MEMILIH PEMIMPIN MUSLIM ATAUKAH NON MUSLIM YANG
BERSIH DAN ADIL?
Pemimpin
Jelek, tapi Muslim, Lebih Bagus
Dibandingkan Pemimpin Yang Baik Tapi Kafir
M.RAKIB LPMP RIAU INDONESIA
Manakah
yang mesti dipilih jika ada dua pilihan. Ada calon pemimpin yang muslim namun
suka bermaksiat, ataukah non muslim yang dikatakan bersih dan adil?
SEKEPING
PEYEK, DI TEPI HALAMAN,
DILIRIK
DARI, SEBALIK TABIR.
PEMIMPIN
YANG JELEK, TAPI BERIMAN,
LEBIH
BAIK DARI YANG BAGUS, TAPI KAFIR.
Pemimpin Oh Pemimpin beriman,
Orang beriman, tiada yang jelek,
tapi ada yang perlu diingatkan dengan keras
Mau dibawa kemana kah negriku ini?
Mau dibawa kemana kah negriku ini?
Para pemimpin kafir, sedang
menunjukkan kebaikannya, pura-pura bersih.
Negri ku ini, Indonesia bak surga, mayoritas penduduknya muslim.
Di mana kesejahteraan untuk rakyat ku?
Dulu kami katakan kepada penjajah, yang merenggut kebahagiaan orang beriman.
Tidak
kah malu dirimu yang sudah jadi harimau?Negri ku ini, Indonesia bak surga, mayoritas penduduknya muslim.
Di mana kesejahteraan untuk rakyat ku?
Dulu kami katakan kepada penjajah, yang merenggut kebahagiaan orang beriman.
Harimau yang menunjukkan belangnya yang gagah, karena memang sosok pemimpin yang seharusnya begitu…
Tapi,.. Pemimpin harimau tiada tega menerlantarkan bangsanya sendiri…
Kambing-kambing adalah rakyat kecil tak berdaya,..
Jangan sampai rakyat bagai domba yang semakin terinjak dan terisolir…
Dimanakah keteladanan yang hilang dari dirimu PEMIMPINKU?
Perlukah engkau menunggu beribu korban jiwa terjatuh?
Perlukah kami menunggu kebijaksanaanmu hingga kau sadar akan ke khilafanmu?
Kau isi perut buncitmu dengan seribu masakan kuliner…
Sementara itu, di ujung jalan kecil dan gang sempit,
mereka mengisi perut mereka dengan berjuta-juta batu untuk bertahan..
Pernahkah terbesit dalam Pikirmu?
Seandainya mereka adalah anak-anakmu..
Apa yang akan engkau lakukan?
KATA “pemimpin-pemimpin” pada ayat di atas adalah
terjemahan dari kata auliya’. Pertanyaannya, tepatkah terjemahan tersebut? Coba
kita telusuri terjemahan ayat ini dalam bahasa Inggris. Yusuf Ali dalam The
Meaning of the Holy Qur’an menerjemahkan auliya’ dengan friends and protectors
(teman dan pelindung). Muhammad Asad dalam The Message of the Qur’an dan MAS
Abdel Haleem dalam The Qur’an sama-sama menerjemahkannya dengan allies
(sekutu). Muhammad Marmaduke Pickthal dalam The Glorious Qur’an
mengalihbahasakan kata auliya’ menjadi friends. Begitu juga NJ Dawood dalam The
Koran dan MH Shakir dalam The Qur’an. Sedangkan berdasar The Qur’an terjemahan
TB Irving, auliya’ diartikan sebagai sponsors.
Walhasil, tak satu pun terjemahan Inggris yang saya sebutkan tadi mengartikan auliya’ sebagai “pemimpin.” Dan secara bahasa Arab, versi terjemahan Inggris ini agaknya lebih akurat. Perlu diingat, kata auliya’, bentuk plural dari waliy, bertaut erat dengan konsep wala’ atau muwalah yang mengandung dua arti: satu, pertemanan dan aliansi; kedua proteksi atau patronase (dalam kerangka relasi patron-klien). Karena itulah agak mengherankan ketika dalam terjemahan Indonesia pengertian auliya’ disempitkan, kalau bukan didistorsikan, menjadi “pemimpin”, yang maknanya mengarah pada pemimpin politik. Bisa jadi karena kata tersebut dianggap berasal dari akar kata wilayah, yang memang artinya kepemimpinan atau pemerintahan.
Yang jelas, tidak pantas non muslim
menguasai rakyat yang mayoritas muslim. Kenapa demikian?
Karena memang Allah melarangnya.
Islam itu tinggi, artinya di atas, bukan di bawah, bukan berada dalam kekuasaan
non muslim. Sangat tidak pantas Islam yang mulia ini malah dikuasai oleh non
muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ
لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan
memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang
beriman.” (QS. An Nisa’: 141)
Memang pernah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mempekerjakan non muslim sebagaimana disebutkan dalam
hadits berikut,
وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا
خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai
petunjuk jalan, dan dia adalah seorang beragama kafir Quraisy.” (HR.
