ARTI KEKERASAN MENURUT
PARA AHLI
m.rakib
lpmp riau indonesia
2014
Pengertian Kekerasan
Pengertian kekerasan terhadap anak
adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis
maupu mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak
definisi yang berbeda-beda. Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi
pengertian kekerasan terhadap anak oleh beberapa ahli.
Kempe, dkk (1962) dalam Soetjiningsih
(2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah timbulnya perlakuan
yang salah secara fisik yang ekstrem kepada anak-anak.Sementara Delsboro (dalam
Soetjiningsih, 1995) menyebutkan bahwa seorang anak yang mendapat perlakuan
badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian
suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut.
Fontana (1971) dalam Soetjiningsih
(2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih
luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal
dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir
yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau
pengasuhnya.
David Gill (dalam Sudaryono, 2007)
mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan,
penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari
perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak
tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan,
pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti
kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi.
Kekerasan terhadap anak menurut
Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik,
mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk,
Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak.
Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan
oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka
yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya,
misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Sedangkan Nadia (2004) memberikan
pengeritian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik
maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang
mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya.
Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan
anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh
orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya
untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009)
kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah
pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan
pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau
pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau
perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung
jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah
baik dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan
fisik, psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan,
penelantaran dan ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak.
Kekerasan adalah
pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak
dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tidak
terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina.
Dalam masyarakat diusahakan agar konflik yang terjadi tidak
berakhir dengan kekerasan. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu prasyarat,
yaitu sebagai berikut.
a. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus
menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka.
b. Pengendalian konflik-konflik tersebut hanya mungkin dapat
dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisir
dengan jelas.
c. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus
mematuhi aturan-aturan permainan tertentu yang telah disepakati bersama. Aturan
tersebut pada saatnya nanti akan menjamin keberlangsungan hidup
kelompok-kelompok yang bertikai tersebut.
Apabila prasyarat di atas tidak dipenuhi oleh pihak-pihak
yang terlibat konflik, maka besar kemungkinan konflik akan berubah menjadi
kekerasan. Secara umum, kekerasan dapat didefinisikan sebagai perbuatan
seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau hilangnya nyawa
seseorang atau dapat menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
Sementara itu, secara sosiologis, kekerasan dapat terjadi di saat individu atau
kelompok yang melakukan interaksi sosial mengabaikan norma dan nilai-nilai
sosial yang berlaku di masyarakat dalam mencapai tujuan masing-masing. Dengan
diabaikannya norma dan nilai sosial ini akan terjadi tindakan-tindakan tidak
rasional yang akan menimbulkan kerugian di pihak lain, namun dapat
menguntungkan diri sendiri.
Menurut Soerjono Soekanto, kekerasan (violence) diartikan
sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda.
Sedangkan kekerasan sosial adalah kekerasan yang dilakukan terhadap orang dan
barang, oleh karena orang dan barang tersebut termasuk dalam kategori sosial
tertentu.
2. Bentuk-Bentuk Kekerasan
Dalam kehidupan nyata di masyarakat, kita dapat menjumpai
berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang satu
terhadap anggota masyarakat yang lain. Misalnya pembunuhan, penganiayaan,
intimidasi, pemukulan, fitnah, pemerkosaan, dan lain-lain. Dari berbagai bentuk
kekerasan itu sebenarnya dapat digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu kekerasan
langsung dan kekerasan tidak langsung. Tahukah kamu apakah kekerasan langsung
dan kekerasan tidak langsung itu? Mari kita bahas bersama pada uraian berikut
ini.
a. Kekerasan langsung (direct violent)
adalah suatu Bentuk kekerasan yang dilakukan secara langsung
terhadap pihakpihak yang ingin dicederai atau dilukai. Bentuk kekerasan ini
cenderung ada pada tindakan-tindakan, seperti melukai orang lain dengan
sengaja, membunuh orang lain, menganiaya, dan memperkosa.
b. Kekerasan tidak langsung (indirect violent)
adalah suatu bentuk kekerasan yang dilakukan seseorang
terhadap orang lain melalui sarana. Bentuk kekerasan ini cenderung ada pada
tindakan-tindakan, seperti mengekang, meniadakan atau mengurangi hak-hak
seseorang, mengintimidasi, memfitnah, dan perbuatan-perbuatan lainnya. Misalnya
terror bom yang dilakukan oleh para teroris untuk mengintimidasi pemerintah
supaya lebih waspada akan bahaya yang dilakukan oleh pihak asing terhadap
negara kita.
