir menjadi dua bagian , yaitu
1. Jarimah yang berkaitan dengan hak Allah SWT
Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak
Allah SWT adalahsegala sesuatu yang berkaitan dengan kemashlahatan umum.
Misalnya, membuatkerusakan di muka bumi, perampokan, pencurian, perzinaan,
pemberontakan, dan tidaktaat kepada Ulul Amri.
2. Jarimah yang berkaitan dengan hak perorangan
Yang
dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak hamba adalah segalasesuatu
yang mengancam kemashlahatan bagi seorang manusia, seperti tidak membayarutang
ataupun penghinaan.
Dasar Hukum
Dasar hukum disyariatkannya ta’zir terdapat
dalam beberapa hadits Nabi SAW dantindakan sahabat. Hadits-hadits tersebut
antara lain , sebagai berikut :
1. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim
Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi
SAW “menahanseseorang karena disangka melakukan kejahatan” (Hadits diriwayatkan
oleh Abu Daud,Turmudzi, Nas’ai, dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim)
2. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Burdah
Dari Abu Burdah Al-Anshari RA, bahwa ia mendengar Rasulullah
SAW bersabda : “Tidak boleh dijilid di atas sepuluh cambuk kecuali di dalam
hukuman yang telah ditentukan oleh ALLA SWT”. (Muttafaq ‘alaih)
3. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah
Dari
Aisyah RA, bahwa Nabi SAW bersabda : “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang
yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam
jarimah- jarimah hudud”. (Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nas’ai, dan
Baihaqi) Secara umum ketiga hadits tersebut menjelaskan tentang eksistensi
ta’zir dalam syari’at Islam. Hadits pertama menjelaskan tentang tindakan Nabi
yang menahan seseorang
Hukuman jilid dalam jarimah hudud,baik perzinaan maupun
tuduhan zina dansebagainya sudah disepakati oleh para ulama. Adapun ukuman
jilid dalam pidana ta’zir juga berdasarkan Al-Qur’an, hadits, dan ijma.
Dalam Al-Qur’an misalnya dalam surat An-Nisaayat 34 :
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telahmelebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karenamereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanitayang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, olehkarena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullahmereka. Kemudian
jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untukmenyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS.
An-Nisa : 34)Meskipun dalam ayat tersebut ta’zir tidak dijatuhkan oleh
Ulul Amri, melainkan olehsuami. Adapun hadits yang menunjukkan bolehnya ta’zir
dengan jilid adalah hadits Abu Burdah yang mendengar langsung bahwa
Nabi SAW, bersabda : “Seseorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali
cambukan kecuali dalam salah satu dari had ALLAH SWT”.
3. Hukuman Penjara
Dalam bahasa Arab ada dua istilah untuk hukuman penjara.
Pertama :
Al-Habsu dan yang kedua : As-Sijnu.
Pengertian Al-Habsu menurut bahasa adalah mencegah atau menahan. Kata al-Habsu
diartikan juga As-Sijnu. Dengan demikian, kedua kata
tersebutmempunyai arti yang sama.Menurut Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah, yang
dimaksud dengan al-Habsu menurut syara’ bukanlah menahan pelaku di tempat yang
sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar ia tidak melakukan
perbuatan hukum, baik penahanan tersebut didalam rumah, atau masjid, maupun di
tempat lainnya. Penahanan model itulah yang dilaksanakan pada masa Nabi SAW dan
Khalifah Abu Bakar. Artinya, pada masa itu tidak ada tempat yang khusus untuk
menahan seorang pelaku. Akan tetapi, setelah umat Islam bertambah banyak dan wilayah Islam bertambah
luas, Khalifah Umar pada masa pemerintahannya
membeli rumah Shafwan Ibn Umayyah
dengan
harga empat ribu dirham untuk kemudian dijadikan sebagai penjara. Atas dasar
inilah, para ulama membolehkan kepada Ulul Amri untuk membuat penjara. Meskipun demikian, para ulama yang
lain tetap tidak membolehkan untuk mengadakan
penjara, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan Khalifah Abu
Bakar.Selain itu, dasar hukum yang membolehkannya hukuman penjara ini adalah
SurahAn-Nisaa’ ayat 15 :
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan
keji, hendaklah ada empat orang saksi
diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka
(wanita-wanita itu) dalam rumah sampaimereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya”. (QS. An-Nisaa’ : 15)
Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi kepada dua
bagian, yaitu :
Hukuman penjara yang dibatasi waktunyaHukuman penjara
terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasisecara tegas.