Bukhari no. 2264). Namun ingat itu dipekerjakan, bukan berada di atas, bukan
sebagai pemimpin.
Lantas manakah yang mending memiliki pemimpin muslim namun kerap
korupsi ataukah pemimpin non muslim yang jujur, adil dan anti korupsi?
Kita dapat ambil pelajaran dari
perkataan ‘Abdullah bin Mas’ud berikut ini.
Ibnu Mas’ud berkata,
لأَنْ أَحْلِفَ بِاللَّهِ كَاذِبًا
أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أنْ أَحْلِفَ بِغَيْرِهِ وَأنَا صَادِقٌ
“Aku bersumpah dengan nama Allah
dalam keadaan berdusta lebih aku sukai daripada aku jujur lalu bersumpah dengan
nama selain Allah.” (HR. Ath Thobroni dalam Al Kabir. Guru kami, Syaikh Sholeh
Al ‘Ushoimi berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Kata Syaikh Sholeh Al Fauzan, di
antara faedah dari hadits di atas adalah bolehnya mengambil mudarat yang lebih
ringan ketika berhadapan dengan dua kemudaratan. (Al Mulakhos fii Syarh
Kitabit Tauhid, hal. 328).
Kaedah dari pernyataan di atas disebutkan
oleh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah,
اِرْتِكَابُ أَخَفِّ المفْسَدَتَيْنِ
بِتَرْكِ أَثْقَلِهِمَا
“Mengambil mafsadat yang lebih
ringan dari dua mafsadat yang ada dan meninggalkan yang lebih berat.” (Fathul
Bari, 9: 462)
Dalam kitab yang sama, Ibnu Hajar
juga menyatakan kaedah,
جَوَازُ اِرْتِكَابِ أَخَفِّ
الضَّرَرَيْنِ
“Bolehnya menerjang bahaya yang
lebih ringan.” (Fathul Bari, 10: 431)
Kalau kita bandingkan saat mesti
memilih antara pemimpin muslim yang gemar maksiat dengan pemimpin non muslim
yang jujur dan adil, maka tetap saja pemimpin muslim lebih utama untuk
dijadikan pilihan. Mudaratnya tentu lebih ringan. Apa alasannya?
Alasan pertama, kita tidak boleh
mengambil pemimpin dari orang kafir. Alasan kedua, kita akan lebih mudah dalam
menjalani agama karena pemimpin semacam itu lebih mengerti akan kebutuhan kaum
muslimin. Alasan ketiga, non muslim tidak mudah menindas kaum muslimin atau
menyebar ajaran mereka.
Kezaliman yang dilakukan oleh
pemimpin muslim misalnya dengan korupsi, itu adalah kesalahannya. Ia akan
dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah atas tindak jeleknya. Namun agama
kita pasti akan lebih selamat dan orang muslim pun akan peduli pada sesama
saudaranya. Beda halnya dengan non muslim. Muslim yang bermaksiat masih lebih
mending, berbeda dengan non muslim yang diancam akan kekal di neraka.
Jadi bagi yang masih mengatakan
pemimpin non muslim itu lebih baik, berpikirlah dengan nalar yang baik dan
banyak mengkaji ayat-ayat Al Qur’an. Lihatlah bagaimana Allah menyebut non
muslim dalam ayat berikut ini,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ
هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang
kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka
Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”
(QS. Al Bayyinah: 6). Ini firman Allah loh yang tidak mungkin keliru. Beda
kalau tidak percaya akan wahyu.
Loyalitas seorang muslim haruslah
kepada sesama muslim bukan kepada yang berlawanan agama dengannya. Allah Ta’ala
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ
تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
Dalam ayat lain disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.”
(QS. Al Mumtahanah: 1)
Marilah kaum muslimin melihat
realita yang terjadi. Cobalah renungkan sejenak, bagaimana nasibnya nanti jika
akhirnya pemimpin non muslim yang akan maju sebagai pewaris kekuasaan.
Hanya Allah yang memberi taufik.
—
Disusun di malam hari, 13 Sya’ban
1435 H di Pesantren
Darush Sholihin Gunungkidul
Akhukum fillah: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan
memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page
Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom
—
Telah hadir 2 buku terbaru buah
karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal “10 Pelebur Dosa” sebanyak 64 halaman
(ukuran buku saku) dan buku “Bermodalkan Ilmu Sebelum Berdagang sebanyak 198
halaman (ukuran A5) terbitan Pustaka Muslim Yogyakarta. Dapatkan segera dengan
harga Rp.6.000,- untuk 10 pelebur dosa dan Rp.30.000,- untuk Bermodalkan Ilmu
Sebelum Berdagang (belum termasuk ongkir).
Segera pesan via SMS +62 852 00
171 222 atau BB 2A04EA0F atau WA +62 8222 604 2114. Kirim format pesan: paket
buku dagang dan pelebur dosa#nama pemesan#alamat#no HP#jumlah paket.
No comments:
Post a Comment