Sehubungan dengan tindak kekerasan yang telah dilakukan oleh
anggota masyarakat yang satu terhadap anggota masyarakat yang lain, pada
dasarnya di dalam diri manusia terdapat dua jenis agresi (upaya bertahan),
yaitu sebagai berikut.
a. Desakan untuk melawan yang telah terprogram secara
filogenetik sewaktu kepentingan hayatinya terancam. Hal ini dimaksudkan untuk
mempertahankan hidup individu yang bersifat adaptif biologis dan hanya muncul
apabila ada niat jahat. Misalnya si A melakukan pencurian karena adanya desakan
kebutuhan ekonomi, seperti makan.
b. Agresi jahat melawan kekejaman, kekerasan, dan
kedestruktifan ini merupakan ciri manusia, di mana agresi tidak terprogram
secara filogenetik dan tidak bersifat adaptif biologis, tidak memiliki tujuan,
serta muncul begitu saja karena dorongan nafsu belaka. Misalnya aksi kerusuhan
yang dilakukan oleh para suporter sepak bola. Kamu telah belajar mengenai
konflik dan kekerasan yang terjadi di masyarakat. Dapatkah kamu membedakan
kedua hal tersebut?
Ada banyak
pendapat mengenai definisi kekerasan, yaitu sebagai berikut:
Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan
tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan
yang tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina.
Menurut Salim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah “kekerasan”
berasal dari kata “keras” yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur,
sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata “kekerasan” yang
berarti: (1) perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3) suatu perbuatan yang
menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.
Menurut UU
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, nomor 23 tahun 2004 pasal 1
ayat (1), kekerasan adalah perbuatan terhadap seseorang yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan atau
penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan
rumah tangga.
Menurut KUHP
pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang
tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena
tindakan itu merasakan sakit yang sangat.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka pendapat Salim-lah yang menurut
peneliti paling tepat karena paling lengkap dan merangkup keseluruhan definisi
diatas dengan kalimat yang ringkas namun padat, yaitu bahwa kekerasan adalah
suatu perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis
pada orang lain. Hal ini juga sesuai dengan tema penelitian, yaitu tentang
kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya.
Definisi
kekerasan yang dilakukan guru terhadap muridnya ini apabila merujuk pada
definisi kekerasan versi Salim, maka kekerasan yang dilakukan guru terhadap
muridnya bermakna: suatu perbuatan yang dilakukan guru, yang dapat menimbulkan
kerusakan fisik atau non fisik/pasikis pada murid-muridnya. Definisi inilah
yang akan seterusnya peneliti gunakan dalam penelitian ini.
Azizul
Awalludin, 38, dan istrinya Shalwati Norshal dihukum masing-masing 10 dan 14
bulan penjara karena memukul anak mereka yang berusia antara tujuh sampai 14
tahun dengan tongkat, gantungan baju dan tangan karena menolak diajak shalat.
Swedia adalah negara pertama di dunia yang melarang hukuman fisik terhadap anak pada 1979 dan sejak itu langkah ini diikuti oleh 36 negara lain.
"Saya telah berbicara dengan klien saya (Awalludin) dan dia tentu saja sangat kecewa dan menyanggah dakwaan itu," kata kuasa hukum, Jonas Tamm kepada kantor berita AFP.
Pengadilan menolak klaim kuasa hukum bahwa anak tertua yang melakukan pemukulan yang disebutkan terjadi dalam periode tiga tahun.
Pasangan Malaysia itu berada di Swedia dalam tugas untuk Pariwisata Malaysia namun tidak memiliki kekebalan diplomatik.
Mereka ditahan di Stockholm sejak Desember 2013 setelah staf di sekolah anak-anak mereka melaporkan kecurigaan kepada dinas sosial.
Kasus itu mengejutkan pegiat hak anak di Swedia. Namun di Malaysia, kasus itu menimbulkan kemarahan karena memukul anak bukan kejahatan di negara itu.
Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, menyambut anak-anak itu kembali ke Malaysia tanggal 1 Februari lalu dan menawarkan bantuan untuk pasangan suami istri itu.
Sebelumnya, pasangan suami istri warga negara Malaysia didakwa melakukan "pelanggaran berat" di Swedia karena memukul empat anak mereka. Hukuman fisik terhadap anak memang dilarang di Swedia, namun di Malaysia hukuman pencambukan masih berlaku di sekolah-sekolah.
Azirul Raheem Awaluddin, direktur badan Pariwisata Malaysia, tinggal di Swedia bersama keluarganya dalam tiga tahun terakhir. Ia dan istrinya Shalwati Norshal, ditahan di Stockholm sejak Desember lalu setelah diduga berulang kali memukul tangan putranya karena menolak sembahyang. Sejak penahanan itu, jaksa Swedia mengatakan mereka menemukan insiden pemukulan lain terhadap anak pasangan itu.
Salah satu hukuman fisik terhadap empat anak mereka yang dilakukan antara 2011 dan 2012 termasuk dengan menggunakan tali pinggang dan juga kayu. Kasus itu mengejutkan banyak pihak di Malaysia karena hukuman fisik merupakan hal yang tergolong biasa di negara itu.
Keempat anak pasangan itu telah dikembalikan ke Malaysia dan diasuh oleh sanak saudara mereka atas permintaan Perdana Menteri Najib Razak. (*)
Sumber: BBC
Terima kasih... Langsung diamankan.
ReplyDelete