Hukuman penjara terbatas ini diterapkan untuk Jarimah penghinaan,penjual
khamar, pemakan riba , melanggar kehormatan bulan suci Ramadhan, mengairiladang
dari saluran tetangga tanpa izin, caci maki antara dua orang yang dipenjara
dansaksi palsu. Adapun lamanya hukuman penjara, tidak ada kesepakatan di
kalangan para ulama,begitupun batas tertinggi dan terendah pada hukuman penjara
terbatas ini, tidak adakesepakatan juga di kalangan para ulama.
Hukuman penjara yang tidak dibatasi
waktunya Hukuman penjara tidak terbatas atau tidak dibatasi waktunya, melainkan
berlangsung terus sampai orang yang terhukum itu mati, atau sampai ia bertobat.
Dalam istilah lain bisa disebut hukuman
penjara seumur hidup.Hukuman penjara seumur hidup dikenakan kepada penjahat
yang sangat berbahaya,misalnya seseorang yang menahan orang lain unktuk dibunuh
oleh orang ketiga, atauseperti orang yang mengikat orang lain, kemudian
melemparkannya kedepan hewanbuas. Menurut Imam Abu Yusuf, apabila orang itu
mati karena hewan buas maka pelaku dikenakan
hukuman penjara seumur hidup.
4. Hukuman pengasingan
Diantara hukuman ta’zir dalam syariat Islam ialah
pengasingan, hukumanpengasingan juga termasuk hukuman had yang diterapkan untuk
pelaku tindak pidanaperampokan berdasarkan surah Al-Maidah ayat 33 :
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempatkediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka didunia, dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang
besar. (QS Al-Maidah : 33)
Meskipun
hukuman pengasingan itu merupakan hukuman had , namun dalampraktiknya,
hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuman ta’zir . Dalam
sejarah,Rasullullah SAW pernah menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap tiga
orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Mirarah
bin Rubai’ah, dan Hilal bin Umaiyah. Mereka dikucilkan selama 50 hari tanpa
diajak bicara sehingga turunlah firmanAllah SWT :
Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan
taubat) mereka, hinggaapabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal
bumi itu luas dan jiwa merekapuntelah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta
mereka telah mengetahui bahwa tidak adatempat lari dari (siksa) Allah,
melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima Taubatmereka agar mereka
tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha PenerimaTaubat lagi
Maha Penyayang. (QS At-Taubah : 108)
Diantara
jarimah ta’zir yang dikenakan hukuman pengucilan adalah orang yang
berperilaku Mukhannats (waria) yang pernah dilaksanakan oleh Nabi SAW dengan
mengasingkannya ke luar Madinah, pemalsuan terhadap Al-Qur’an, atau pemalsuan
terhadap Baitul Mal. Adapun tempat dan lamanya pengasingan, tidak ada
kesepakatan para fuqaha. Pesan yang dapat kita tangkap dalam penjatuhan
hukuman pengasingan ini adalahkekhawatiran para ulama akan tersebarnya pengaruh
si pelaku kepada orang lain sehinggaia harus dibuang ke luar daerah.
5. Hukuman-Hukuman
Ta’zir
yang Lain Peringatan keras. Hukuman denda. Dihadirkan di hadapan sidang.
Nasihat. Celaan. Pemecatan dan pengumuman kesalahan secara terbuka .
Penutup
A. Kesimpulan
Pada
dasarnya jariman ta’zir ditentukan oleh ulil amri atau kepala pemerintahan,
adapun jarimah ini memuat hukuman secara maksimal hingga menghukum mati
seseorang, namun ada beberapa ulama yang menentangnya. Dan hukumannya paling
ringan biasanya berupa denda.
B. Saran
Terimakasih
makalah ini yang dapat saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca terlebih
lagi kepada penulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Prof.
Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam
Ø Drs. H.
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana IslamProf. Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh
Jianayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam
Ø Drs. H.
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam
Ø Drs. H.
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam
Ø Ahmad
Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam
Ø Prof.
Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat : Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan
Islam
No comments:
Post a Comment